Oleh: Syaiful W. Harahap*
Catatan:
Naskah ini dimuat di Harian “Radar
Banten”, Serang,
Baten, edisi Sabtu, 22 Maret 2008.
Berita
“Banten Rawan HIV/AIDS,
Masuk 7 Besar Daerah Penyebaran”
di Harian “Radar Banten” edisi 15/3-2008 mengesankan sensasi
daripada fakta.
Berita “Banten Rawan HIV/AIDS,
Masuk 7 Besar Daerah Penyebaran” di Harian “Radar Banten” edisi 15/3-2008
mengesankan sensasi daripada fakta. Terkait dengan epidemi HIV/AIDS maka yang
rawan adalah perilaku orang per orang bukan daerah. Tidak ada daerah atau
negara yang rawan HIV/AIDS. Angka yang dikemukakan sensasional untuk ukuran
Baten sehingga bisa menimbulkan penafsiran yang salah terhadap HIV/AIDS.
Angka kasus HIV/AIDS diperoleh
dari estimasi dan prediksi yang dihitung berdasarkan beberapa faktor yang
terkait langsung dengan penularan HIV, dan yang dilaporkan (kasus HIV/AIDS yang
terdeteksi melalui tes HIV yang baku yaitu hasil tes pertama harus dikonfirmasi
dengan tes lain). Maka, pertanyaan yang sangat mendasar dari angka yang
dikemukakan dalam berita (6.590 kasus HIV/AIDS) adalah: dari mana sumber angka
itu?
Pertama, kalau angka itu
merupakan estimasi atau prediksi maka angka itu tidak menggambarkan kasus
HIV/AIDS yang terdeteksi melalui tes HIV yang baku. Angka itu merupakan
peringatan bagi penduduk Banten agar menghindari perilaku berisiko tinggi
tertular HIV. Perilaku berisiko tinggi tertular HIV terkait dengan hubungan
seks adalah melakukan hubungan seks tanpa kondom di dalam atau di luar nikah
dengan pasangan yang berganti-ganti atau dengan seseorang yang sering
berganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks komersial (PSK).
Perilaku Berisiko
Kedua, kalau angka itu
merupakan jumlah kasus yang dilaporkan maka itu artinya bencana besar akan
dihadapi Pemprov Banten. Memang, saat ini belum ada dampak langsung karena ada
kemungkinan infeksi HIV belum mencapai masa AIDS sehingga tidak ada keluhan
kesehatan terkait dengan HIV/AIDS. Tapi, 5-10 tahun ke depan akan terjadi
‘ledakan AIDS’ karena banyak di antaranya sudah mencapai masa AIDS sehingga
sudah ada keluhan kesehatan. Jika sudah pada masa AIDS maka penyakit, disebut
infeksi oportunistik, akan mudah menyerang sehingga Odha (Orang dengan
HIV/AIDS) akan memerlukan perawatan medis. Jika infeksi oportunistik tidak
ditangani secara medis maka akan menyebabkan kematian pada Odha.
Hal itulah yang dialami Thailand.
Dua dekade lalu ahli-ahli epidemilogi sudah mengingatkan Negara Gajah Putih itu
terhadap epidemi HIV. Tapi, penguasa negara itu menampik peringatan ahli-ahli
Barat. Rupanya, penguasa di sana melihat rakyatnya berbudaya dan beragama. Apa
yang terjadi kemudian? Kasus HIV/AIDS meledak sampai mendekati angka satu juta
kasus.
Di sebuah provinsi yang terkenal
dengan gadis-gadisnya yang cantik terjadi kontra produktif karena ledakan AIDS.
Banyak gadis dari provinsi itu yang menjadi PSK di Bangkok dan kota-kota tujuan
wisata lain di Thailand. Ketika mereka bekerja sebagai PSK mereka mengirimkan
uang ke kampung halamannya. Keluarganya di kampung pun memakai uang untuk
usaha. Tapi, ketika mereka mulai sakit karena penyakit yang terkait dengan
infeksi HIV/AIDS maka mereka pulang kampung. Harta yang dibeli dari uang
kiriman pun habis untuk membiayai pengobatan.
Beruntunglah Thailand karena
biksu mau menampung dan merawat korban AIDS di vihara.
Bercermin dari pengalaman Thailand itu maka Prov Banten perlu mawas diri. Ketika kasus hanya hitungan jari, kegiatan untuk pananggulangan AIDS rendah sehingga banyak kasus yang tidak terdeteksi yang berpotensi mendorong ledakan AIDS. Dari mana kasus HIV/AIDS itu?
Kasus HIV/AIDS terdeteksi pada
orang-orang (laki-laki dan perempuan) yang melakuklan perilaku berisiko tinggi
tertular HIV yaitu (a) orang-orang (laki-laki dan perempuan) yang sering
melakukan hubungan seks tanpa kondom di dalam atau di luar nikah dengan
pasangan yang berganti-ganti, (b) orang-orang (laki-laki) yang yang sering
melakukan hubungan seks tanpa kondom di dalam atau di luar nikah dengan
seseorang (perempuan, seperti PSK atau perempuan panggilan) yang sering
berganti-ganti pasangan, (c) orang-orang (laki-laki dan perempuan) yang
menerima transfusi darah yang tidak diskrining HIV, dan (d) orang-orang
(laki-laki dan perempuan) yang memakai jarum suntik secara bersama-sama dengan
bergiliran dan bergantian, terutama pada pengguna narkoba dengan suntikan.
