Tanggapan Berita (21 November 2013) – Wakil Bupati Cianjur
(Jabar-pen.), Suranto, mengaku, pemicu utama meningkatnya jumlah penderita HIV/AIDS adalah
perilaku hidup masyarakat yang mulai banyak berubah. Di antaranya melakukan
hubungan seks di luar nikah dengan berganti pasangan. Ini ada dalam berita ”Penyewaan Villa Turut Picu Peningkatan HIV/AIDS” (tribunnews.com, 19/11-2013).
Pernyataan wakil bupati ini merupakan salah satu bentuk mitos (anggapan
yang salah) tentang HIV/AIDS karena perilaku berisiko tertular HIV melalui
hubungan seksual bukan karena sifat hubungan seksual (berganti-ganti pasangan
di luar nikah) tapi karena kondisi hubungan seksual (salah satu mengidap
HIV/AIDS dan laki-laki tidak memakai kondom setiap kali sanggama).
Pernyataan wakil bupati itu
terkait dengan keberadaan
villa di kawasan Cipanas. Disebutkan bahwa yang menjadi salah satu pemicu
meningkatnya penderita HIV/AIDS di Cianjur adalah keberadaan vila yang kerap
menjadi tempat praktik melakukan hubungan seksual di luar nikah.
Terkait dengan pernyataan di atas, maka ada beberapa pertanyaan yang tidak
terjawab dalam berita tsb. yaitu: Apa kaitan hubungan seksual di luar
nikah di vila-vila tsb. dengan penduduk
Cianjur?
Kalau penduduk Cianjur sebagai pemilik vila hanya menyewakan vila untuk
pasangan yang melakukan hubungan seksual di dalam dan di luar nikah di
vila-vila yang disewakan tentu saja tidak ada kaitannya secara langsung dengan
penyebaran HIV/AIDS di Cianjur.
Yang menjadi persoalan besar adalah jika laki-laki dan perempuan dewasa
penduduk Cianjur merupakan bagian langsung dari praktek pelacuran di vila-vila
yang disewakan.
Disebutkan oleh Suranto bahwa di Kab Cianjur tidak ada lokalisasi
pelacuran, tapi praktik pelacuran tetap marak meski bentuknya terselubung.
Selama ini pemerintah-pemerintah kabupaten dan kota di Indonesia selalu
membusungkan dada dengan mengatakan di daerahnya tidak ada pelacuran hanya
karena tidak ada lokalisasi pelacuran yang dibentuk berdasarkan regulasi.
Bahkan, ada beberapa daerah yang dengan lantang mengatakan tidak ada pelacuran
di daerahnya karena daerah tsb. mempunyai perda anti pelacuran.
Tapi, tunggu dulu. Biar pun di Kab Cianjur marak terjadi praktek pelacuran
kalau penduduk Cianjur tidak ada yang melacur maka tidak ada persoalan bagi
Cianjur.
Kuncinya adalah pada penduduk Cianjur.
Selama ada laki-laki dewasa penduduk Cianjur yang melacur baik di Cianjur
maupun di luar Cianjur, serta perempuan penduduk Cianjur yang menjadi pekerja
seks komersial (PSK) di Cianjur atau di luar Cianjur, maka selama itu pula
penyebaran HIV/AIDS di Kab Cianjur akan terus terjadi.
Disebutkan oleh Suanto bahwa sulit untuk melakukan pengawasan terhadap
penggunaan vila-vila itu. Satpol PP pun tidak mungkin melakukan pengawasan
terhadap semua vila.
Lagi pula biar pun diawasi bisa saja penyewanya datang sebagai ’keluarga’
dan tidak bisa Satpol PP mengawasi secara langsung kamar per kamar di vila. Tidak akan ada hukum yang membenarkan
pengawasan terhadap kamar-kamar di penginapan, losmen, vila, hotel melati dan
hotel berbintang.
Yang bisa dilakukan adalah penyewa vila atau tamu harus menunjukkan surat
nikah jika berpasangan. Tapi, bisa saja terjadi pasangan menyewa vila atau
kamar yang berbeda dan mereka bisa saling berkunjung.
Di salah satu kota di Indonesia ada dua hotel yang berseberangan di jalan
yang sama. Satu hotel menyaratkan surat nikah jika tamu berpasangan, sedangkan
hotel yang diseberangnya tidak menetapkan sarat surat nikah. Maka, hotel yang
menyaratkan surat nikah selalu penuh dengan tamu laki-laki tapi mereka ’nginap’
di hotel seberang.
Disebutkan lagi bahwa pemerintah kabupaten sering melakukan sosialisasi
tentang HIV/AIDS ke berbagai kalangan.
Suranto juga mengatakan: "Namun tanpa adanya perubahan perilaku
masyarakat upaya menekan angka penderita HIV/AIDS sulit
dilakukan."
Adalah hal yang mustahil mengharapkan perubahan perilaku semua orang dengan
cepat. Maka, pada kurun waktu dari sosialisasi HIV/AIDS sampai terjadi
perubahan perilaku sudah banyak insiden infeksi HIV baru yang terjadi.
Maka, yang diperlukan bukan sosialisasi, tapi program yang konkret dan
sistematis serta terukur yaitu memaksa laki-laki memakami kondom jika melakukan
hubungan seksual dengan PSK. Tapi, ini hanya bisa dilakukan kalau pelacuran
dilokalisir.
Kendali ada pada Pemkab Cianjur: membiarkan praktek pelacuran terselubung
dengan risiko penyebaran HIV/AIDS terus terjadi atau membuat regulasi tentang
pelacuran agar program penanggulangan bisa dilakukan secara efektif.***
- AIDS Watch
Indonesia/Syaiful W. Harahap
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.