Media Watch (14/7-2013) –
Hiruk-pikuk penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia ditandai dengan ‘perlombaan’
pemerintah provinsi, kabupaten dan kota menerbitkan peraturan daerah (perda)
tentang pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS. Sampai pertengahan Juli 2013 sudah ada 70 perda (provinsi, kabupaten dan
kota), 4 peraturan gubernur (Pergub) dan 4 peraturan walikota (Perwali).
Pemprov Sumatera Barat (Sumbar) rupanya tidak mau ketinggalan. Tanggal
13 April 2012 disahkan Perda No 5 Tahun 2012 tentang Penanggulangan HIV-AIDS. Perda ini ada di urutan ke 61 dari 70
perda sejenis yang ada di Indonesia.
Dalam laporan terakhir Ditjen PP & PL, Kemenkes RI, tanggal 13 Juni
2013 disebutkan bahwa kasus AIDS di Sumbar 739 yang menempatkan provinsi ini di
peringkat 11 secara nasional. Sedangkan kasus HIV dilaporkan 802.
Angka-angka yang dilaporkan itu tidak menggambarkan kasus yang sebenarnya
di masyarakat karena penyebaran HIV/AIDS terkait dengan fenomena gunung es
yaitu kasus yang terdeteksi atau yang dilaporkan digambarkan sebagai puncak
gunung es yang muncul ke atas permukaan air laut, sedangkan kasus yang tidak
terdeteksi digambarkan sebagai bongkah gunung es di bawah permukaan air laut
(Lihat Gambar).
Untuk menanggulangi penyebaran HIV/AIDS di Sumbar, Pemprov Sumbar pun
menerbitkan Perda tsb. Celakanya, Perda ini pun sama saja dengan perda-perda
yang lain: copy-paste.
Pertanyaannya: Apakah dalam perda tsb. Ada
pasal-pasal yang konkret dengan regulasi yang sistematis untuk menanggulangi
HIV/AIDS melalui pencegahan yang realistis di Sumbar?
Tentu saja tidak ada.
Terkait dengan kasus HIV/AIDS yang tidak
terdeteksi, dulu disebut sebagai dark number, di Pasal 31 ayat 1 disebutkan:
Setiap orang yang telah mengetahui dirinya atau orang lain terinfeksi HIV wajib
melakukan upaya yang bersifat preventif dan kuratif.
Yang jadi persoalan besar adalah banyak orang
yang justru tidak menyadari dirinya sudah mengidap HIV/AIDS karena tidak ada
tanda atau gejala-gejala yang khas AIDS pada fisiknya. Maka, tanpa mereka
sadari mereka pun menjadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat, al.
melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.
Perda ini juga tidak menyebutkan pencegahan
tapi preventif.
Coba simak di bagian promosi di Pasal 8 ayat 1 disebutkan: Upaya
promotif dilakukan melalui program pemberdayaan masyarakat dalam bentuk
kegiatan sebagai berikut:
a. komunikasi, informasi dan edukasi;
b. peningkatan pemahaman agama dan ketahanan keluarga;
c. peningkatan perilaku hidup sehat dan
religious; dan
d. peningkatan pemahaman terhadap penggunaan
alat pencegahan penularan HIV-AIDS
Penularan HIV, al. melalui hubungan seksual
terjadi di dalam dan di luar nikah sehingga tidak ada kaitannya secara langsung
dengan pemahaman agama dan ketahanan keluarga. Tidak ada pula kaitan langsung
antara perilaku hidup sehat dan religious dengan penularan HIV. Bahkan, kalau
orang hidupnya tidak sehat dia tidak bisa melakukan hubungan seksual.
Maka, Pasal 9 ayat 1 huruf a dan b tsb. justru
mendorong stigma (cap buruk) dan diskrimiasi (perlakuban berbeda) tehadap
orang-orang yang mengidap HIV/AIDS karena dikesankan mereka tertular HIV karena
tidak ada pemahaman terhadap agama dan tidak mempunyai ketahanan keluarga.
Tentu saja menyakitkan bagi istri-istri yang tertular dari suami, anak-anak
yang tertular dari ibu, dan orang-orang yang tertular melalui transfusi darah.
Di bagian penanggulangan tidak ada cara-cara
yang konkret. Begitu juga di
bagian preventif.
Di Pasal 11 disebutkan: Tindakan preventif dilakukan
secara komprehensif, integratif, partisipatif dan berkesinambungan. Ini bahasa
’dewa’ yang penuh dengan terminologi yang mengawang.
Lalu, seperti apa yang dimaksud di Pasal 11 itu?
Di Pasal 12 disebutkan:
(1) Tindakan preventif merupakan upaya terpadu memutus
mata rantai penularan HIV pada masyarakat terutama populasi rentan dan risiko
tinggi.
Persoalannya adalah dalam perda tidak ada cara yang
konkret untuk memutus mata rantai penularan HIV, al. melalui hubungan seksual.
Lagi pula risiko tertular HIV tidak hanya terjadi pada populasi rentan dan
risiko tingggi yang selalu dikaitkan dengan pekerja seks komersial (PSK) dan
waria.
Laki-laki dan perempuan dewasa pelaku kawin-cerai bukan
populasi rentan dan risiko tinggi, tapi perilaku mereka merupakan kegiatan yang
berisiko tinggi tertular dan menularkan HIV/AIDS. Risiko penularan HIV/AIDS
pada pelaku kawin-cerai terjadi karena ada kemungkinan salah satu dari pasangan
mereka mengidap HIV/AIDS.
Pasal 14 berbunyi: Tindakan preventif oleh Pemerintah
Daerah melalui institusi kesehatan yang dimiliki adalah penyediaan sarana dan
prasarana untuk:
a. skrining HIV pada semua darah, produk darah, cairan
sperma, organ, dan/atau jaringan yang didonorkan;
Pertanyaan untuk Pemprov Sumbar: Apakah ada jaminan bahwa
HIV pada darah donor yang didonorkan pada masa jendela bisa terdeteksi di
institusi kesehatan yang dimilik pemerintah provinsi, kabupaten dan kota di
Sumbar?
Salah satu persoalan besar pada transfusi darah adalah
ada kemungkinan donor yang menyumbangkan darah ada pada masa jendela. Artinya,
mereka tertular HIV di bawah tiga bulan ketika mendonorkan darah. Jika ini yang
terjadi, maka ada kemungkinan hasil skirining HIV pada darah donor menghasilkan
negatif palsu (HIV sudah ada dalam darah tapi tidak terdeteksi). Tentu saja hal
ini akan mencelakai.
Pemerintah Malaysia pernah digugat oleh seorang perempuan
guru mengaji yang tertular HIV melalui transfusi darah di sebuah rumah sakit.
Untuk itulah Malaysia menjalankan standar ISO pada transfusi darah (Lihat: Hak Bebas HIV melalui Transfusi
Darah - http://www.aidsindonesia.com/2012/08/hak-bebas-hiv-melalui-transfusi-darah.html)/
Terkait dengan cairan sperta, yang didonorkan bukan air
mani atau cairan sperma, tapi sperma. Dalam sperma tidak ada HIV. Lagi pula MUI
sudah mengeluarkan fatwa bahwa donor sperma haram. (Bersambung)***
- AIDS Watch
Indonesia/Syaiful W. Harahap
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.