06 Juni 2013

Penyebaran HIV/AIDS di Bulukumba, Sulsel


Tanggapan Berita (7/6-2013) – ”Penderita HIV (human immunodeficiency virus) terus meningkat di Bulukumba (Prov Sulawesi Selatan-pen.) dalam beberapa tahun terakhir. Dinas Kesehatan Bulukumba mencatat, hingga Mei 2013, sudah ada 110 orang warga Bulukumba yang teridentifikasi terserang virus mematikan tersebut.” Ini lead pada berita ”Sudah 110 Pengidap HIV di Bulukumba” di www.fajar.co.id (3/6-2013).

Ada beberapa hal yang tidak akurat dalam pernyataan pada lead berita di atas, al.:

(1) Karena pelaporan kasus HIV/AIDS di Indonesia dilakukan secara kumulatif maka angka kasus akan terus bertambah atau meningkat karena kasus lama ditambah kasus baru. Begitu seterusnya.

(2) Yang jadi persoalan adalah insiden infeksi HIV baru, al. terjadi pada laki-laki dewasa yang tetular melalui hubungan seksual tanpa kondom dengan pekerja seks komersial (PSK) di Bulukumba atau di luar Bulukumba.

(3) Yang bertambah adalah kasus yang baru terdeteksi, sedangkan kasus infeksi HIV baru tidak bisa diketahui. Perkiraan bisa dilakukan berdasarkan praktek pelacuran yang ada di Bulukumba. Jika ada praktek pelacuran yang tidak dijangkau, maka pemakaian kondom pada laki-laki yang melacur tidak bisa diawasi sehingga insiden infeksi HIV baru akan terus terjadi.

(4) Angka kasus 110 hanyalah sebagian kecil dari kasus yang ada di masyarakat karena penyebaran HIV/AIDS erat kaitannya dengan fenomena gunung es. Kasus yang terdeteksi (110) digambarkan sebagai puncak gunung es yang muncul ke atas permukaan air laut, sedangkan kasus yang tidak terdeteksi digambarkan sebagai bongkahan gunung es di bawah permukaan air laut (Lihat Gambar).

(5) HIV bukan virus mematikan karena belum ada laporan kematian pada pengidap HIV/AIDS karena (virus) HIV. Kematian pada pengidap HIV/AIDS terjadi karena penyakit lain, disebut infeksi oportunistik, seperti diare dan TBC, yang muncul pada masa AIDS (setelah tertular antara 5-15 tahun).

Disebutkan bahwa hasil pemeriksaan yang dilakukan di Laboratorium Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Bulukumba menunjukkan semua pelayan kafe Tanjung Bira negatif.

Yang perlu diperhatikan adalah bisa saja ketika tes HIV pelayan kafe ada pada masa jendela. Artinya, ada kungkinan mereka baru tertular di bawah tiga bulan sehingga hasil tes bisa negatif (palsu). Artinya, HIV sudah ada dalam darah mereka tapi karena tes HIV mencari antibody HIV, maka pada masa jendela belum ada antibody HIV.

Selain itu hasil tes HIV yang dilakukan pada pelayan kafe di Tanjung Bira hanya berlaku saat darah mereka diambil.

Setelah pengambilan darah status HIV pelayan kafe di Tanjug Bira tidak bisa dikatakan negatif tapi tidak diketahui karena bisa saja setelah tes HIV mereka tertular HIV jika mereka melayani laki-laki melakukan hubungan seksual tanpa kondom.

Disebutkan oleh Pengelola Penanggulangan AIDS Dinas Kesehatan Bulukumba, H Zaqyul Fahmi: "Angka ini menunjukkan penyebaran yang cukup tinggi. Menunjukkan bahwa, setiap orang harus lebih mewaspadai penyebaran penyakit ini."

Tidak setiap orang harus waspada karena risiko tertular HIV erat kaitannya dengan perilaku seks orang per orang.

Yang perlu diingatkan adalah laki-laki dewasa yang pernah atau sering: (a) melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan perempuan yang berganti-ganti di dalam dan di luar nikah, dan (b) melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan perempuan yang sering berganti-ganti pasangan seperti PSK dan perempuan pelayan kafe.

Ini juga pernyataan Zaqyul Fahmi: "Penyebaran penyakit HIV itu ibarat gelinding bola salju. Satu orang penderita HIV bisa menulari hingga seratus orang."

Pernyataan Zaqyul Fahmi di atas menyesatkan. Tidak ada rumus yang matematis untuk menentukan jumlah penderita HIV/AIDS yang tidak terdeteksi berdasarkan kasus yang terdeteksi.

Menurut Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bulukumba, H Tjamiruddin, pemerintah perlu tegas menyikapi berbagai penyebab menyebarnya HIV, salah satunya praktik prostitusi.

Tjamiruddin melupakan laki-laki karena yang menularkan HIV kepada PSK adalah laki-laki yang dalam kehidupan sehari-hari bisa sebagai seorang suami. Lalu, ada pula laki-laki yang tertular HIV dari PSK. Laki-laki ini pun bisa saja seorang suami.

Laki-laki yang menularkan HIV kepada PSK dan laki-laki yang tertular HIV dari PSK menjadi mata rantai penyebaran HIV di masyarakat, al. melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Ini pernyataan Tjamiruddin: "Praktik prostitusi ini meresahkan masyarakat. Padahal, kita sudah punya banyak Perda yang mengatur tentang prostitusi ini."

Jangankan perda, UU dan aturan Tuhan pun melarang zina dan pelacuran. Maka, akan lebih arif kalau MUI Bulukumba mengajak laki-laki dewasa agar tidak ada lagi yang berzina dan melacur.

Selama Pemkab Bulukumba tidak mempunyai program yang konkret untuk menurunkan insiden infeksi HIV, terutama pada laki-laki melalui praktek pelacuran, maka penyebaran HIV di Bulukumba akan terus terjadi.

Jika hal itu yang terjadi, maka Pemkab Bulukumba tinggal menunggu waktu saja untuk ’panen AIDS’.***

- AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.