Tanggapan Berita (24/7-2013) – ”Tak Pakai Kondom Terancam Denda
Rp 50 Juta” Ini judul berita di www.tribunnews.com (22/7-2013).
Judul berita itu merupakan salah satu sanksi yang diajukan dalam rencanan
peraturan daerah (raperda) pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS di Kab
Sumedang, Jawa Barat, yang diajukan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sumedang. Raperda ini
sedang dibahas oleh DPRD Kab Sumedang.
Denda itu diberikan kepada ” .... yang berisiko tinggi tertular HIV/AIDS
namun tidak melakukan upaya pencegahan saat melakukan hubungan seksual ....”.
Pertanyaannya adalah: Di mana, bagaimana dan kapan hubungan seksual (yang)
berisiko tinggi tertular HIV/AIDS?
(1) Hubungan seksual berisiko tinggi adalah yang dilakukan oleh laki-laki
dewasa tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan perempuan yang
berganti-ganti. Ini bisa terjadi di sembarang tempat dan sembarang waktu.
(2) Hubungan seksual berisiko tinggi
adalah yang dilakukan oleh perempuan dewasa tanpa kondom, di dalam nikah,
dengan laki-laki yang berganti-ganti. Ini bisa terjadi di sembarang tempat dan
sembarang waktu.
(3) Hubungan seksual berisiko tinggi adalah yang dilakukan oleh laki-laki
dan perempuan dewasa tanpa kondom di dalam nikah dalam bentuk kawin-cerai. Ini
bisa terjadi di sembarang tempat dan sembarang waktu.
(4) Hubungan seksual berisiko tinggi adalah yang dilakukan oleh laki-laki
dewasa tanpa kondomdengan perempuan yang sering berganti-ganti pasangan,
seperti pekerja seks komersial (PSK). Ini bisa terjadi di sembarang tempat dan
sembarang waktu.
(5) Hubungan seksual berisiko tinggi adalah yang dilakukan oleh laki-laki
dewasa tanpa kondom dengan waria. Ini bisa terjadi di sembarang tempat dan
sembarang waktu.
(6) Hubungan seksual berisiko tinggi adalah yang dilakukan oleh laki-laki
dewasa tanpa kondom dengan laki-laki yang berganti-ganti dalam bentuk LSL
(Lelaki Suka Seks Lelaki). Ini bisa terjadi di sembarang tempat dan sembarang
waktu.
(7) Hubungan seksual berisiko tinggi adalah yang dilakukan oleh laki-laki
dewasa tanpa kondom melalui seks anal dengan laki-laki yang berganti-ganti
dalam bentuk homoseksual yaitu gay laki-laki. Ini bisa terjadi di sembarang
tempat dan sembarang waktu.
Nah, pertanyaan berikutnya adalah: Perilaku berisiko nomor berapa yang akan
dijerat oleh perda itu kelak?
Tentu saja tidak akan ada yang bisa dijerat dengan hukum, karena di Kab
Sumedang praktek pelacuran tersebar sehingga tidak bisa dijangkau secara hukum.
Intervensi untuk mencari laki-laki yang tidak memakai kondom ketika
melakukan hubungan seksual berisiko tinggi tertular HIV hanya bisa dilakukan
jika pelacuran dilokalisir. Tapi, dengan syarat cara pemantauan yang realistis
dan sistematis, al. tidak hanya dari sudut PSK.
Soalnya, di salah satu kabupaten di Prov Papua cara yang dipakai instansi
di sana untuk mengecek apakah laki-laki memakai kondom ketika sanggama dengan
PSK adalah dengan memeriksa vagina PSK. Ini merupakan perbuatan yang biadab.
Ada baiknya Pansus Raperda AIDS Kab Sumedang belajar dari pengalaman
Thailand menerapkan program ’wajib kondom 100 persen’. Program ini berhasil
menurunkan insiden infeksi HIV baru pada laki-laki melalui pelacuran.
