23 Oktober 2013

“Arisan Gigolo” di Sukabumi, Jawa Barat: Mendorong Penyebaran HIV/AIDS di Masyarakat


Salabintana, Kab Sukabumi, 22 Oktober 2013 - Selain praktek pelacuran, yang kasat mata yang melibatkan pekerja seks komersial (PSK) langsung dan praktek pelacuran tidak kasat mata yang melibatkan PSK tidak langsung ada pula praktek gigolo (KBBI: 1 laki-laki bayaran yang dipelihara seorang wanita sebagai kekasih; 2 laki-laki sewaan yang pekerjaannya menjadi pasangan berdansa) yang menyediakan jasa layanan seks dalam berbagai tameng terhadap perempuan-perempuan yang menginginkan kepuasan seks.

PSK langsung adalah PSK yang ada di tempat-tempat pelacuran, jalanan, taman,dll. sedangkan tidak langsung adalah cewek pemijat, cewek bar, cewek kafe, cewek pub, ABG, anak sekolah, mahasiswi, ayam kampus, ibu-ibu, cewek gratifikasi seks, dll.

Gigolo adalah laki-laki dewasa yang perilakunya berisiko tinggi tertular HIV karena melakukan hubungan seksual dengan perempuan yang berganti-ganti.

Di wilayah Kabupaten Sukabumi dan Kota Sukabumi, dua-duanya di Jawa Barat, ada gigolo berasal dari Jakarta yang sudah meminum obat antiretroviral (ARV) membuka ’layanan seks’. Gigolo ini adalah laki-laki yang mengidap HIV/AIDS.

Gigolo tadi dijadikan pemuas seks dalam bentuk ’arisan’ oleh beberapa perempuan di dua wilayah itu. ”Ada yang ’di-booking mingguan, ada pula bulanan,” kata sumber ”AWI” di Sukabumi.

Melihat gelagat itu Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kab Sukabumi mendekati gigolo yang ’praktek’ di Sukabumi sebagai upaya advokasi agar mereka tidak melayani perempuan-perempuan ’haus seks’ karena ada risiko penyebaran HIV.

”Kami sudah berhasil menemui mereka,” kata dr Asep Suherman, Sekretaris KPA Kab Sukabumi. Namun, dr Asep hanya bisa mengurut data kara gigolo itu tidak bersedia diajak diskusi jika tidak dibayar.

Kasus kumulatif HIV/AIDS di Kab Sukabumi sampai September 2013 tercatat 84, dari jumlah ini 15 di antaranya ibu rumah tangga. Yang meminum obat ARV tercatat 19.

”Wani piro.” Itulah jawaban gigolo yang ditemui KPA Kab Sukabumi ketika diajak diskusi sebagai upaya untuk memberikan pemahaman kepada mereka terkait dengan perilaku yang mereka lakukan.

”Ya, saya mundur karena kami tidak mempunyai dana,” kata dr Asep dengan nada kecewa.

Jangankan untuk biaya penjangakuan, dana untuk opeasional KPA Kab Sukabumi yang diajukan Bupati H Sukmawijaya sebesar Rp 700 juta ternyata ’disunat’ separuh oleh DPRD Kab Sukabumi sehingga anggaran KPA Kab Sukabumi hanya Rp 350 juta.

Dalam kaitan itulah Pak Bupati berharap agar wartawan ikut mendukung program penanggulangan HIV/AIDS. Hal ini disampaikan Sukmawijaya pada pengarahan ”Temu Media” dengan wartawan Kab Sukabumi di Salabintana (22/10-2013).

Wartawan media cetak dan elektronik serta online mendukung ajakan Pak Bupati. Temu media diselenggarakan oleh KPA Kab Sukabumi-KPA Jabar dengan dukungan HCPI-AusAID yang  diikuti oleh 26 wartawan yang merupakan pembekalan untuk meliput dan menulis berita dan laporan tentang HIV/AIDS.***

- AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap

5 komentar:

  1. hebat ya bupatinya, peduli sekali pendanaan penanggulangan AIDS

    BalasHapus
  2. mungkin di KPA belum ada program penjangkauan untuk gigolo ? Yg ada cuma GWL, PSK

    BalasHapus
  3. Nama:fahri adam. umur:21 tahun. saya siap melayani tante-tante yang membutuh khan.sebagai patner tidur.teman curhat.kawin kontrak. Bagi tante-tante hyperseks rahasia terjamin aman. hub 087867577214 pin7fD6c5f8

    BalasHapus
  4. yang Butuh Kehangatan hub: 085382094000
    bisa Dijadiin Brondong Simpanan
    Posisi di Bangka diluar Bangka Siap dijemput

    BalasHapus

Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.