11 September 2013

Melacur karena Tidak Puas dengan Pasangan


Tanggapan Berita (12/9-2013) – Tingginya jumlah pengidap HIV di kalangan heteroseksual ini dipicu oleh ketidakpuasan mereka terhadap pasangan sendiri. Ini pernyataan dalam berita ”Ibu Rumah Tangga di Jawa Barat Rentan Tertular HIV” (tempo.co, 2/9-2013).

Kesimpulan itu tentulah terlalu naif karena hubungan seksual dengan pekerja seks komersial (PSK) pun tidak selamanya seorang laki-laki mendapatkan kepuasan. Bahkan, bisa di-bully PSK dengan sindiran kalau hubungan seksual berjalan singkat. Selain itu laki-laki yang berzina dengan PSK pun sering ditipu PSK yang mengesankan sudah orgasme (Lihat: Duka Derita PSK di ‘Sarkem’ Yogyakartahttp://edukasi.kompasiana.com/2011/06/11/duka-derita-psk-di-%E2%80%98sarkem%E2%80%99-yogyakarta-372263.html).

Kalau alasan laki-laki, terutama yang beristri, melacur karena tidak puas itu boleh-boleh saja, tapi dengan catatan tidak membawa pulang penyakit. Nah, untuk itu tidak cukup hanya sebatas sosialisasi pemakaian kondom bagi laki-laki yang melacur, tapi diperlukan intervensi yang konkret dengan regulasi.

Tentu saja intervensi hanya bisa dilakukan jika praktek pelacuran dilokalisir. Celakanya, semua daerah di Jabar menutup lokasi pelacuran, tapi membiarkan praktek pelacuran terjadi di banyak tempat sepanjang hari.

Menurut Bony Wiem Lestari, dokter peneliti dari Departeman Epidemologi dan Biostatistik Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Bandung, tren epidemi HIV di Jawa Barat kini memasuki gelombang ketiga yaitu penularan pada kalangan heteroseksual.

Tentu saja pernyataan dr Bony itu hanya mitos yang berpijak pada upaya pemerintah menggiring opini masyarakat bahwa HIV/AIDS adalah penyakit kalangan homoseksual. Ini ditandai dengan keputusan pemerintah menetapkan kasus HIV/AIDS pertama di Indonesia yaitu kasus HIV/AIDS pada seorang wisatawan laki-laki gay asal Belanda yang meninggal di Bali (1987).

Tahun-tahun sebelumnya ada kematian dengan kasus ARC (AIDS related complex) pada seorang perempuan warga negara Indonesia di sebuah rumah sakit di Jakarta, tapi tidak diakui pemerintah. Begitu juga dengan penelitian Prof Dr Zubairi Djoerban terhadap waria di Jakarta yang menunjukkan ada waria dengan kondisi terkait HIV/AIDS.

Kasus awal HIV/AIDS di Indonesia justru terdeteksi pada perempuan, dalam hal ini PSK, di Surabaya. Kelahiran terkait HIV/AIDS juga terjadi di Bojonegoro, yaitu seorang PSK melahirkan dengan kondisi mengidap HIV/AIDS.

Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Provinsi Jawa Barat mencatat jumlah ibu rumah tangga yang tertular HIV sejak 2006 hingga 2012 sebanyak 763 orang; anak-anak sekitar 99 orang dan 501 PSK.

Kalau saja dr Bony dan Sekretaris Harian KPA Jabar, Pantjawidi Djuharnoko, mengajak wartawan menulis reportase dengan materi berupa data jumlah ibu rumah tangga yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS akan lebih bermanfaat daripada sekedar menceritakan gelombang AIDS.

Dengan 763 ibu rumah tangga yang mengidap HIV/AIDS berarti ada 763 laki-laki yang juga mengidap HIV/AIDS. Kalau 763 laki-laki mempunyai istri lebih dari satu dan menjadi pelanggan PSK pula tentulah mata rantai penyebaran HIV/AIDS di Jawa Barat sudah bagaikan deret ukur.

Begitu pula dengan 501 PSK pengidap HIV/AIDS. Andaikan setiap malam mereka meladeni tiga laki-laki ’hidung belang’ tanpa kondom berarti ada 1.503 laki-laki tiap malam yang berisiko tertular HIV. Andaikan yang tertular sepuluh persen, maka ada 150 laki-laki di Jabar yang tertular HIV setiap malam.

Laki-laki yang tertular HIV dari PSK menjadi mata rantai penyebaran HIV di masyarakat, al. melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah. Buktinya dapat disimak dari kasus HIV/AIDS pada ibu rumah tangga.

Selama Pemprov Jabar tidak menjalankan penanggulangan yang konkret di hulu, yaitu tidak ada upaya yang realistis dan terukur, untuk menurunkan insiden infeksi HIV baru pada laki-laki ’hidung belang’, maka selama itu pula terjadi penyebaran HIV yang kelak bermuara pada ’ledakan AIDS’.***

- AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.