Tanggapan Berita (10 November 2013) – ”usul: penderita HIV
harusnya di tato di bagian tubuh tertutup. tujuannya agar yg mau hubungan sex
akan sadar kalau ybs punya HIV. di bagian yg tertutup spy ybs tetap bisa
bersosialisasi .... penderita flu burung
di karantina, kenapa HIV dibiarkan "membunuh" lebih banyak orang?...
STOP PEMBUNUHAN!!!!”
Kutipan di atas adalah komentar dari Rani dalam berita “Setiap Hari, Satu
Orang Lapor Positif HIV/ AIDS ke RS Jember” (kompas.com, 9/11-2013)
Jika disimak komentar Rani di atas, maka ada beberapa hal yang tidak
dipahami oleh Rani secara akurat terkait dengan HIV/AIDS, al.:
Pertama, biar pun semua pengidap HIV/AIDS ditattoo sebagai tanda bahwa ybs.
mengidap HIV/AIDS penyebaran HIV/AIDS di masyarakat justru akan terus terjadi
karena masih banyak orang yang sudah mengidap HIV/AIDS yang tidak terdeteksi.
Kedua, salah satu materi konseling sebelum
tes HIV adalah ajakan kepada yang mau tes HIV agar jika kelak terdeteksi
mengidap HIV/AIDS, maka ybs. akan menghentikan penyebaran HIV/AIDS mulai dari
dirinya. Jika ybs. sudah menyetujui akan menghentikan penyebaran HIV mulai dari
dirinya jika terdeteksi mengidap HIV/AIDS barulah tes HIV dilakukan. Tapi,
kalau ybs. tidak menyatakan dengan tegas bahwa dia akan menghentikan penyebaran
HIV mulai dari dirinya, maka konseling akan terus dilakukan sampai ybs.
menyatakan bersedia.
Ketiga, HIV/AIDS bukan wabah karena tidak menular melalui udara, air dan
pergaulan sosial sehari-hari sehingga tidak perlu dikarantina. Sedangkan
pengidap flu burung bukan dikarantina, tapi ditangani secara medis di ruang
isolasi. Pengidap HIV/AIDS tidak otomatis memerlukan perawatan dan pengobatan.
Keempat, biar pun pengidap HIV/AIDS dikarantina tidak akan menghentikan penyebaran
HIV/AIDS karena banyak orang yang yang sudah mengidap HIV/AIDS tapi tidak
terdeteksi. Mereka inilah yang menjadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di
masyarakat, al. melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar
nikah.
Kelima, HIV/AIDS tidak membunuh. Kematian pada pengidap HIV/AIDS terjadi karena
penyakit yang muncul pada masa AIDS yaitu kondisi pengidap HIV/AIDS setelah
tertular antara 5-15 tahun. Penyakit-penyakit tsb. disebut infeksi
oportunistik, seperti jamur di mulut, radang paru-paru, diare, TBC, dll.
Pemahaman masyarakat tentang HIV/AIDS sangat rendah karena materi
komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) tentang HIV/AIDS yang selama ini
disebarluaskan melaui brosur, pamflet, poster, ceramah, berita di media massa
selalu dibalut dan dibumbui dengan moral sehingga fakta medis tentang HIV/AIDS
kabur. Akibatnya, masyarakat hanya menangkap mitos (anggapan yang salah)
tentang HIV/AIDS.
Maka, tidaklah mengherankan kalau kemudian orang seperti Rani ini
menyampaikan usul yang tidak menyelesaikan masalah.
Salah satu pintu masuk HIV/AIDS ke masyarakat adalah:
(1) Melalui laki-laki dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan
seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah dengan perempuan yang
berganti-ganti.
(2) Melalui laki-laki dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan
seksual tanpa kondom dengan perempuan yang sering berganti-ganti pasangan,
seperti pekerja seks komersial (PSK) langsung yaitu PSK yang mangkal di tempat
pelacuran, di jalanan atau panggilan, serta PSK tidak langsung yaitu perempuan
yang tidak mangkal di tempat pelacuran, tapi melakukan kegiatan seperti pelacur
yaitu melayani hubungan seksual dengan laki-laki yang berganti-ganti. Mereka
itu adalah cewek kafe, cewek disko, cewek pub, cewek pemijat, pelajar,
mahasiswi, ABG, ibu-ibu, dll.
Celakanya, pemerintah tidak menjalankan program yang konkret, sistematis
dan terukur untuk menurunkan insiden infeksi HIV baru pada laki-laki dewasa
melalui hubungan seksual dengan PSK langsung.
Akibatnya, insiden infeksi HIV baru terus terjadi dan laki-laki yang
tertular menjadi mata rantai penyebaran HIV di masyarakat, al. melalui hubungan
seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.
Selama pemerintah tidak menjalankan program yang konkret untuk menurunkan
insiden infeksi HIV baru pada laki-laki dewasa melalui hubungan seksual dengan
PSK, maka selama itu pula penyebaran HIV di masyarakat akan terus terjadi yang
kelak bermuara pada ’ledakan AIDS’.***
- AIDS Watch
Indonesia/Syaiful W. Harahap
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.