02 Desember 2013

AIDS Tidak Menyerang*


Surat Terbuka untuk Pusat Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Depkes (Bagian III)

Oleh Syaiful W. Harahap

"AIDS menyerang laki-laki dan wanita pada masa penting dalam hidupnya ...." Itulah salah satu pernyataan dalam buku Pedoman Penyuluhan AIDS Menurut Agama Islam yang diterbitkan Pusat Penyuluhan Kesehatan Masyarakat, Departemen Kesehatan (Cetakan III 1996/1997) di halaman 28. Sebagai virus, HIV hanya bisa hidup di dalam larutan darah, air mani, cairan vagina dan ASI. Maka, tidak ada kesempatan bagi HIV untuk keluar dari darah, sperma, cairan vagina dan ASI karena di luar larutan dan cairan tersebut HIV akan mati.

Maka, pernyataan itu pun tidak masuk akal karena HIV menular jika terjadi kontak darah, sperma dan cairan vagina antara seseorang yang sudah HIV-positif dengan orang lain. HIV bukan jasad renik seperti tentara yang menyerang (musuh). Pernyataan itu kian tidak sejalan dengan nalar karena disebutkan HIV menyerang laki-laki dan wanita pada masa penting dalam hidupnya. HIV tidak bisa membeda-bedakan usia, agama, status sosial dan lain-lain.

Kalau saja pernyataan itu dilengkapi dengan penjelasan yang masuk akal tentulah akan lebih bermanfaat sehingga tujuan penulisan buku itu pun dapat tercapai. Tetapi, yang terjadi justru sebaliknya. Pernyataan itu tidak akurat dan dapat membuat orang-orang yang sudah tidak berada pada masa penting dalam hidupnya sebagai penunjang ekonomi negara dan keluarga, seperti orang-orang yang sudah pensiun, akan lengah. Hal ini terjadi karena mereka merasa tidak akan "diserang" HIV sesuai dengan pernyataan tadi.

Padahal, alasan yang logis tentang kasus infeksi HIV pada rentang waktu masa produktif terjadi karena pada saat itu kegiatan seks sedang berada pada puncaknya. Biar pun probabilitas penularan HIV melalui hubungan heteroseks rendah, tetapi karena setiap orang melakukan hubungan seks yang berkali-kali maka kemungkinan tertular pun meningkat (Baca Probabilitas Penularan HIV Melalui Hubungan Seksual, halaman 4). Biar pun penularan melalui transfusi darah jauh lebih efektif daripada melalui hubungan seks, tetapi karena lebih banyak yang melakukan hubungan seks daripada yang menerima transfusi darah maka angka infeksi HIV melalui faktor risiko hubungan seks pun jauh lebih tinggi daripada transfusi darah. Misalnya, pada kurun waktu enam bulan ada 100 yang menerima transfusi. Jika rata-rata mereka menerima transfusi pada kurun waktu tadi dua kali tetapi pada waktu yang sama mereka melakukan hubungan seks puluhan kali.

Risiko tertular melalui transfusi pun kian kecil karena darah yang akan ditransfusikan sudah menjalani uji saring (skrining) HIV. Sebaliknya, jika hubungan seks dilakukan tanpa menerapkan seks aman dengan pasangan yang berganti-ganti, baik di dalam maupun di luar nikah, maka risiko tertular pun meningkat. Fakta ini yang sering luput dari bahan-bahan KIE (komunikasi, informasi dan edukasi) seperti buku yang kita bahas ini.

Apa pun jenis penyakit dapat mematikan jika tidak diobati. Sayang, pada halaman 28 hanya AIDS yang disebut sebagai penyakit yang menuju awal kematian. Ini merupakan stigma dan dapat memicu kebencian yang bersifat provokasi terhadap Odha. Kebencian kian memuncak karena pada bagian lain disebutkan " .... penderita AIDS dipandang sebagai seseorang yang menyandang senjata yang mematikan." Masya Allah. Ini 'kan sudah menghakimi Odha.

Pernyataan itu pun sangat naif karena banyak penyakit yang justru tidak dapat kita hindari karena penularannya tidak dapat dicegah secara aktif oleh diri sendiri. Misalnya, jika ada penderita TB aktif di ruangan tertutup atau kendaraan umum tentulah risiko tertular basil TB sangat tinggi. Penularan hampir tidak bisa dicegah karena tidak mungkin seseorang menahan napas selama ada basil berterbangan di udara yang dihirup. Berbeda dengan HIV. Biar pun di sekeliling kita ada Odha tetapi kalau tidak melakukan perilaku-perilaku yang berisiko tinggi tertular HIV tetap tidak akan terjadi penularan HIV.

Pengalaman dr. Zubairi Djoerban, DSPD, pakar AIDS di Yayasan Pelita Ilmu (YPI) Jakarta, menunjukkan tanggung jawab Odha yang sangat tinggi. Odha wanita di Sanggar YPI selalu memberitahu status HIV mereka kepada lelaki yang mendekati mereka jika pertemanan mereka sudah mendekati persahabatan yang sudah bernuansa cinta. Jadi, amatlah tidak etis membuat pernyataan "Menyebarkan penyakit AIDS yang dideritanya, dapat dianalogikan dengan seseorang yang melakukan usaha pembunuhan." (halaman 28).

Maka, bertolak dari pernyataan di atas karena semua penyakit juga (bisa) mematikan, tentu saja pengidap TB dan penyakit-penyakit menular lainnya yang menularkan basil dapat dikategorikan sebagai usaha pembunuhan. Soalnya, dalam kaitan dengan penularan HIV setiap orang dapat melindungi dirinya secara aktif. Berbeda dengan penyakit yang menular melalui media udara seseorang tidak bisa melindungi dirinya secara aktif. Selain karena tidak bisa menghentikan diri untuk tidak menghirup udara seseorang pun tidak mengetahui apakah di ruangan ada yang mengidap TB aktif. Mana yang lebih mungkin dapat dikategorikan sebagai usaha pembunuhan?

Lagi-lagi buku ini (hanya) membuat stigma terhadap Odha.

*  Dimuat di Newsleter ”HindarAIDS” No. 58, 4 Desember 2000

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.