Tanggapan Berita (10/7-2013) – Menurut catatan Dinas Kesehatan
Kota Padangsidimpuan (450 km arah Barat Daya Kota Medan-pen.), hingga saat ini ada sembilan orang yang terdeteksi
mengidap penyakit HIV/AIDS. Satu orang masih terinfeksi HIV dan 8 orang sudah
positif HIV/AIDS. Keseluruhan mayoritas disebakan hubungan seks yang dilakukan
dengan cara gonta-ganti pasangan (seks bebas). Ini lead pada berita ”Stop
Seks Bebas! 9 Orang Terinfeksi HIV/AIDS” di www.metrosiantar.com (
atu orang masih terinfeksi HIV’ tidak akurat
karena semua orang yang sudah terdeteksi tertular HIV itu artinya ybs. sudah
mengidap HIV/AIDS. Lagi pula infeksi HIV hanya terjadi suatu saat tidak
terus-menerus.
8 orang sudah positif HIV/AIDS’ juga tidak
akurat karena yang positif adalah infeksi HIV sedangkan AIDS adalah suatu masa
ketika seseorang sudah tertular HIV yang secara statistik antara 5-15 tahun
kemudian.
Disebutkan ’Keseluruhan mayoritas disebabkan hubungan seks yang dilakukan
dengan cara gonta-ganti pasangan (seks bebas)’. Pernyataan ini pun ngawur.
Seseorang tertular HIV bukan karena hubungan seks dilakukan dengan cara
gonta-ganti pasangan (seks bebas), tapi karena dilakukan tanpa kondom dengan
yang mengidap HIV/AIDS di dalam dan di luar nikah.
Tidak semua ganti-ganti pasangan merupakan ’seks bebas’, seperti
kawin-cerai merupakan kegiatan yang ganti-ganti pasangan tapi sifat hubungan
seksualnya sah. Namun, kawin-cerai juga merupakan perilaku berisiko tertular
HIV karena bisa saja salah satu dari pasangan itu pernah berpasangan dengan
pengidap HIV/AIDS.
Ini pernyataan Kepala Dinas Kesehatan Kota Padangsidimpuan, drg Doriah
Hafni Lubis: “Delapan orang sudah dalam penanganan yang serius. Mereka kita
tempatkan di pusat karantina para penderita HIV/AIDS di Medan.”
Kalau pernyataan drg Doriah itu benar, maka penangangan HIV/AIDS di Prov
Sumatera Utara mundur seribu langkah ke ’zaman batu’.
Tidak ada gunanya mengarantina pengidap atau penderita HIV/AIDS karena
virus yang mereka idap (HIV) tidak menular melalui udara, air dan pergaulan
sehari-hari.
Dalam berita tidak ada penjelasan tentang jenis kelamin, umur dan pekerjaan
sembilan penduduk yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS tsb. Data ini perlu untuk
memberikan gambaran terkait dengan perilaku ybs. sehingga tertular HIV.
Yang perlu dilakukan adalah memberikan konseling kepada mereka agar menjaga
diri dengan cara menghindari kegiatan yang bisa menularkan HIV kepada orang
lain. Selajutnya melakukan tes CD4 untuk menjalankan terapi obat
antiretroviral (ARV). Badan Kesehatan Sedunia-PBB (WHO) menganjurkan agar
pengidap HIV dengan CD4 di bawah 350 sudah harus meminum obat ARV.
Drg Doriah mengatakan: “Hubungan seks bebas dengan pasangan yang
berganti-ganti, menjadi penyebab paling utama dari penyebaran dan terjangkitnya
seseorang terhadap HIV/AIDS tersebut.”
Pernyataan drg Doriah ini mendorong masyarakat melakukan stigma (cap buruk)
dan diskriminasi (perlakuan berbeda) terhadap pengidap HIV/AIDS karena
dikesankan mereka semua tertular karena perilaku ganti-ganti pasangan.
Hujatan itu tentu akan menyakitkan bagi bayi yang tertular HIV dari ibunya
dan ibu-ibu yang tertular HIV dari suaminya.
Karena sudah ada sembilan penduduk yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS, maka
penyebaran HIV/AIDS sudah terjadi di masyarakat Kota Padangsidimpuan, al.
melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.
Sebelum terjadi penyebaran yang cepat Pemkot Padangsidimpuan harus segera
menjanlakan program penanggulangan yang konkret.
Selama Pemkot Padangsidimpuan tidak menjalakan program yang konkret, maka
selama itu pula penyebaran HIV/AIDS terjadi yang kelak bermuara pada ’ledakan
AIDS’.***
- AIDS Watch
Indonesia/Syaiful W. Harahap
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.