Surat Terbuka untuk Pusat Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Depkes (Bagian
III)
Oleh Syaiful W. Harahap
"AIDS menyerang laki-laki dan wanita pada
masa penting dalam hidupnya ...." Itulah salah satu pernyataan dalam buku Pedoman
Penyuluhan AIDS Menurut Agama Islam yang diterbitkan Pusat Penyuluhan
Kesehatan Masyarakat, Departemen Kesehatan (Cetakan III 1996/1997) di
halaman 28. Sebagai virus, HIV hanya bisa hidup di dalam larutan darah, air
mani, cairan vagina dan ASI. Maka, tidak ada kesempatan bagi HIV untuk keluar
dari darah, sperma, cairan vagina dan ASI karena di luar larutan dan cairan
tersebut HIV akan mati.
Maka, pernyataan itu pun tidak masuk akal karena
HIV menular jika terjadi kontak darah, sperma dan cairan vagina antara seseorang
yang sudah HIV-positif dengan orang lain. HIV bukan jasad renik seperti tentara
yang menyerang (musuh). Pernyataan itu kian tidak sejalan dengan nalar karena
disebutkan HIV menyerang laki-laki dan wanita pada masa penting dalam hidupnya.
HIV tidak bisa
membeda-bedakan usia, agama, status sosial dan lain-lain.
Kalau saja pernyataan itu dilengkapi dengan
penjelasan yang masuk akal tentulah akan lebih bermanfaat sehingga tujuan
penulisan buku itu pun dapat tercapai. Tetapi, yang terjadi justru sebaliknya.
Pernyataan itu tidak akurat dan dapat membuat orang-orang yang sudah tidak
berada pada masa penting dalam hidupnya sebagai penunjang ekonomi negara dan
keluarga, seperti orang-orang yang sudah pensiun, akan lengah. Hal ini terjadi karena mereka merasa tidak
akan "diserang" HIV sesuai dengan pernyataan tadi.
Padahal, alasan yang logis tentang kasus infeksi
HIV pada rentang waktu masa produktif terjadi karena pada saat itu kegiatan
seks sedang berada pada puncaknya. Biar pun probabilitas penularan HIV melalui
hubungan heteroseks rendah, tetapi karena setiap orang melakukan hubungan seks
yang berkali-kali maka kemungkinan tertular pun meningkat (Baca Probabilitas
Penularan HIV Melalui Hubungan Seksual, halaman 4). Biar pun penularan
melalui transfusi darah jauh lebih efektif daripada melalui hubungan seks,
tetapi karena lebih banyak yang melakukan hubungan seks daripada yang menerima
transfusi darah maka angka infeksi HIV melalui faktor risiko hubungan seks pun
jauh lebih tinggi daripada transfusi darah. Misalnya, pada kurun waktu enam
bulan ada 100 yang menerima transfusi. Jika rata-rata mereka menerima transfusi
pada kurun waktu tadi dua kali tetapi pada waktu yang sama mereka melakukan
hubungan seks puluhan kali.
Risiko tertular melalui transfusi pun kian kecil
karena darah yang akan ditransfusikan sudah menjalani uji saring (skrining)
HIV. Sebaliknya, jika hubungan seks dilakukan tanpa menerapkan seks aman dengan
pasangan yang berganti-ganti, baik di dalam maupun di luar nikah, maka risiko
tertular pun meningkat. Fakta ini yang sering luput dari bahan-bahan KIE
(komunikasi, informasi dan edukasi) seperti buku yang kita bahas ini.
Apa pun jenis penyakit dapat mematikan jika tidak
diobati. Sayang, pada halaman 28 hanya AIDS yang disebut sebagai penyakit yang
menuju awal kematian. Ini merupakan stigma dan dapat memicu kebencian yang
bersifat provokasi terhadap Odha. Kebencian kian memuncak karena pada bagian
lain disebutkan " .... penderita AIDS dipandang sebagai seseorang yang
menyandang senjata yang mematikan." Masya Allah. Ini 'kan sudah menghakimi
Odha.
Pernyataan itu pun sangat naif karena banyak
penyakit yang justru tidak dapat kita hindari karena penularannya tidak dapat
dicegah secara aktif oleh diri sendiri. Misalnya, jika ada penderita TB aktif
di ruangan tertutup atau kendaraan umum tentulah risiko tertular basil TB
sangat tinggi. Penularan hampir tidak bisa dicegah karena tidak mungkin
seseorang menahan napas selama ada basil berterbangan di udara yang dihirup.
Berbeda dengan HIV. Biar pun di sekeliling kita ada Odha tetapi kalau tidak
melakukan perilaku-perilaku yang berisiko tinggi tertular HIV tetap tidak akan
terjadi penularan HIV.
Pengalaman dr. Zubairi Djoerban, DSPD, pakar
AIDS di Yayasan Pelita Ilmu (YPI) Jakarta, menunjukkan tanggung jawab Odha
yang sangat tinggi. Odha wanita di Sanggar YPI selalu memberitahu status HIV
mereka kepada lelaki yang mendekati mereka jika pertemanan mereka sudah
mendekati persahabatan yang sudah bernuansa cinta. Jadi, amatlah tidak etis
membuat pernyataan "Menyebarkan penyakit AIDS yang dideritanya, dapat
dianalogikan dengan seseorang yang melakukan usaha pembunuhan." (halaman
28).
Maka, bertolak dari pernyataan di atas karena
semua penyakit juga (bisa) mematikan, tentu saja pengidap TB dan
penyakit-penyakit menular lainnya yang menularkan basil dapat dikategorikan
sebagai usaha pembunuhan. Soalnya, dalam kaitan dengan penularan HIV setiap
orang dapat melindungi dirinya secara aktif. Berbeda dengan penyakit yang
menular melalui media udara seseorang tidak bisa melindungi dirinya secara
aktif. Selain karena tidak bisa menghentikan diri untuk tidak menghirup udara
seseorang pun tidak mengetahui apakah di ruangan ada yang mengidap TB aktif.
Mana yang lebih mungkin dapat dikategorikan sebagai usaha pembunuhan?
Lagi-lagi buku ini (hanya) membuat stigma terhadap
Odha.
* Dimuat di Newsleter ”HindarAIDS” No. 58, 4
Desember 2000
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.