08 Februari 2013
Risiko Tertular HIV jika Memegang Vagina PSK
Pengantar. Tanya-Jawab
ini adalah jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan yang dikirim melalui surat,
telepon, SMS, dan e-mail. Jawaban disebarluaskan tanpa menyebut identitas yang
bertanya dimaksudkan agar bisa berbagi informasi yang akurat tentang HIV/AIDS.
Yang ingin bertanya, silakan kirim pertanyaan melalui: (1) Surat ke LSM ”InfoKespro”, PO Box 1244/JAT, Jakarta
13012, (2) Telepon (021) 4756146, (3) e-mail aidsindonesia@gmail.com, dan (4) SMS 08129092017. Redaksi.
*****
Tanya: Saya pernah tiga kali ngeseks dengan pekerja
seks komersial (PSK) dengan memakai kondom. Hubungan seks kedua dan ketiga saya
sempat memegang vagina PSK sebelum melakukan hubungan seks. (1) Apakah ada
risiko saya tertular melalui jari? (2) Setelah hubungan seks yang ketiga esok
harinya saya langsung tidak enak badan. Saya sangat stres. Hubuangan seks
terakhir sebulan yl. Apa yang harus saya lakukan? (3) Saya mau tes HIV, di mana
tempat yang bagus? (4) Apakah ada nomor telepon tempat tes di kota saya? (5)
Berapa biaya tes HIV?
J, Palembang,
Sumatera Selatan, via SMS 31/1-2013
Jawab: (1) dan (2) Jika
Anda jujur bahwa setiap kali ngeseks dengan PSK Anda memakai kondom, maka
risiko tertular HIV sangat kecil. Sedangkan risiko tertular melalui jari yang
menyentuh vagina PSK juga kecil selama tidak ada luka-luka di jari Anda. Tidak
ada gejala yang khas ketika seseorang tertular HIV, tapi jika ada demam dengan
panas tinggi dan lama sembuh bisa jadi ada kaitannya dengan perilaku Anda. Jika
Anda merasa was-was sebaiknya menjalani tes HIV, tapi Anda harus menunggu dulu
tiga bulan dengan catatan selama menunggu tiga bulan dari hubungan seksual
terakhir Anda juga tidak ngeseks dulu.
(3), (4) dan (5) Niat Anda bagus.
Silakan ke Klinik VCT (tempat tes sukarela yang gratis dengan konseling dan
kerahasiaan) yang ada di rumah sakit pemerintah di kota Anda. Atau kontak dinas
kesehatan. Bisa juga menghubungi KPA (Komisi Penanggulangan AIDS) di tempat
Anda. Tes HIV di klinik VCT gratis. Lebih baik Anda langsung ke Klinik VCT.
Jika sungkan pakai nama samaran dan berpakaian yang bisa menyamarkan Anda.
Akan lebih baik tes HIV segera,
karena kalau ditunda-tunda juga akan menambah beban pikiran Anda. Kalau status
HIV sudah diketahui akan bisa dilakukan langkah-langkah yang baik untuk
menjalani hidup. ***
07 Februari 2013
Menggantang Asap: Sosialisasi (Kondom) Tanpa Intervensi Program Konkret
Tanggapan Berita (8/2-2013) – “Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi
mengatakan kunci penularan HIV/AIDS adalah pada pria berisiko tinggi (risti)
seperti kelompok ‘mobile men with money’ atau pria yang bekerja jauh
dari rumah, sehingga sasaran sosialisasi akan ditujukan kepada kelompok
tersebut.” Ini lead pada
berita “Kunci Penularan HIV pada Pria
Risiko Tinggi” di kompas.com
(6/2-2013).
Persoalan yang sangat mendasar adalah:
(1) Berapa lama waktu yang dibutuhkan agar sosialisasi berhasil, artinya
laki-laki risti itu tidak lagi melakukan perilaku beriko tertular HIV, seperti
melakukan hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan
perempuan yang berganti-ganti atau dengan perempuan yang sering berganti-ganti
pasangan?
(2) Apakah ada jaminan selama masa sosialisasi laki-laki risti itu tidak
akan melakukan perilaku berisiko?
(3) Apakah semua laki-laki risti bisa dijangkau untuk memberikan
sosialisasi agar mereka tidak melakukan perilaku berisiko tinggi tertular HIV?
Jawaban terhadap pertanyaan nomor 1 tentu saja tidak bisa diketahui.
Sedangkan jawaban untuk pertanyaan nomor 2 pun tidak ada jaminan. Begitu pula
dengan jawaban pertanyaan nomor 3 tentulah tidak bisa semua laki-laki ristri
bisa dijangkau.