Orang-orang inilah yang menghasilkan angka HIV/AIDS.
Dalam berita disebukan “Sebanyak
6.590 penderita HIV/AIDS yang terdapat di Banten merupakan ODHA (orang dengan
HIV/AIDS) dewasa. Dari jumlah estimasi itu yang baru ditemukan sekitar 1.005
penderita”. Dari pernyataan itu jelas bahwa angka 6.590 adalah angka estimasi.
Tapi, disebutkan bahwa sudah terdeteksi 1.005 penderita. Ini akan menjadi beban
bagi Pemprov Banten ketika mereka sudah mencapai masa AIDS.
Bom Waktu
Bom Waktu
Disebutkan pula dalam berita
bahwa kasus terbanyak terdeteksi di kalangan pengguna narkoba. Di sini ada
fakta yang tidak muncul sehingga mengesankan kasus HIV/AIDS lebih banyak di
kalangan pengguna narkoba. Kasus HIV/AIDS banyak terdeteksi di kalangan
pengguna narkoba karena pengguna narkoba yang akan menjalani rehabilitasi
(pengobatan) diwajibkan menjalani tes HIV. Tapi, sampai sekarang tidak ada
mekanisme yang bisa menjaring kasus HIV/AIDS di kalangan laki-laki dan
perempuan yang perilaku seksnya berisiko tinggi tertular HIV. Kasus HIV/AIDS di
kalangan yang perilaku seksnya berisiko tinggi akan menjadi ‘bom waktu’ ledakan
kasus AIDS.
Jika kelak terjadi ladakan AIDS
apakah rumah sakit di Banten siap menampung Odha dengan keluhan infeksi
oportunistik? Begitu pula dengan biaya: rumah sakit, dokter, obat
antiretroviral, dan obat infeksi oportunistik. Bagi yang mampu tidak ada
masalah, tapi kalau ledakan AIDS terjadi pada rakyat miskin apakah rumah sakit
mau merawat mereka secara gratis? Apakah rumah-rumah ibadah di Banten mau
menampung dan merawat mereka seperti yang dilakukan biksu di Thailand?
Jika kita tidak ingin hal itu
terjadi di Banten maka mulai sekarang galakkan penyuluhan HIV/AIDS dengan
materi KIE (komunikasi, informasi, dan edukasi) yang akurat yang mendepankan
fakta medis. Soalnya, selama ini materi KIE (komunikasi, informasi, dan
edukasi) tentang HIV/AIDS selalu dikait-kaitkan dengan norma, moral, dan agama
sehingga masyarakat hanya menangkap mitos (anggapan yang salah) tentang
HIV/AIDS.
Misalnya, mengait-ngaitkan
penularan HIV dengan zina, melacur, jajan, selingkuh, seks pranikah, ‘seks
menyimpang’, ‘seks bebas’, waria, dan homoseksual. Padahal, penularan HIV
melalui hubungan seks di dalam atau di luar nikah (bisa) terjadi kalau salah
satu ata kedua-dua pasangan itu HIV-positif dan laki-laki tidak memakai kondom
setiap kali melakukan hubungan seks. Sebaliknya, kalau dua-duanya HIV-negatif
maka tidak ada risiko penularan HIV biar pun hubungan seks tanpa kondom
dilakukan dengan zina, melacur, jajan, selingkuh, seks pranikah, ‘seks
menyimpang’, ‘seks bebas’, waria, dan homoseksual.
Dalam jumlah yang dapat
ditularkan HIV terdapat dalam cairan darah (laki-laki dan perempuan), air mani,
cairan vagina dan ASI. Penularan HIV melalui darah yang mengandung HIV bisa
terjadi melalui transfusi darah, jarum suntik, jarum tindik, jarum akupunktur,
jarum tattoo, alat-alat kesehatan, dan cangkok organ tubuh. Penularan HIV
melalui air mani dan cairan vagina yang mengandung HIV bisa terjadi melalui
hubungan seks di dalam atau di luar nikah. Penularan HIV melalui air susu ibu
yang mengandung HIV bisa terjadi melalui proses menyusui. Mencegah penularan
HIV adalah mencegah agar darah, air mani, cairan vagina, dan ASI yang
mengandung HIV tidak masuk ke tubuh. Ini fakta medis. Tapi, karena selama ini
fakta ini tidak muncul ke permukaan maka banyak orang yang tidak mengetahuinya
dengan akurat.
Untuk itu dianjurkan kepada
orang-orang yang perilaku seksnya berisiko tinggi tertular HIV agar mau menjalani
tes HIV dengan sukarela. Semakin banyak orang yang terdeteksi HIV-positif maka
kian banyak pula mata rantai penyebaran HIV yang diputus. (*)
* Pemerhati berita HIV/AIDS di media massa
[URL: http://radarbanten.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&artid=24002]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.