01 Februari 2013

Hasil Tes HIV Reaktif dan Nonreaktif


Tanya-Jawab AIDS No 4/Februari 2013

Pengantar. Tanya-Jawab ini adalah jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan yang dikirim melalui surat, telepon, SMS, dan e-mail. Jawaban disebarluaskan tanpa menyebut identitas yang bertanya dimaksudkan agar bisa berbagi informasi yang akurat tentang HIV/AIDS. Yang ingin bertanya, silakan kirim pertanyaan melalui: (1) Surat ke LSM ”InfoKespro”, PO Box 1244/JAT, Jakarta 13012, (2) Telepon (021) 4756146, (3) e-mail aidsindonesia@gmail.com, dan (4) SMS 08129092017. Redaksi.

*****
Tanya: Saya pria, 26 tahun, saya pernah melakukan seks berisiko kemudian saya tes HIV di salah satu rumah sakit pemerintah. Hasilnya ada tiga kolom yang masing-masing menunjukkan reaktif, nonreaktif dan nonreaktif. Konselor bilang saya harus tes tiga bulan lagi.

Yang saya tanyakan: (1) Apakah saya terinfeksi HIV? (2) Apakah hasil yang reaktif bisa menjadi nonreaktif? (3) Apakah antibodi yang dihasilkan dalam tubuh bisa mematikan HIV sehingga yang awalnya reaktif menjadi nonreaktif?

Tn “X-z” via e-mail, 30/1-2013

Jawab:  (1) Berapa lama rentang waktu antara perilaku berisiko yang Anda lakukan dengan tes HIV? Kalau di bawah tiga bulan, maka hasil tes tidak akurat. Itulah sebabnya konselor meminta Anda kembali tiga bulan lagi. Tapi, selama tiga bulan ke depan Anda tidak boleh melakukan perilaku berisiko. Andaikan hasil tes HIV positif pun itu tidak langsung berlaku karena standar tes HIV yang baku adalah setiap hasil tes HIV, positif atau negatif, harus dikonfirmasi dengan tes lain. Misalnya, tes HIV dengan reagent ELISA, maka hasil tes dikonfirmasi dengan tes Western blot. Belakangan WHO memberikan cara lain yaitu hasil tes pertama dengan ELISA contoh darah dites lagi dengan ELISA tapi dengan reagent dan teknik yang berbeda.

(2) Seperti dijelaskan di atas kalau tes HIV dilakukan di masa jendela, tertular di bawah tiga bulan, hasil tes bisa positif palsu atau negatif palsu. Ini terjadi karena tes HIV dengan ELISA bukan mencari virus (HIV), tapi antibody HIV yang diproduksi tubuh jika HIV masuk ke dalam tubuh. Positif palsu artinya hasil tes reaktif  tapi tidak ada HIV di dalam darah. Negatif palsu artinya hasil tes nonreaktif tapi HIV sudah ada di dalam darah. Jika hasil tes reaktif dan sudah dikonfirmasi dengan tes lain hasilnya tetap reaktif, maka itu artinya hasil tes HIV positif. Hasil tes nonreaktif bisa saja menjadi reaktif kalau tes pertama dilakukan di masa jendela atau tertular HIV sebelum tes tiga bulan berikutnya.

(3) HIV tidak meladeni perlawanan antibody HIV sehingga antybody pun tidak melawan. HIV memanipulasi diri sebagai protein sehingga ’berteman’ dengan antibody. Sel darah putih pun menerima HIV. Di sel darah putih itulah HIV menggandakan diri antara 10 miliar sampai 1 triliun setiap hari. Sel darah putih yang dijadikan HIV sebagai ’pabrik’ rusak. HIV yang baru diproduksi mencari sel darah putih lain untuk menggandakan diri. Begitu seterusnya. Pada suatu tahap sel-sel darah putih tidak cukup lagi sebagai pertahanan (imunitas) tubuh, disebut masa AIDS antara 5-15 tahun setelah tertular HIV. Pada masa AIDS ini penyakit mudah menyerang yang akhirnya menjadi penyebag kematian pada pengidap HIV/AIDS. ***[AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap]***
                                                                                                              

Menekan Penemuan Kasus HIV/AIDS Baru di Kab Merauke


Tanggapan Berita (2/2-2013) – “Merauke Mampu Tekan Jumlah Penderita HIV/AIDS.” Ini judul berita di tabloidjubi.com (21/1-2013).

