Media Watch (12/8-2013) – Ketika
dunia sudah meninggalkan istilah atau terminologi yang tidak pas, tapi dalam
peraturan daerah (Perda) Kab Purwakarta, Jabar, No 6 Tahun 2013 tanggal 8 April
2013 tentang Pengendalian HIV/AIDS dan Penyakit Menular Seksual (PMS) di
Kabupaten Purwakarta justru istilah usang dipakai, yaitu PMS.
Istilah PSM sudah lama
ditinggalkan karena tidak semua infeksi yang terjadi melalui hubungan seksual
tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, merupakan penyakit yang terjadi di
alat kelamin. Itulah sebabnya PMS diganti dengan IMS (infeksi menular seksual).
Dengan jumlah kasus kumulatif
HIV/AIDS sebsnyak 58 di Kab Purwakarta sampai Desember 2012 sudah saatnya
diperlukan penanggulangan yang konkret dan sistematis karena angka itu tidak
menggambarkan kasus yang sebenarnya di masyarakat.
Persoalannya kemudian adalah: Apakah
perda tsb. Menukik ke akar persoalan terkait dengan penanggulangan HIV/AIDS?
Di Pasal 7 disebutkan: Selain
HIV/AIDS, jenis penyakit dalam kategori PMS meliputi: a. sifilis, b. klamidia,
c. kankroid, d. gonore, dan e. penyakit lainnya yang menular akibat
dilakukannya hubungan seksual.
Padahal, ada satu lagi yang
sangat mudah menular dan cara penularannya persis sama dengan HIV/AIDS yaitu
virus hepatitis B (HBV). Tapi, dalam perda ini HBV diabaikan. Infeksi virus ini tidak terjadi pada alat kelamin,
sama seperti HIV/AIDS. Infeksi virus hepatitis B dan HIV/AIDS terjadi di darah.
Pernyataan pada huruf e itu pun akurat karena penularan terjadi bukan
karena hubungan seksual, tapi karena salah satu dari pasangan itu mengidap IMS
dan laki-laki tidak memakai kondom.
Perda AIDS Purwakarta ini sendiri merupakan perda yang ke-69 di Indonesia
dan yang ke-7 di Jawa Barat (Lihat Tabel I).
Kalau saja yang menyusun perda ini membaca perda-perda AIDS yang sudah ada,
khususnya di Jabar, tentulah Perda AIDS Purwakarta akan lebih baik. Tapi,
kenyataannya sama saja dengan perda-perda lain alias copy-paste.
Disebutkan di Pasal 5 ayat 1 dan 2: Sasaran Pengendalian HIV/AIDS dan PMS
adalah masyarakat Kabupaten Purwakarta yang dibagi ke dalam kelompok sasaran
meliputi
a. kelompok pengidap (infected population);
b. kelompok beresiko
tertular/rawan penularan (high risk population);
c. kelompok rentan (vurnerable
population);
d. masyarakat umum (general
population).
Pertanyaannya adalah: Apa dan
bagaimana program yang dijalankan untuk mencapai target pasal 1 dan 2?
Langkah yang dilakukan
berdasarkan ‘titah’ perda ini adalah dengan komunikasi, informasi dan edukasi
(KIE) tentang HIV/AIDS dan IMS secara langsung atau menggunakan sebaran media
massa dan alat peraga sosialisasi lainnya kepada setiap kelompok sasaran.
Pertanyaan berikutnya adalah:
Apakah ada jaminan dengan KIE tsb. tidak akan ada lagi penduduk Kab Purwakarta
yang melakukan kegiatan berisiko tertular HIV?
Tentu saja tidak ada jaminan
karena Pemkab Purwakarta tidak mungkin bisa mengawasi penis semua laki-laki
dewasa.
Pemkab Purwakarta bisa saja
membusungkan dada dengan mengatakan: Di wilayah Kab Purwarkata tidak ada
pelacuran!
Tentu saja tidak jaminan di
wilayah Kab Purwakarta tidak ada jaminan bahwa tidak ada praktek pelacuran
karena yang tidak ada adalah pelacuran yang dilokalisir di lokalisasi.
Sedangkan praktek pelacuran (hubungan seksual di luar nikah dengan bayaran
uang) terjadi setiap saat di banyak tempat.
Selain itu Pemkab Purwakarta juga
tidak bisa mengawasi perilaku penduduknya yang bepergian ke luar daerah dan
luar negeri.
Maka, langkah konkret yang bisa
dilakukan Pemkab Purwakarta untuk menurunkan insiden infeksi HIV baru pada
laki-laki dewasa adalan dengan program ‘wajib kondom’ bagi laki-laki yang
melakukan hubungan seksual dengan pekerja seks komersial (PSK). Ini hanya bisa
efektif jika pelacuran dilokalisir.
