Berita “Soal AIDS, Jangan Hanya Berpolemik” yang dimuat di Harian “Suara
Merdeka” edisi 20 Oktober 2003 lagi-lagi menyuburkan mitos (anggapan yang
salah) tentang HIV/AIDS.
Misalnya, disebutkan “ …. bagaimana menghentikan pertumbuhan penyakit
mematikan itu”. Semua penyakit mematikan. Bahkan, penderita demam berdarah dan muntaber
hanya hitungan jam menjelang maut jika tidak ditangani secara medis. Sedangkan
seseorang yang terinfeksi HIV baru mencapai masa AIDS antara 5-10 tahun.
Penularan HIV dapat dicegah dengan teknologi kedokteran yakni menghindarkan
diri dari perilaku berisiko tinggi tertular HIV yaitu (1) tidak melakukan
hubungan seks (heteroseks, seks oral, seks anal atau homoseks) tanpa kondom
dengan pasangan yang berganti-ganti di dalam dan di luar nikah, (2) tidak
melakukan hubungan seks (heteroseks, seks oral, seks anal atau homoseks) tanpa
kondom dengan seseorang yang suka berganti-ganti pasangan di dalam dan di luar
nikah, (3) tidak menerima transfusi darah yang tidak diskrining, dan (4) tidak
memakai jarum suntik secara bersama-sama dengan bergiliran.
Angka 191 sebagai kasus HIV/AIDS di Semarang juga tidak dijelaskan karena
angka yang dikeluarkan Depkes tanggal 2 Oktober 2003 di Jawa Tengah kasus
HIV/AIDS tercatat 98. Apakah angka 191 hasil survailans tes HIV atau angka
kasus HIV-positif dan AIDS yang dilaporkan?
Pernyataan “ ….penularan HIV/AIDS sebagian besar karena hubungan seks
seperti oral, anal, ciuman dalam” tidak akurat karena data menunjukkan
penularan utama HIV secara global justru melalui heteroseks (laki-laki ke
perempuan atau sebaliknya). Ada pula disebutkan “….faktor keturunan ibu hamil
penderita HIV/AIDS”. Ini pun tidak akurat karena HIV/AIDS bukan penyakit keturunan. HIV adalah
penyakit menular seperti flu, hepatitis, dll. Seorang perempuan yang
HIV-positif berisiko menularkan HIV kepada bayi yang dikandugnya ketika
persalinan dan menyusui dengan ASI (air susu ibu).
Di bagian lain disebut pula “ ….langkah memerangi penyakit itu masih
terganjal oleh sikap masyarakat sendiri. Masih ada stigma dan diskriminasi yang
dilakukan masyarakat umum terhadap penderita HIV/AIDS.” Ini tidak objektif
karena selama ini masyarakat dibodohi oleh orang-orang yang membicarakan
HIV/AIDS yang membalut lidahnya dengan moral dan agama sehingga yang muncul
adalah mitos.
Pernyataan Nurul Arifin tentang remaja pengguna narkoba pun sangat tidak
fair karena tidak membandingkannya dengan pengguna narkoba di kalangan dewasa.
Hal ini hanya memojokkan remaja. ***
- AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.