Renungan (Penanggulangan) AIDS di
Akhir 2013
Jakarta, aidsindonesia.com
(31 Desember 2013) – Dalam laporan yang dikeluarkan oleh Ditjen P2PL, Kemenkes
RI, pada triwulan III Tahun 2013 yaitu
bulan Juli-September 2013 ada tambahan kasus HIV dan AIDS yaitu 10.203 HIV dan
AIDS 1.983.
Sedangkan kasus yang dilaporkan
pada priode 1 Januari-30 September 2013 adalah 23.176 yang terdiri atas 20.413
HIV dan 2.763 AIDS.
Dengan tambahan itu jumlah
kumulatif kasus HIV/AIDS di Indonesia pada priode 1 Januari 1987 sd. 30
September 2013 adalah 164.442 yang terdiri atas 118.792 HIV dan 45.650 AIDS
dengan 8.553 kematian.
Berdasarkan jenis kelamin persentase kasus AIDS pada laki-laki sebanyak
55,7% dan perempuan 29,2%. Sisanya 15,1% tidak diketahui (Lihat Tabel
I).
Persentase jumlah kasus AIDS
berdasarkan faktor risiko (kemungkinan cara penularan) terbanyak adalah melalui
hubungan seksual berisiko (dilakukan tanpa kondom di dalam dan di luar nikah
dengan pasangan yang berganti-ganti serta hubungan seksual tanpa kondom dengan
yang sering berganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks) terbanyak pada
heteroseksual 81,9%, melalui jarum suntik pada penyalahguna narkoba (narkotika
dan bahan-bahan berbahaya) 6,5%, LSL (Lelaki Seks Lelaki) 5,3% dan dari ibu
positif HIV ke anak 4,3% (Lihat Tabel II).
Jumlah kasus AIDS berdasarkan
usia terdeteksi paling banyak pada kelompok umur 25-49 tahun (Lihat Tabel III).
Jika peringkat provinsi diurut berdasarkan jumlah kasus AIDS, maka ada
delapan provinsi yang melaporkan lebih dari 1.000 kasus AIDS (Lihat Tabel IV).
Tapi, jika kasus AIDS yang dilaporkan ditambah dengan kasus HIV yang kelak
akan mencapai AIDS, maka ada 22 provinsi dengan kasus AIDS atara 1.000 – 34.000
(Lihat Tabel V).
Dengan kondisi penyebaran HIV/AIDS yang sudah masif dan merata, pemerintah
pusat, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten dan pemerintah kota sama
sekali tidak menjalankan program yang konkret dan sistematis dengan hasil yang
terukur.
Yang tidak masuk akal adalah ada daerah yang membuat pernyataan bahwa
daerahnya akan bebas HIV/AIDS pada tahun 2015 yaitu Pemprov Jawa Barat. Tentu
saja pernyataan ini mimpi karena adalah mustahil menghentikan penyebaran HIV
apalai di Jawa Barat tidak ada program yang konkret (Lihat:
Mimpi, Jabar Bebas AIDS Tahun 2015 - http://www.aidsindonesia.com/2013/12/mimpi-jabar-bebas-aids-tahun-2015.html).
Salah satu pintu masuk HIV/AIDS adalah melalui laki-laki dewasa yang pernah
atau sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah
dengan perempan yang berganti-ganti atau melakukan hubungan seksual tanpa
kondom dengan perempan yang sering berganti-ganti pasangan, seperti pekerja
seks komersial (PSK).
Celakanya, banyak daerah yang menepuk dada dengan mengatakan bahwa di
daerahnya tidak ada pelacuran. Bahkan, Pemkot Surabaya menutup lokalisasi
pelacuran Dolly tanggal 31/12-2013.
Memang, tidak ada lokasi atau lokalisasi pelacuran yang dibentuk
berdasarkan regulasi. Itu artinya tidak ada lagi pelacuran yang kasat mata.
Tapi, praktek pelacuran terjadi di sembarang tempat dan sembarang waktu.
Maka, biar pun di satu daerah tidak ada tempat pelacuran tapi bisa saja ada
laki-laki dewasa penduduk daerah itu yang melacur di luar daerahnya.
Nah, laki-laki yang tertular HIV akan menjadi mata rantai penyebaran HIV di
masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar
nikah.
Beberapa negara membuktikan bisa mengatasi penyebaran HIV/AIDS yaitu
menurunkan insiden infeksi HIV baru pada laki-laki melalui hubungan seksual
dengan PSK. Progam tsb. dikenal sebagai ’wajib kondom 100 persen’ bagi
laki-laki yang melacur.
Namun, program itu hanya bisa dijalankan jika pelacuran dilokalisir. Celakanya, semua daerah di Indonesia
ramai-ramai menutup tempat pelacuran.
Maka, praktek pelacuran pun tidak bisa dijangkau, misalnya menjalankan
advokasi dan penyuluhan kepada PSK dan laki-laki ‘hidung belang’ tentang
cara-cara melindungi diri agar tidak tertular HIV.
Akibatnya, laki-laki ‘hidung belang’ menjadi jembatan penyebaran IMS
(infeksi menular seksual yaitu penyakit-penyakit yang ditularkan melalui
hubungan seksual, seperti sifilis, kencing nanah, hepatitis B, klamidia, dll.)
dan HIV/AIDS dari masyarakat ke PSK dan
sebaliknya dari PSK ke masyarakat, misalnya dari suami ke istri.
Jika pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten dan
pemerintah kota tidak menjalankan program yang konkret, maka selama itu pula
penyebara HIV di masyarakat akan terus terjadi yang kelak bermuara pada
‘ledakan AIDS’.***
- AIDS Watch
Indonesia/Syaiful W. Harahap
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.