20 November 2013

Di Cianjur Penyewaan Vila Picu Penyebaran HIV/AIDS


Tanggapan Berita (21 November 2013) – Wakil Bupati Cianjur (Jabar-pen.), Suranto, mengaku, pemicu utama meningkatnya jumlah penderita HIV/AIDS adalah perilaku hidup masyarakat yang mulai banyak berubah. Di antaranya melakukan hubungan seks di luar nikah dengan berganti pasangan. Ini ada dalam berita ”Penyewaan Villa Turut Picu Peningkatan HIV/AIDS” (tribunnews.com, 19/11-2013).

Pernyataan wakil bupati ini merupakan salah satu bentuk mitos (anggapan yang salah) tentang HIV/AIDS karena perilaku berisiko tertular HIV melalui hubungan seksual bukan karena sifat hubungan seksual (berganti-ganti pasangan di luar nikah) tapi karena kondisi hubungan seksual (salah satu mengidap HIV/AIDS dan laki-laki tidak memakai kondom setiap kali sanggama).

Pernyataan wakil bupati itu terkait dengan keberadaan villa di kawasan Cipanas. Disebutkan bahwa yang menjadi salah satu pemicu meningkatnya penderita HIV/AIDS di Cianjur adalah keberadaan vila yang kerap menjadi tempat praktik melakukan hubungan seksual di luar nikah.

Terkait dengan pernyataan di atas, maka ada beberapa pertanyaan yang tidak terjawab dalam berita tsb. yaitu: Apa kaitan hubungan seksual di luar nikah  di vila-vila tsb. dengan penduduk Cianjur?

Kalau penduduk Cianjur sebagai pemilik vila hanya menyewakan vila untuk pasangan yang melakukan hubungan seksual di dalam dan di luar nikah di vila-vila yang disewakan tentu saja tidak ada kaitannya secara langsung dengan penyebaran HIV/AIDS di Cianjur.

Yang menjadi persoalan besar adalah jika laki-laki dan perempuan dewasa penduduk Cianjur merupakan bagian langsung dari praktek pelacuran di vila-vila yang disewakan.

Disebutkan oleh Suranto bahwa di Kab Cianjur tidak ada lokalisasi pelacuran, tapi praktik pelacuran tetap marak meski bentuknya terselubung.

Selama ini pemerintah-pemerintah kabupaten dan kota di Indonesia selalu membusungkan dada dengan mengatakan di daerahnya tidak ada pelacuran hanya karena tidak ada lokalisasi pelacuran yang dibentuk berdasarkan regulasi. Bahkan, ada beberapa daerah yang dengan lantang mengatakan tidak ada pelacuran di daerahnya karena daerah tsb. mempunyai perda anti pelacuran.

Tapi, tunggu dulu. Biar pun di Kab Cianjur marak terjadi praktek pelacuran kalau penduduk Cianjur tidak ada yang melacur maka tidak ada persoalan bagi Cianjur.

Kuncinya adalah pada penduduk Cianjur.

Selama ada laki-laki dewasa penduduk Cianjur yang melacur baik di Cianjur maupun di luar Cianjur, serta perempuan penduduk Cianjur yang menjadi pekerja seks komersial (PSK) di Cianjur atau di luar Cianjur, maka selama itu pula penyebaran HIV/AIDS di Kab Cianjur akan terus terjadi.

Disebutkan oleh Suanto bahwa sulit untuk melakukan pengawasan terhadap penggunaan vila-vila itu. Satpol PP pun tidak mungkin melakukan pengawasan terhadap semua vila.

Lagi pula biar pun diawasi bisa saja penyewanya datang sebagai ’keluarga’ dan tidak bisa Satpol PP mengawasi secara langsung kamar per kamar di vila. Tidak akan ada hukum yang membenarkan pengawasan terhadap kamar-kamar di penginapan, losmen, vila, hotel melati dan hotel berbintang.

Yang bisa dilakukan adalah penyewa vila atau tamu harus menunjukkan surat nikah jika berpasangan. Tapi, bisa saja terjadi pasangan menyewa vila atau kamar yang berbeda dan mereka bisa saling berkunjung.

Di salah satu kota di Indonesia ada dua hotel yang berseberangan di jalan yang sama. Satu hotel menyaratkan surat nikah jika tamu berpasangan, sedangkan hotel yang diseberangnya tidak menetapkan sarat surat nikah. Maka, hotel yang menyaratkan surat nikah selalu penuh dengan tamu laki-laki tapi mereka ’nginap’ di hotel seberang.

Disebutkan lagi bahwa pemerintah kabupaten sering melakukan sosialisasi tentang HIV/AIDS ke berbagai kalangan.

Suranto juga mengatakan: "Namun tanpa adanya perubahan perilaku masyarakat upaya menekan angka penderita HIV/AIDS sulit dilakukan."

Adalah hal yang mustahil mengharapkan perubahan perilaku semua orang dengan cepat. Maka, pada kurun waktu dari sosialisasi HIV/AIDS sampai terjadi perubahan perilaku sudah banyak insiden infeksi HIV baru yang terjadi.

Maka, yang diperlukan bukan sosialisasi, tapi program yang konkret dan sistematis serta terukur yaitu memaksa laki-laki memakami kondom jika melakukan hubungan seksual dengan PSK. Tapi, ini hanya bisa dilakukan kalau pelacuran dilokalisir.

Kendali ada pada Pemkab Cianjur: membiarkan praktek pelacuran terselubung dengan risiko penyebaran HIV/AIDS terus terjadi atau membuat regulasi tentang pelacuran agar program penanggulangan bisa dilakukan secara efektif.***

- AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.