Yang bisa dilakukan terkait dengan penanggulangan HIV/AIDS hanya menurunkan
insiden infeksi HIV baru.
Jika dilihat pada gambar, maka intervensi yang bisa diatur dalam perda
hanyalah mencegah penularan HIV-dari-ibu-ke-bayi yang dikandungnya. Untuk itu
perlu pula intervensi terhadap perempuan hamil yaitu survailans tes HIV rutin.
Ini untuk menemukan perempuan hamil yang mengidap HIV/AIDS agar program
pencegahan penularan HIV dari-ibu-ke-bayi yang dikandungnya bisa dilakukan
dengan efektif.
Sedangkan intervensi terhadap laki-laki yang melacur tentu saja mustahil
jika Pemkab Sumedang tidak melokalisir pelacuran.
Maka, program yang realistis untuk menanggulangi penyebaran HIV di Kab
Sumedang yang bisa diatur dalam perda hanya:
1. Program pencegahan penularan HIV dari-ibu-ke-bayi yang dikandungnya.
2. Program survailans tes HIV rutin terhadap perempuan hamil.
Jika dilebarkan, maka ada program yang bisa dijalankan yaitu:
(3) Mewajibkan semua pasien yang berobat ke rumah sakit umum menjalani tes
HIV.
Ini sudah dilakukan di Amerika Serikat. Ini tidak melanggar hak asasi
manusia (HAM) karena ada pembatasan yaitu pasien yang berobat ke rumah sakit
pemerintah. Atau ditambah syarat lain: pemegang kartu miskin, Jamkesda dan
Askes. Artinya, ada pilihan bagi yang tidak mau tes yaitu ke rumah sakit
swasta. Pelanggaran HAM terjadi jika tidak ada pilihan.
Disebutkan bahwa perda kelak akan menjamin hak penderita HIV/AIDS.
"Penderita HIV/AIDS memerlukan perlindungan dari pemerintah untuk bisa
hidup layak dan terbebas dari stigma masyarakat yang cenderung
mengucilkan," kata Bupati Sumedang, Endang
Sukandar.
Langkah yang disebutka Pak Bupati ini adalah di hilir. Artinya, Pak Bupati
menunggu dulu ada penduduk Kab Sumedang yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS baru
dijamin haknya.
Itu artinya penyebaran HIV di Kab Sumedang dibiarkan terus terjadi. Maka,
yang diperlukan adalah program yang konkret dan sistematis untuk mencegah,
minimal menurunkan, insiden infeksi HIV baru di hulu, al. pada laki-laki dewasa
melalui hubungan seksual dengan PSK, pada bayi yang tertular HIV dari ibu yang
mengandungnya.
Kasus kumulatif HIV/AIDS di Kab Sumedang dilaporkan 232, yang terdiri atas 114
HIV dan 118 AIDS.
Disebutkan pula oleh Bupati Endang bawah kondisi geografis Sumedang yang berada
di daerah lintasan, memincu tingginya penularan HIV/AIDS.
Pernyataan Pak Bupati itu tidak akurat dan hanya merupakan penyangkalan
terhadap perilaku sebagian laki-laki dewasa penduduk Kab Sumedang. Penyebaran
HIV/AIDS di Kab Sumedang terjadi karena perilaku seks orang per orang (lihat
gambar). Penularan dan penyebaran HIV/AIDS ukan karena
letak geograif.
Apakah Pemkab Sumedang dan DPRD Kab Sumedang belajar dari perda-perda dan
pergub AIDS yang sudah ada di Jabar?
Kita tunggu saja apakah perda yang disahkan kelak hanya copy-paste atau
tidak. Kalau hanya copy-paste, maka bertambah lagi perda yang tidak berguna.
Arang habis besi binasa. Uang rakyat habis dan tenaga terkuras, tapi tidak ada
hasilnya.***
- AIDS Watch
Indonesia/Syaiful W. Harahap
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.