Tanggapan Berita (3/6-2013) – "Sejumlah pengunjung Car Free
Day (CFD) bergantian mengecek darah untuk memastikan diri mereka tidak
terjangkit HIV/AIDS di tenda yang didirikan PKBI, Minggu (2/6/2013).
Tepat di depan Masjid Baiturahman, beberapa perempuan membawa sejumlah kondom
usai menjalani pemeriksaan.” Ini lead pada berita ”Anak Muda Semarang
Penasaran Tes HIV/AIDS” di tribunnews.com (2/6-2013).
Gambaran di atas sangat mencengangkan karena menunjukkan pemahaman terhadap
HIV/AIDS yang tidak benar.
Tidak semua orang harus menjalani tes HIV karena tidak semua orang berisiko
tertular HIV. Orang-orang yang berisiko tertular HIV yang dianjurkan tes HIV
adalah orang-orang yang perilakunya berisiko tertular HIV, yaitu:
(1) Laki-laki dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual
tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan perempuan yang berganti-ganti.
(2) Perempuan dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual
tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan laki-laki yang berganti-ganti.
(3) Laki-laki dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual
tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan perempuan yang sering
berganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks komersial (PSK).
Untuk mengetahui perilaku orang-orang yang mau tes HIV dilakukan konseling
(bimbingan), semacam wawancara, berupa informasi tentang HIV/AIDS dan semua hal
yang berkaitan, termasuk tentang perilaku yang berisiko tertular HIV.
Jika hasil konseling menunjukkan ybs. pernah atau sering melakukan perilaku
berisiko, maka dianjurkan untuk tes HIV dengan persyaratan ybs. harus berjanji
bahwa jika hasil tes positif akan menghentikan penyebaran HIV mulai dari dirinya,
dan jika hasil tes negatif berjanji akan menghindari perilaku berisiko (Lihat
Gambar).
Dalam berita tidak ada penjelasan apakah 80 pengunjung yang ikut tes sudah
mendapatkan konseling sebelum tes HIV. Kalau mereka tidak mendapat konseling
sebelum tes, maka tes tsb. melawan asas prosedur tes HIV yang baku.
Maka, bagi orang-orang yang tidak pernah melakukan perilaku (1), (2) dan
(3) tidak perlu tes HIV karena mereka bukan orang-orang yang berisiko tertular
HIV.
Dalam berita disebutkan ”Tebakannya tepat, banyak anak muda yang penasaraan
dengan tes HIV.” Maksudnya tebakan Ketua PKBI dr Dwi Yoga Yulianto.
Tanpa konseling tes HIV akan mencelakai karena hasil tes HIV bisa positif
palsu (HIV tidak ada dalam darah tapi hasil tes reaktif) atau negatif palsu
(HIV ada dalam darah tapi hasil tes reaktif).
Bayangkan, kalau ada di antara remaja itu yang hasil tes HIV-nya positif
palsu tentulah akan jadi masalah besar bagi mereka. Padahal, mereka tidak
mengidap HIV/AIDS.
Sebaliknya, yang menerima hasil tes negatif palsu juga akan jadi bumerang
karena mereka merasa tidak mengidap HIV/AIDS, padahal itu negatif palsu.
Artinya, mereka mengidap HIV/AIDS tapi tes tidak bisa mendeteksinya. Ini bisa
terjadi karena ada kemungkinan ketika tes masih pada masa jendela (tertular HIV
di bawah tiga bulan).
Pernyataan ” .... beberapa perempuan membawa sejumlah kondom usai menjalani
pemeriksaan” tidak jelas apakah perempuan tsb. bersuami atau remaja.
Jika istri memawa kondom ke rumah bisa muncul persoalan karena selama ini
kondom dianggap sebagai alat yang mendorong zina dan melacur.
Maka, yang paling tepat adalah konseling pasangan sehingga suami bisa
menimbang-nimbang perilakunya.
Penyebaran HIV di Indonesia terus terjadi karena insiden infeksi HIV baru
pada laki-laki dewasa melalui hubungan seksual dengan PSK terus terjadi.
Laki-laki, jika dia seorang suami, yang tertular HIV dari PSK akan menularkan
HIV kepada istrinya. Kalau istri tertular HIV, maka ada pula risiko penularan
HIV kepada bayi yang dikandungnya.
Kasus HIV/AIDS yang terdeteksi pada ibu-ibu rumah tangga dan bayi
membuktikan insiden infeksi HIV baru pada laki-laki dewasa terus terjadi.
Tanpa program yang konkret berupa program yang konkret dan terukur untuk
menurunkan insiden infeksi HIV baru pada laki-laki melalui pelacuran, maka
selama itu pula penyebaran HIV/AIDS akan terus terjadi.
Penyebaran HIV/AIDS akan bermuara pada ’ledakan AIDS’.***
- AIDS Watch
Indonesia/Syaiful W. Harahap
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.