* Wacana tes HIV bagi calon pengantin di Sumedang,
Jabar, tidak menyentuh akar persoalan penyebaran HIV
Tanggapan Berita (21/8-2013) – ”Calon Pengantin di Sumedang
Diusulkan Wajib Tes HIV/AIDS”. Ini judul berita di tribunnews.com (21/8-2013).
Wacana itu sudah lama bergulir. Tapi, tanpa disadari jika hal itu
dijalankan maka tidak ada manfaatnya. Sia-sia. Menggantang asap.
Mengapa?
Tes HIV bukan vaksin. Artinya, biar pun satu pasangan tidak mengidap
HIV/AIDS ketika menikah itu tidak jaminan selamanya mereka akan bebas dari
HIV/AIDS (Lihat: Sia-sia, Tes HIV Sebelum Menikah - http://www.aidsindonesia.com/2012/08/sia-sia-tes-hiv-sebelum-menikah_30.html).
Bisa saja setelah menikah salah satu dari pasangan itu tertular HIV, al.
melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah dengan
pasangan yang berganti-ganti atau dengan yang sering berganti-ganti pasangan,
seperti pekerja seks komersial (PSK).
Selain itu tes HIV pun bisa menghasilkan positif palsu (HIV tidak ada di
dalam darah tapi hasil tes reaktif) atau negatif palsu (HIV sudah ada di dalam
darah tapi hasil tes nonreaktif karena reagen tidak bisa mendeteksi antibody
HIV yang belum ada di dalam darah).
Hasil tes HIV negatif palsu bisa terjadi jika calon mempelai itu menjalani
tes HIV pada masa jendela. Artinya, yang dites tertular HIV di bawah tiga bulan
(Lihat Gambar).
Usul tes HIV bagi pasangan calon
pengantin muncul pada pembahasan
rancangan peraturan daerah (Raperda) pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS saat dengar pendapat Panitia Khusus (Pansus)
Raperda Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS di DPRD Sumedang (20/8-2013).
Sekretaris Pansus, drg Rahmat Juliadi, mengatakan pasangan calon pengantin harus tahu kondisi
pasangannya.
Rahmat rupanya lupa kalau kondisi pasangan melalui tes HIV hanya berlaku
saat tes HIV itu saja. Artinya, setelah tes HIV bisa saja ada di antara calon
pasangan pengantin itu yang tertular HIV (Lihat Gambar 1).
Hasil tes HIV sebelum menikah juga akan jadi bumerang [KBBI: perkataan (perbuatan, ulah, peraturan,
dsb) yg dapat merugikan atau mencelakakan diri sendiri] bagi pasangan tsb., terutama istri.
Misalnya, setelah menikah terdeteksi anak atau istri mengidap HIV/AIDS.
Maka, suami akan bertolak pinggang, menepuk dada dan menuding istrinya:
Kamu selingkuh!
Koq bisa?
Ya, iyalah. Suami ’kan sudah memegang ’surat bebas AIDS’ berdasarkan tes
HIV sebelum menikah. Maka, suami pun berpegang teguh pada hasil tes tsb. dan
menyalahkan istrinya.
Menurut Sekretaris Komisi Penanggulangan Aids (KPA) Sumedang, Hilman Taufik,
banyak ibu rumah tangga yang tertular HIV dari suaminya.
Pertanyaan untuk Hilman: Apakah bisa dibuktikan bahwa suami mengidap
HIV/AIDS sebelum menikah?
Ini yang jadi persoalan besar karena kalau suami sudah mengidap HIV/AIDS ketika
menikah, maka anak-anak mereka, mulai dari anak pertama berisiko tertular HIV
(Lihat Gambar 2).
Kalau dari kasus-kasus ibu rumah tangga yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS
di Kab Sumedang ternyata anak pertama mereka tidak mengidap HIV/AIDS bisa jadi
suami tertular HIV sesudah menikah.
Raperda AIDS Kab Sumedang hanya copy-paste dari perda-perda yang sudah ada.
Bahkan, di Jabar sudah ada delapan perda (satu provinsi dan tujuh
kabupaten/kota) dan satu pergub.
Apakah Pansus Raperda AIDS Kab Sumedang belajar dari perda-perda yang sudah
ada?
Jika melihat usulan dan wacana yang muncul pansus itu sama sekali tidak
belajar dari kegagalan puluhan perda AIDS yang sudah ada di Indonesia (Lihat: Menyorot Raperda AIDS Kabupaten Sumedang
- http://www.aidsindonesia.com/2013/07/menyorot-raperda-aids-kab-sumedang.html).
Maka, yang diperlukan adalah konseling atau bimbingan sebelum menikah yaitu
memberikan informasi yang akurat tentang HIV/AIDS.
Melalui konseling itu calon pengantin diajak jujur pada dirinya sendiri.
Kalau ada di antara mereka yang merasa perilakunya berisiko, maka dianjurkan
tes HIV.
Konseling sebelum menikah mendorong pasangan itu agar selalu menghindari perilaku
berisiko tertular HIV karena tanpa disadari kawin-cerai dan beristri lebih dari
satu pun merupakan perilaku berisiko tertular dan menularkan HIV.***
- AIDS Watch
Indonesia/Syaiful W. Harahap
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.