Pernyataan pada judul berita tidak akurat, karena:

Pertama, kalau yang dimaksud ‘jumlah pendirita HIV/AIDS’ adalah angka yang dilaporkan, maka pernyataan itu menyesatkan karena angka laporan kasus HIV/AIDS dilakukan secara kumulatif. Artinya, kasus lama ditambah kasus baru. Begitu seterusnya sehingga angka laporan kasus tidak akan pernah turun atau berkurang biar pun banyak penderitanya yang meninggal.

Kedua, kalau yang dimaksud dengan ’tekan jumlah penderita HIV/AIDS’ adalah menekan kasus yang baru terdeteksi, maka perlu dipertanyakan: Mengapa penemuan kasus baru berkurang?

Disebutkan pula: “Kabupaten Merauke berhasil menekan lajunya penyakit HIV/AIDS.  Sehingga dalam beberapa tahun terakhir, jumlahnya menurun drastis dan menempati urutan ke lima.”

Yang terjadi bukan menekan laju atau penyebaran HIV/AIDS, tapi kasus baru sedikit yang terdeteksi sehingga angka laporan kasus tidak banyak bertambah. Lagi-lagi patut dipertanyakan: Mengapa kasus HIV/AIDS baru kian sedikit yang terdeteksi?

Kalau saja wartawan memahami HIV/AIDS dengan komprehensif, maka yang layak dikembangkan sebagai berita jurnalistik adalah: Mengapa kasus baru sedikit yang terdeteksi?

Disebutkan lagi: ”Padahal, sepuluh tahun silam, berada pada urutan pertama. Semua ini bisa berjalan karena kerjasama dan komunikasi yang dibangun dengan semua stakeholder terkait.”

Dari pernyataan di atas jelas sudah bahwa yang ditekan itu adalah angka laporan kasus HIV/AIDS yang terdeteksi, bukan menekan laju penyebaran HIV/AIDS dan bukan pula menekan insiden infeksi HIV baru.

Pertanyaan untuk KPA Kab Merauke: Apakah dengan sedikit kasus baru yang terdeteksi otomatis insiden infeksi HIV baru juga sedikit?

Tentu saja tidak. Soalnya, orang-orang yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS melalui tes  HIV sesuai dengan standar yang baku minimal sudah tertular tiga bulan. Kalau ada yang terdeteksi HIV di masa AIDS, maka itu artinya mereka tertular HIV antara 5-15 tahun sebelum tes HIV.

Insiden infeksi HIV baru akan terus terjadi selama di wilayah Kab Merauke ada laki-laki penduduk Merauke yang melacur tanpa kondom di Merauke, di luar Merauke atau di luar negeri.

Laki-laki dewasa penduduk Kab Merauke yang tertular  HIV di Merauke, di luar Merauke atau di luar negeri akan menjadi mata rantai penyebaran HIV di Merauke, al. melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Kalau yang dimaksud menekan jumlah penderita HIV/AIDS adalah angka berupa laporan kasus baru, jika ini terjadi karena semakin sedikit yang menjalani tes maka kasus-kasus yang tidak terdeteksi kelak akan menjadi ’bom waktu’ ledakan AIDS.

Perda AIDS Kab Merauke sendiri tidak memberikan langkah yang konkret untuk menanggulangi HIV/AIDS (Lihat: “Menembak” PSK di Perda AIDS Kab Merauke, Papua - http://www.aidsindonesia.com/2012/09/menembak-psk-di-perda-aids-kab-merauke.html).

