* Walikota Jayapura, Papua,
secara de facto membenarkan ada praktek pelacuran
Tanggapan Berita (24/6-2013) – “ .... kewajiban untuk memeriksakan kesehatan, tenaga kerjanya di Pusat
Kesehatan Reproduksi di Kotaraja, Abepura, Kota Jayapura adalah satu
kewajiban.” Ini pernyataan Wali
Kota Jayapura, Benhur Tommy Mano, MM, terkait dengan Perda (Peraturan Daerah)
Kota Jayapura Nomor 16 Tahun 2011 (Pemilik Bar dan Panti Pijat
Diminta Paham Perda Nomor 6 Tahun 2011, tabloidjubi.com, 29/5-2013).
Memeriksa kesehatan cewek pramuria bar dan cewek pemijat hanya bisa
mendeteksi IMS (infeksi menular seksual, seperti kencing nanah/GO, raja
singa/sifilis, virus hepatitis B, klamidia, dll.), sedangkan HIV/AIDS tidak
bisa dideteksi hanya melalui pemeriksaan kesehatan.
Laporan Dinkes Prov Papua menyebutkan kasus kumulatif HIV/AIDS di Kota
Jayapura per 31 Desember 2012 tercatat 2.666 yang terdiri atas 285 HIV dan 2.381 AIDS dengan 140 kematian.
Kalau pun pada pemeriksaan kesehatan juga ada tes HIV terhadap cewek pramuria
bar dan cewek pemijat, tetap saja ada persoalan karena tes HIV dengan reagent
ELISA terkait dengan masa jendela. Tes ini mencari antibody HIV di dalam darah.
Antibody baru bisa dideteksi oleh ELISA jika virus (HIV) sudah ada minimal tiga
bulan di dalam darah (Lihat Gambar).
cewek pramuria bar dan cewek pemijat menjalani
pemeriksaan kesehatan itu artinya mereka sudah melakukan hubungan seksual
dengan banyak laki-laki.
Laki-laki yang tertular IMS atau HIV/AIDS atau dua-duanya sekaligus menjadi
mata rantai penyebaran IMS dan HIV di masyarakat (Lihat Gambar 1).
Kalau pemeriksaan kesehatan dilakukan tiap bulan, maka dalalm satu bulan
ada 90 laki-laki (1 cewek pramuria bar/cewek pemijat x 3 laki-laki/hari x 30
hari/bulan) yang berisiko tertular IMS atau HIV/AIDS atau dua-duanya sekaligus.
Jumlah laki-laki dewasa penduduk Kota Jayapura yang berisiko tertular IMS
atau HIV/AIDS atau dua-duanya sekaligus tergantung jumlah cewek pramuria bar
dan cewek pemijat yang praktek di Kota Jayapura.
Pemkot Jayapura tentu saja tidak mengakui ada pelacuran di Kota Jayapura.
Itu benar, tapi tunggu dulu.
Yang tidak ada adalah pelacuran yang dilokalisir melalui regulasi
pemerintah kota, sedangkan praktek pelacuran terjadi di sembarang tempat dan
sembarang waktu.
Pernyataan walikota tentang keharusan cewek pramuria bar dan cewek pemijat
memeriksa kesehatan merupakan pembenaran secara de facto bahwa praktek
pelacuran.ada di bar dan panti pijat.
Nah, kalau saja Pemkot Jayapura jujur, maka akan lebih baik kalau bar dan
panti pijat dilokalisir sebagai tempat pelacuran melalui regulasi agar
berkekuatan hukum. Ini
penting untuk menerapkan program penanggulangan IMS dan HIV/AIDS yang konkret.
Jika bar dan panti pijat diregulasi sebagai
tempat pelacuran, maka pemilik bar dan panti pijat diberikan izin usaha sebagai
bukti mereka terikat secara hukum.
Langkah berikutnya adalah menjalankan program
penanggulangan yang konkret melalui intervensi yaitu mewajibkan laki-laki
memakai kondom jika melakukan hubungan seksual dengan cewek pramuria bar dan
cewek pemijat (Lihat Gambar 2).
Intevensi pemakaian kondom dilakukan terhadap
laki-laki dewasa yang melakukan hubungan seksual dengan cewek pramuria bar dan
cewek pemijat. Secara rutin cewek pramuria bar dan cewek pemijat menjalani tes
IMS.
Jika ada cewek pramuria bar dan cewek pemijat
yang terdeteksi mengidap IMS, maka pemilik bar dan panti pijat menerima sanksi
sesuai dengan yang ditetapkan dalam izin usaha. Misalnya, denda sampai
pencabutan izin usaha.
Wakil Wali Kota Jayapura, Nuralam, mengatakan untuk mencegah peningkatan prevalenasi HIV/AIDS, maka pemilik bar dan panti pijat mengerahkan anak buahnya ke PKR.
Nuralam rupanya tidak memahami epidemi
HIV/AIDS. Biar pun cewek pramuria bar dan cewek pemijat diwajibkan tiap bulan
rutin diperiksa, tapi sebelum diperiksa mereka sudah menularkan HIV kepada
laki-laki yang melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan mereka.
Maka, yang perlu dilakukan Pemkot Jayapura
adalah membuat regulasi untuk melakukan survailans tes HIV rutin terhadap
perempuan hamil. Langkah ini akan bisa mendeteksi laki-laki pengidap HIV/AIDS
yaitu suami ibu rumah tangga hamil yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS. Selain
itu langkah ini pun akan menyelamatkan bayi yang mereka kandung agar tidak
tertular HIV.
Jika Pemkot Jayapura hanya menjalankan kegiatan
pemeriksaan kesehatan cewek pramuria bar dan cewek pemijat, maka insiden
infeksi IMS dan HIV/AIDS baru tidak akan pernah berkurang.
Maka, Pemkot Jayapura tinggal menunggu waktu
saja untuk ‘panen AIDS’.***
- AIDS Watch
Indonesia/Syaiful W. Harahap
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.