Tapi, ada satu titik yang menjadi pusat perhatian dari tiga pertanyaan
tsb., yaitu (praktek) pelacuran. Celakanya, di Indonesia pelacuran tidak
dilokalisir sehingga pelacuran terjadi di sembarang tempat dan sembarang waktu.
Kondisinya kian runyam karena banyak laki-laki yang merasa tidak melacur
karena mereka melakukan hububugan seksual dengan perempuan yang bukan pekerja
seks komersial (PSK) dan tidak pula dilakukan di lokasi atau lokalisasi
pelacuran, tapi di hotel berbintang dan apatemen mewah.
Mereka lupa perempuan yang mereka sebut bukan PSK itu adalah juga PSK yang
dikenal sebagai PSK tidak langsung, seperti ’cewek kafe’, ’cewek diskotek’,
’mahasiswi’, ’anak sekolah’, ’ibu-ibu rumah tangga’, dll. PSK tidak langsung
ini juga berisiko tinggi tertular HIV karena mereka meladeni laki-laki yang
berganti-ganti dengan hubungan seksual tanpa kondom.
Bekalangan terungkap bahwa selain sogokan uang dan materi, kini ada pula
sogokan perempuan yang dikenal sebagai gratifikasi seks. Cewek yang disodorkan
cantik, mulus, berpendidikan, naik mobil mewah dan ’main’ di hotel berbintang atau apartemen mewah. Tapi, cewek
gratifikasi seks itu juga tergolong PSK tidak langsung (Lihat: Gratifikasi Seks (Akan) Mendorong Penyebaran
HIV/AIDS di Indonesia - http://www.aidsindonesia.com/2013/01/gratifikasi-seks-akan-mendorong.html).
Maka, segencar apa pun
sosialisasi terhadap laki-laki risti, tetap saja hasilnya nol besar karena
selama proses sosialisasi ada saja di anta4ra mereka tetap ngeseks (Lihat
Matriks).
Untuk itulah pada rentang waktu
sosialisasi juga ada program yang konkret berupa intervensi terhadap laki-laki
untuk memaksa mereka memakai kondom ketika melacur dengan PSK.
Untuk menjalankan program
intervensi itu praktek pelacuran harus dilokalisir sehingga program bisa
diterapkan secara efektif. Langkah ini sudah dijalankan Thailand yang
menunjukkan hasil yang baik yaitu penurunan kasus baru pada laki-laki dewasa.
Disebutkan oleh Menkes bahwa ada sekitar delapan juta pria yang pindah dari
tempat tinggalnya untuk mencari pekerjaan.
Berapa persen pun dari delapan juta itu yang menyalurhkan dorongan seks ke
pelacuran itu merupakan awal malapetaka karena yang tertular HIV akan menjadi
mata rantai penyebaran HIV. Yang beristri akan menularkan HIV kepada istrinya
atau pasangan lain dan PSK. Kalau istrinya tertular, ada pula risiko penularan
HIV ke bayi yang dikandungnya kelak.
Diperlukan pula langkah yang konkret untuk mendeteksi HIV/AIDS, al. pada
perempuan hamil, al. ibu rumah tangga. Dengan program yang sistematis akan
dapat dideteksi perempuan yang mengidap HIV yaitu melalui skirining rutin
terhadap perempuan hamil. Langkah ini sudah diterapkan di Malaysia.
Disebutkan pula bahwa para pria yang antara lain bekerja di tempat
terpencil seperti perkebunan maupun pertambangan itu diindikasikan merupakan
pengunjung tetap lokalisasi sehingga penyebaran HIV/AIDS diperkirakan tinggi di
kalangan pria tersebut.
Celakannya, pemerintah pusat dan pemerintah darah (provinsi, kabupaten dan
kota) selalu menampik bahwa di daerahnya ada pelacuran hanya karena tidak ada
lokalisasi pelacuran yang ditangani dinas sosial.
Kondisi itulah yang membuat penyebaran HIV tidak bisa dikendalikan karena
praktek pelacuran terjadi di sembarang tempat dan sembarang waktu sehingga
prorgram ’wajib kondom’ bagi laki-laki tidak bisa dijalankan dengan efektif.
Ini pernyataan Menkes Nafsiah: "Jadi kunci utamanya di laki-laki, kita
promosikan sebagai pria bertanggungjawab, harus menggunakan kondom untuk
perilaku seks berisiko."
Persoalannya adalah: Bagaimana menjamin agar laki-laki yang melacur dengan
PSK langsung dan PSK tidak langsung memakai kondom setiap kali sanggama?