Selama masih ada laki-laki dewasa penduduk Merauke yang melacur tanpa kondom, maka selama itu pula penyebaran HIV/AIDS di Merauke akan terus terjadi. Dampaknya al. akan bisa dilihat dari jumlah perempuan, terutama ibu rumah tangga, yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS. ***[AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap]***
                                                                                      

Risiko Tertular HIV jika Mengelus-elus Vagina PSK


Tanya-Jawab AIDS No  3/Februari 2013

Pengantar. Tanya-Jawab ini adalah jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan yang dikirim melalui surat, telepon, SMS, dan e-mail. Jawaban disebarluaskan tanpa menyebut identitas yang bertanya dimaksudkan agar bisa berbagi informasi yang akurat tentang HIV/AIDS. Yang ingin bertanya, silakan kirim pertanyaan melalui: (1) Surat ke LSM ”InfoKespro”, PO Box 1244/JAT, Jakarta 13012, (2) Telepon (021) 4756146, (3) e-mail aidsindonesia@gmail.com, dan (4) SMS 08129092017. Redaksi.

*****
Tanya: Sekitar dua minggu yang lalu saya pergi ke salah satu lokalisasi pelacuran di Prov L. Itu pertama kali saya melakukan hubungan seksual dengan pekerja seks komersial (PSK) di lokalisasi itu. Sebelumnya saya tidak pernah melakukan prilaku berisiko sama sekali.

Ketika itu pukul 02.30 pagi. Saya dalam kondisi terpengaruh minuman beralkohol, namun tidak mabuk berat karena masih sadar dan ingat kelakuan saya saat itu. Saya pun ngamar dengan salah seorang PSK di lokalisasi tersebut. Tapi, saya tidak melakukan hubungan seks penetrasi maupun seks oral  atau seks anal. Saya hanya tidur berdekatan dan meraba-raba paha serta vagina dari bagian luar saja (PSK pakai CD-celana dalam) dan tidak merasakan adanya cairan sedikitpun karena hanya berlangsung sebentar. Kemudian saya tanpa cuci tangan dahulu langsung merokok dengan tangan bekas meraba-raba tersebut. Namun ketika menyadarinya saya langsung membilas tangan saya dengan air (tanpa sabun) dari bak kamar mandi di lokalisasi itu.

Setelah pulang kerumah barulah saya cuci tangan saya dengan sabun dan mandi di pagi harinya tanpa tidur dahulu sebelum bergadangan.


Yang ingin saya tanyakan adalah: (1) Apakah yang saya lakukan tersebut berpotensi tertular HIV? Dua hari kemudian saya pilek dan demam selama dua hari. Di mulut saya saat itu ada luka gigitan pada rongga mulut bagian dalam dan dua gigi berlubang.

Tn ”X-x” Kota BL, P Sumatera (via e-mail, 31/1-2012)

Jawab: (1) Risiko tertular HIV melalui hubungan seksual, al. dengan PSK, tergantung kejujuran Anda. Kalau hanya sekedar mengelus-elus permukaan vagina PSK yang memakai CD tidak ada kontak kulit. Kalau Anda jujur bahwa Anda hanya pernah mengelus-elus permukaan vagina PSK yang memakai celana dalam, maka tidak ada risiko Anda tertular HIV.

Apalagi Anda katakan bahwa dipermukaan CD tidak ada cairan, maka tidak ada kontak cairan PSK tsb. dengan tangan Anda.

Soal pilek dan demam bisa saja karena faktor lain, misalnya, karena Anda bergadang dan mandi pagi.
Sekali lagi, Anda harus jujur pada diri Anda. Kalau memang pernah melakukan perilaku berisiko, al. hubungan seksual dengan PSK tanpa kondom, maka Anda berisiko tertular HIV. . ***[AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap]***