Tanggapan Berita (30/7-2013) – "Seorang wanita tuna susila
yang terjaring razia petugas Satuan Polisi Pamong Praja Kota Bogor, dilaporkan
positif HIV.” Ini lead
pada berita ”WTS Terjaring Razia di
Bogor Positif HIV” di republika.co.id (23/7-2013).
Fakta tentang seorang pekerja seks komersial (PSK) yang terdeteksi mengidap
HIV/AIDS ternyata tidak ditangani dalam kaitan penanggulangan HIV/AIDS.
Lihat saja yang (akan) dilakukan Pemkot Bogor, Jabar, ini: " .... Kami
diminta untuk menjemputnya agar diberikan pembinaan secara terpisah," kata
Kepala Pelaksana Rehabilitasi Sosial, Dinas Tenaga Kerja Sosial dan
Transmigrasi, Kota Bogor, Sugeng Rulyadi.
Rupanya, PSK yang terjaring razia dikirim ke Panti Sosial Karya Wanita
(PSKW) Mulya Jaya, Pasar Rebo, Jakarta Timur. Sebelum dibawa PSK menjalani pemeriksaan dan tes
HIV di Disnakersostran Kota Bogor.
Sayang, wartawan tidak bertanya, tentang: (a) Apakah tes dilakukan secara
survailans atau diagnosis, dan (b) Apakah PSK tsb. mendapatkan konseling
sebelum tes?
Bisa saja wartawan yang menulis berita ini tidak memahami standar prosedur
tes HIV, baik survailans tes HIV maupun diagnosis.
Setelah PSK itu terdeteksi mengidap HIV/AIDS, persoalan besar bukan pada
PSK tsb., tapi ada di masyarakat Kota Bogor karena:
Pertama, yang menularkan HIV/AIDS kepada PSK tsb. ada kemungkinan adalah laki-laki
dewasa penduduk Kota Bogor. Jika
ini yang terjadi, maka laki-laki tadi bisa saja sebagai seorang suami sehingga
dia menularkan HIV kepada istrinya dan perempuan lain yang menjadi pasangan
seksnya.
Kedua, laki-laki dewasa penduduk Kota Bogor yang melakukan hubungan seksual
tanpa kondom dengan PSK tsb. berisiko tinggi tertular HIV. Itu artinya sudah
ada minimal 225 laki-laki yang berisiko tertular HIV yaitu (1 PSK x 3
laki-laki/malam x 25 hari/bulan x 3 bulan).
Hitung-hitungan ini paling rendah karena tes HIV akurat minimal sudah
tertular tiga bulan. Tapi, bisa saja PSK tadi sudah tertular HIV berbulan-bulan
atau bertahun-tahun sebelum terjaring razia. Itu artinya kian banyak laki-laki
dewasa penduduk Kota Bogor yang berisiko tertular HIV/AIDS.
Laki-laki yang tertular HIV dari PSK bisa saja sebagai seorang suami
sehingga dia menularkan HIV kepada istrinya dan perempuan lain yang menjadi pasangan
seksnya.
Maka, amatlah beralasan kalau kemudian terdeteksi HIV/AIDS pada ibu-ibu
rumah tangga. Kasus kumulatif HIV/AIDS di Kota Bogor sejak tahun 2006 sampai
Desember 2012 tercatat 1.693. ”Penyebaran
penyakit HIV/Aids di Kota Bogor terus meningkat. Kepala Bidang P3KL Dinkes Kota
Bogor dr Eddy Darma, mengatakan, di Jawa Barat penderita HIV Aids adalah paling
banyak tersebar di kalangan Ibu rumah tangga (jpnn.com, 26/3-2013).
Dengan kasus HIV/AIDS yang terdeteksi pada seorang PSK itu, maka langkah
yang perlu dilakukan Pemkot Bogor adalah (Lihat Gambar):
(1) Melalukan intervensi berupa program yang konkret untuk memaksa
laki-laki dewasa memakai kondom jika melakukan hubungan seksual dengan PSK.
(2) Melakukan intervensi berupa program yang sistematis tanpa melawan hukum
berupa survailans tes HIV rutin terhadap ibu-ibu rumah tangga yang hamil.
(3) Melalukan intervensi berupa program yang sistematis untuk mencegah
penularan HIV dari-ibu-ke-bayi yang dikandungnya.
Tanpa program yang konkret, maka penyebaran HIV/AIDS di Kota Bogor akan
terus terjadi yang kelak bermuara pada ’ledakan AIDS’.***
- AIDS Watch
Indonesia/Syaiful W. Harahap
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.