Pencegahan lain disebutkan di
Pasal 11: Pencegahan penularan dari ibu ke anak dilakukan melalui:
a. optimalisasi dukungan medis
bagi perempuan ODHA agar dapat merencanakan kehamilan sehingga dapat mencegah
penularan dari Ibu ke anak yang dikandungnya secara dini;
b. penyediaan dan pemberian obat
antiretroviral pada Ibu hamil ODHA;
c. penyediaan layanan persalinan
bagi ibu hamil ODHA/PMS di setiap Unit Pelayanan Kesehatan;
d. dukungan penyediaan makanan pengganti ASI; dan e. konseling kesehatan
ibu dan bayi secara berkelanjutan.
Yang menjadi persoalan besar adalah penularan HIV dari-ibu-ke-bayi yang
dikandungnya pada perempuan yang belum terdeteksi mengidap HIV/AIDS.
Celakanya, perda ini sama sekali
tidak memberikan langkah konkret untuk mendeteksi HIV/AIDS pada perempuan
hamil.
Program pada Pasal 11 itu
dilakukan terhadap perempuan yang sudah terdeteksi mengidap HIV/AIDS. Sedangkan
risiko penularan dari-ib-ke-bayi yang dikandungnya pada perempuan yang belum
terdeteksi mengidap HIV/AIDS tidak terjangkau sehingga anak yang lahir dengan
HIV/AIDS akan terus bertambah.
Upaya mencegah penularan HIV
melalui hubungan seksual diatur di Pasal 12: Pencegahan Transmisi Seksual
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf d dilaksanakan melalui:
a. pemantauan, penjangkauan, dan
pendampingan secara aktif kepada kelompok pengidap (infected population),
kelompok rawan tertular (high risk population), dan kelompok rentan (vurnerable
population) untuk mendorong perubahan perilaku seksual secara sehat;
b. pengadaan dan distribusi kondom
kepada kelompok pengidap (infected population), kelompok rawan tertular
(high risk population), dan kelompok rentan (vurnerable population)
melalui puskesmas, rumah sakit, dan unit-unit layanan kesehatan terutama pada
lokasi atau tempat keberadaan kelompok rawan tertular (high risk population);
c. pelayanan pemeriksaan dan penyediaan obat antirteroviral di
kantung-kantung lokasi dari kelompok rawan tertular (high risk population).
Di ayat a disebutkan: untuk mendorong perubahan perilaku seksual secara
sehat.
Pertanyaannya adalah:
(1) Berapa lama waktu yang dibutuhkan agar terjadi perubahan perilaku
(berisiko tertular HIV)?
(2) Apakah ada jaminan selama pendampingan dan penjangkauan untuk mencapai
perubahan perilaku bahwa orang-orang yang didampingi tidak akan melakukan
perilaku berisiko tertular HIV?
(3) Apa yang dimaksud dengan ’perilaku seksual secara sehat’?
Semua hubungan seksual, di dalam dan di luar nikah, dengan berbagai
orientasi seksual secara biologis merupakan perilaku seksual secara sehat.
Jargon ’perilaku seksual secara sehat’ adalah moral yang justru merupakan
ganjalan terhadap penangulangan HIV/AIDS karena terkait dengan HIV/AIDS yang
ada adalah ’perilaku seksual yang tidak aman’ yaitu:
(a) Melakukan hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah,
dengan pasangan yang berganti-ganti.
(b) Melakukan hubungan seksual tanpa kondomdengan pasangan yang serirng berganti-ganti
pasangan, seperti PSK dan waria.
Sayang, dalam perda ini tidak ada pasal yang mengatur upaya penanggulangan
melalui hubungan seksual dengan PSK secara konkret. Ini terjadi karena, seperti
juga puluhan perda yang sudah ada di Indonesia, semua pasal hanya normatif
sehingga tidak menukik ke akar persoalan yang merupakan fakta medis.
Tanpa regulasi yang konkret dengan pemantauan yang sistematis, maka
pengadaan dan distribusi kondom tidak akan efektif.
Di Pasal 13 ayat 1 disebutkan: Program pencegahan melalui Pelayanan
konseling dan tes HIV dan PMS dilaksanakan melalui:
c. program layanan VCT secara berkala kepada setiap kelompok masyarakat;
Tidak semua orang harus menjalani tes HIV karena tidak semua anggota di
satu kelompok masyarakat mempunyai perilaku berisiko tertular HIV/AIDS.
Yang diperlukan adalah program yang konkret dan sistematis untuk mendeteksi
penduduk yang mengidap HIV/AIDS (hilir) dan menurunkan insiden infeksi HIV baru
pada laki-laki melalui hubungan seksual dengan PSK (hulu).
Perda ini sama saja dengan perda-perda yang
sudah ada. Pasal-pasal
normatif yang hanya copy-paste dari perda yang sudah ada. Penggunaan
istilah dalam bahasa Inggris juga tidak perlu karena ada padanan kata dalam
bahasa Indonesia yang pas.
Maka, tidaklah mengherankan kalau kelak akan terjadi ‘ledakan AIDS’ di Kab
Purwarkarta karena insiden infeksi HIV baru terus terjadi di hulu.***
-
AIDS Watch Indonesia/Syaiful W.
Harahap
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.