24 Juni 2013

Ciwidey dan Pengalengan, Kab Bandung, Jabar, Dikabarkan ’Rentan’ HIV/AIDS


Tanggapan Berita (24/6-2013) – ”Penyebaran HIV/AIDS rentan terjadi di daerah tujuan wisata Kabupaten Bandung. Kecamatan Ciwidey dan Pangalengan menjadi daerah yang paling rentan terkena penyebarannya.” Ini lead pada berita ”Ciwidey dan Pangalengan Paling Rentan HIV/AIDS di Kabupaten Bandung” di www.tribunnews.com (24/6-2013).

Pernyataan di atas menunjukkan pemahaman yang tidak akurat terhadap HIV/AIDS sebagai fakta medis. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait dengan pernyataan di atas, yaitu:

(1) Sebagai virus, HIV tidak ada di dalam bebas, seperti di daerah tujuan wisata. HIV hanya ada pada darah orang-orang yang mengidap HIV/AIDS. Ada yang sudah mengetahuinya tapi banyak pula yang tidak menyadari dirinya sudah tertular HIV karena tidak ada tanda-tanda yang khas AIDS pada fisik orang-orang yang tertular HIV.

(2) Tidak ada kaitan daerah tujuan wisata dengan HIV/AIDS. Di negara-negara yang bukan tujuan wisata pun banyak kasus AIDS yang dilaporkan. Arab Saudi, misalnya, secara de facto dan de jure tidak ada pelacuran dan hiburan malam sudah melaporkan lebih dari 16.000 kasus AIDS.

(3) Yang rentan adalah perilaku seks orang per orang, yaitu terkait dengan hubungan seksual. Orang-orang yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan pasangan yang berganti-ganti atau dengan yang sering berganti-ganti pasangan.

Kasus kumulatif HIV/AIDS di Kab Bandung pada tahun 2010 mencapai 200.

Menurut Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kab Bandung, Grace Mediana,  kedua kecamatan yang menjadi daerah tujuan wisata tersebut menjadi rentan terhadap penyebaran HIV AIDS. Pasalnya, tempat hiburan banyak terdapat di kawasan tersebut. Tidak jarang diwarnai praktek prostitusi.

Biar pun di dua kecamatan itu ada praktek prostitusi itu bukan berarti penduduk otomatis rentan tertular HIV/AIDS.

Penduduk rentan tertular HIV/AIDS jika ada, terutama laki-laki dewasa, yang melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan pekerja seks atau cewek-cewek di tempat hiburan.

Sedangkan perempuan di dua kecamatan itu rentan tertular HIV jika ada di antara mereka yang menjadi cewek penghibur.

Maka, yang perlu dilakukan oleh Pemkab Bandung, dalam hal ini KPA Kab Bandung, adalah menjalakan program yang konkret, al. melakukan survailans tes HIV secara rutin terhadap perempuan hamil. 
Masih menurut Grace, bukan berarti orang-orang di dua kecamatan tersebut banyak terkena HIV AIDS. Bisa saja penyakit tersebut ada karena dibawa orang dari luar seperti para pekerja seks komersil (PSK) atau pengunjung ke objek wisata tersebut.

Nah, pernyataan Grace ini merupakan penyangkalan karena bisa saja ada penduduk dua kecamatan itu, terutama laki-laki dewasa, yang melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan PSK di luar dua kecamatan tsb.

Biar pun ada PSK yang datang ke dua kecamatan tsb., penyebaran HIV/AIDS tidak akan terjadi terhadap penduduk jika tidak ada penduduk, yaitu laki-laki dewasa, yang melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan PSK.

Pernyataan Grace lagi-lagi tidak bertumpu pada fakta. Lihat saja pernyataan ini: “Bukan berarti warga di kedua kecamatan itu banyak yang mengidap HIV. Tapi rentan terhadap penyebarannya. Banyaknya orang luar yang berkunjung bisa menjadi penyebabnya.”

Biar pun banyak orang luar yang berkunjung ke kedua kecamatan itu kalau penduduk tidak melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan pendatang, maka tidak ada risiko penularan HIV/AIDS.

Sebaliknya, bisa saja penduduk di dua kecamatan itu ada yang melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan PSK di luar daerah tsb. Jika mereka tertular, maka mereka akan menyebarkan HIV/AIDS di dua kecamatan tsb., al. melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Untuk itulah selain sosialisasi, Pemkab Bandung perlu melakukan intervensi terhadap laki-laki yang melakukan hubungan seksual dengan PSK yaitu mereka diwajibkan memakai kondom. Tentu saja ini memerlukan intervensi berupa program yang konkret, al. melokalisir pelacuran agar program bisa dijalankan dengan efektif.

Jika Pemkab Bandung tidak menjalankan program yang konkret, maka penyebaran HIV/AIDS akan terus terjadi yang kelak bermuara pada ’ledakan AIDS’.***

- AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.