Tanggapan Berita (21/7-2013) – "Kondom ditemukan saat tas
seorang pelajar kami geledah, sedangkan jimat ditemukan di dalam dompet pelajar
lainnya." Ini pernyataan Kepala Polsek Cisaat, Polres Sukabumi, Jabar,
Kompol Sumarta Setiadi dalam berita ”Duh, Pelajar SMK Sukabumi Tepergok Bawa
Kondom” di www.inilahkoran.com (19/7-2013).
Pak Kapolsek ini rupanya memakai pijakan moral dalam menjelaskan
barang-barang yang terdapat, khususnya kondom, dalam tas pelajar SMK di Kota
Sukabumi yang terjaring dalam operasi.
Pertama, kondom bukan barang terlarang sehingga tidak ada persoalan biar pun benda
itu ada dalam tas atau kantong pelajar.
Kedua, jika ditilik dari aspek kesehatan masyarakat pelajar yang membawa kondom
itu sudah melakukan tanggung jawab moral yaitu melindungi dirinya dan orang
lain dari kemungkinan menularkan atau tertular IMS (infeksi menular seksual,
seperti sifilis/raja singa, GO/kencing nanah, virus hepatitis B, klamidia,
dll.) dan HIV/AIDS.
Soalnya, penyebaran IMS dan HIV/AIDS sekarang ini di Kota Sukabumi
khususnya, Jawa Barat dan Indonesia umumnya sudah merata di masyarakat. Catatan
KPA Kota Sukabumi menunjukkan kasus kumulatif HIV/AIDS mencapai 654.
Sikap pelajar yang membawa kondom itu patut dihargai dari aspek kesehatan
masyarakat karena dia sudah menunjukkan tanggung jawab.
Misalnya, kalau dia melakukan hubungan seksual dengan pacarnya maka akan
terhindar dari kemungkinan hamil.
Kalau dia melakukan hubungan seksual dengan pekerja seks komersial (PSK),
maka dia sudah melindungi dirinya agar tidak tertular HIV/AIDS.
Dari aspek biologis remaja itu sudah memerlukan penyaluran hasrat dorongan
seksual melalui hubungan seksual. Ini alamiah.
Hasrat dorongan seksual tidak bisa digantikan dengan kegiatan lain. Yang
bisa mendekati adalah ’seks swalayan’ yaitu onani atau masturbasi. Celakanya,
onani tidak pernah diperkenalkan kepada remaja sebagai cara darurat menyalurkan
dorongan seksual.
Persoalannya adalah menyalurkan dorongan seksual terkait dengan agama,
yaitu hubungan seksual di luar pernikahan tidak dibenarkan.
Karena pelajar tadi sudah bertanggung jawab secara moral, maka tinggal guru
bimbingan dan penyuluhan (BP) yang berperan untuk memberikan pemahaman kepada
semua pelajar tentang larangan hubungan seksual di luar nikah.
Soalnya, tidak ada jaminan bahwa pelajar yang tidak membawa kondom tidak
pernah berzina. Pelajar-pelajar ini justru berada pada risiko tertular IMS atau
HIV/AIDS atau dua-duanya sekaligus jika mereka melacur karena tidak memakai
kondom.
Tapi, konseling tidak dalam bentuk khutbah. Kalau ini yang dilakukan guru
BP itu artinya pelajar-pelajar itu tidak akan memahaminya secara komprehensif.
Atau Pak Kapolsek memberikan pengalaman ril, artinya fakta empiris, berupa
pengalaman Pak Kapolsek menjaga diri sehingga tidak pernah berzina sebelum dan
selama terikat dalam pernikahan.
Selama kalangan dewasa berlindung di balik moral, untuk menutupi perilaku
mereka, maka selama itu pula remaja akan melakukan perilaku yang sama dengan
kalangan dewasa.
Maka, tidaklah mengherankan kalau kemudian kasus HIV/AIDS terdeteksi pada
remaja, terutama remaja putra, karena mereka melakukan hubungan seksual, al.
dengan PSK tanpa kondom.***
- AIDS
Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.