Tanpa mekanisme yang konkret dengan pemantauan yang sistematis, maka
anjuran pemakaian kondom hanyalah baik ’anjing menggonggong kafilah
berlalu’. Tinggal menunggu waktu saja
untuk ’panen AIDS’.***
- AIDS
Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap
Ingin Memulai Hidup dengan Kepastian HIV-negatif
Pengantar.
Tanya-Jawab ini adalah jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan yang dikirim
melalui surat, telepon, SMS, dan e-mail. Jawaban disebarluaskan tanpa menyebut
identitas yang bertanya dimaksudkan agar bisa berbagi informasi yang akurat
tentang HIV/AIDS. Yang ingin bertanya, silakan kirim pertanyaan melalui: (1)
Surat ke LSM ”InfoKespro”, PO Box
1244/JAT, Jakarta 13012, (2) Telepon (021) 4756146, (3) e-mail aidsindonesia@gmail.com, dan (4) SMS
08129092017. Redaksi.
*****
Tanya: (1)
Saya ingin memeriksakan diri apakah saya terinfeksi
HIV atau tidak, apakah ada rekomendasi ke mana saya harus memeriksakan diri?
(2) Saya pernah melakukan perilaku berisiko tertular HIV (hubungan seksual
dengan PSK tanpa kondom) bulan Agustus 2012, saya sangat takut bila tertular
HIV, apa yang harus saya lakukan? (3) Sekarang sudah lebih dari lima bulan saya
melakukan perilaku berisiko tsb., saya sudah pernah melakukan tes HIV sebulan
yl. Hasilnya negatif. Saya masih sangat takut bila saya tertular HIV. (4)
Apakah ada obat atau suplemen untuk mencegah saya tertular HIV? (5) Bagaimana
dengan obat antiretroviral (ARV)? (6) Saya ingin meyakinkan saya bersih dari
HIV, ingin memulai sedini mungkin walau hasil tes negatif karena perasaan saya
selalu tidak tenang. Berapa biaya tes HIV?
Tn
“Ax”, Jakarta Selatan via SMS 29/1-2013
Jawab: (1) dan (2)
Probabilitas risiko tertular HIV melalui hubungan seksual tanpa kondom, di
dalam dan di luar nikah, dengan pengidap HIV/AIDS adalah 1:100. Persoalannya
adalah tidak bisa diketahui dengan pasti pada hubungan seksual yang keberapa
(akan) terjadi penularan HIV. Bisa saja pada hubungan seksual yang pertama,
kedua, ketujuh, kesembilan puluh, dst. Maka, hubungan seksual tanpa kondom di
dalam dan di luar nikah dengan pasangan yang berganti-ganti atau dengan yang
sering berganti-ganti pasangan selalu ada risiko tertular HIV.
Anda sudah melakukan hubungan
seksual berisiko. Biar pun risikonya kecil, tapi tidak bisa dipastikan apakah
terjadi penularan atau tidak tanpa melalui tes HIV. Kalau Anda jujur bahwa
hanya sekali melakukannya risiko Anda sangat kecil, tapi apa pun bisa terjadi
karena tidak bisa diketahui kapan proses penularan terjadi.
(3) Jika Anda jujur, maka hasil
tes itu akurat selama tes dilakukan sesuai dengan standar prosedur operasi tes
HIV yang baku, al. hasil tes pertama harus dikonfirmasi dengan tes lain. Anda
melakukan tes HIV sudah melewati masa jendela pada rentang waktu di bawah tiga
bulan. Anda tes HIV setelah lima bulan sehingga sudah lewat masa jendela dan
hasil tes akurat selama tes sesuai dengan standar tes HIV yang baku dan Anda
jujur.
(4) Tidak ada vaksin untuk
mencegah HIV. Obat-obatan dan supplement pun tidak ada yang bisa dipakai untuk
menlindungi diri agar tidak tertular HIV. Menghindari penularan HIV melalui
hubungan seksual hanya bisa dilakukan dengan cara memakai kondom.
(5) Obat antiretroviral (ARV)
diminum orang yang sudah terdeteksi HIV/AIDS pada waktu tertentu yaitu saat CD4
di bawah 350 (ini diketahui berdasarkan tes darah di laboratorium). Obat ARV
bukan untuk membunuh HIV di dalam darah, tapi hanya untuk menekan laju
penggandaan HIV. Obat ini diminum seumur hidup.
(6) Ya, kalau Anda ingin
meyakinkan diri silakah tes ke tempat tes HIV yang direkomendasikan pemerintah
yaitu klini VCT (tempat tes HIV sukarela yang gratis dengan konseling dan
kerahasiaan) di rumah-rumah sakit pemerintah dan institusi yang ditunjuk
pemerintah. Biaya gratis. ***
. - AIDS Watch Indonesia/Syaiful
W. Harahap
Langganan:
Postingan (Atom)