Tanggapan Berita (11/7-2013) – Komisi Penanggulangan AIDS (KPAP)
Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) mencatat jumlah kasus HIV/AIDS secara
kumulatif yang terjadi di wilayah NTB hingga April 2013 mencapai 756 yang terdiri
atas 354 HIV dan 402 AIDS dengan 193 kematian (Kasus HIV/AIDS di NTB Capai
756 Kasus, lomboktoday.co.id, 1/7-2013).
Dalam laporan yang dikeluarkan oleh Ditjen PP & PL Kemenkes RI tanggal
17 Mei 2013 disebutkan kasus kumulatif HIV/AIDS sampai 31 Maret 2013di NTB
adalah 953 yang terdiri atas 574 HIV dan 379 AIDS.
Jumlah kasus AIDS tsb.
menempatkan NTB pada posisi 18 secara nasional.
Tapi, yang perlu diperhatikan
adalah 574 kasus HIV yang terdeteksi di NTB itu akan mencapai masa AIDS yaitu
suatu kondisi pada pengidap HIV/AIDS yang sampai pada kondisi ketahanan tubuh
yang sangat lemah sehingga mudah tertular penyakit. Kondisi inilah yang
mendorong kematian pada pengidap HIV/AIDS yang sudah mencapai masa AIDS (secara
statistik masa AIDS terjadi setelah seseorang tertular HIV antara 5-15 tahun).
Kondisi masa AIDS bisa diatasi
jika pengidap HIV/AIDS meminum obat antiretroviral (ARV) lebih awal setelah
terdeteksi mengidap HIV/AIDS. Badan Kesehatan Sedunia PBB (WHO) menganjurkan
agar pengidap HIV/AIDS dengan jumlah CD4 di bawah 350 sudah harus minum obat
ARV.
Untuk itulah Pemprov NTB perlu
merancang program yang bisa mendeteksi kasus HIV/AIDS di masyarakat secara
sistematis. Salah satu di antaranya adalah program yang bisa menjaring kasus
HIV/AIDS pada perempuan hamil. Selain untuk mencari penular kepada perempuan
tsb. program juga dilanjutkan dengan pencegahan penularan HIV dari-ibu-ke-bayi
yang dikandungnya.
Data yang disampaikan oleh Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS
Propinsi NTB, H Soeharmanto, menunjukkan ada 126 ibu rumah tangga yang
terdeteksi mengidap HIV/AIDS.
Itu artinya ada 126 laki-laki pengidap HIV/AIDS yang menjadi mata rantai
penyebaran HIV/AIDS di NTB. Jika di antara 126 laki-laki itu ada yang beristri
lebih dari satu, maka jumlah perempuan yang berisiko tertular HIV pun kian
banyak.
Selain itu ada pula 62 kasus HIV/AIDS yang terdeteksi pada pekerja seks
komersial (PSK). Maka, sebelum PSK itu terdeteksi mengidap HIV/AIDS melalui tes
HIV sudah ada 11.160 laki-laki yang berisiko tertular HIV (62 PSK x 3
laki-laki/malam x 20 hari/bulan x 3 bulan). Tes HIV akan akurat jika sudah
tertular HIV minimal tiga bulan, tapi bisa saja ada di antara PSK itu yang
sudah tertular HIV lebih dari tiba bulan.
Pemprov NTB sendiri sudah menelurkan peraturan daerah (Perda) tentang
penanggulangan HIV/AIDS, tapi tidak bisa diandalkan karena pasal-pasal yang ada
hanya normatif (Lihat: Menyorot Kinerja
Perda AIDS NTB* - http://www.aidsindonesia.com/2012/11/menyorot-kinerja-perda-aids-ntb.html).
Selain upaya mendeteksi kasus HIV/AIDS di masyarakat, langkah yang mendesak
dilakukan oleh Pemprov NTB adalah melakukan intervensi terhadap laki-laki
melalui regulasi agar memakai kondom ketika melakukan hubungan seksual dengan
PSK.
Langkah itu adalah untuk menurunkan insiden infeksi HIV baru pada
laki-laki. Jika program tsb. tidak dijalankan, maka insiden infeksi HIV baru
akan terus terjadi yang selanjutnya akan menjadi mata rantai penyebaran HIV di
masyarakat.
Pada gilirannya kelak penyebaran HIV/AIDS di NTB akan bermuara pada
’ledakan AIDS’.***
- AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.