Tanggapan Berita (13/6-2013) – “Kita lebih fokus pada pencegahan
melalui sosialisasi dan pembagian alat kontrasepsi atau kondom. Di lokasi-lokasi
yang tinggi tingkat sebaran HIV/AIDS, dan biasanya terjadi di
lokalisasi-lokalisasi seperti di Kecamatan Mandau.”
Pernyataan di atas disampaikan oleh Kepala Dinas Kesehatan (Diskes) Kabupaten
Bengkalis Moh. Sukri, Prov Riau, terkait dengan sebaran kasus HIV/AIDS di Kab
Bengkalis yang dikabarkan kasus kumulatif HIV/AIDS sampai Maret 2013 mencapai
288 dengan 22 kematian (Cegah
Penularan HIV/AIDS, Diskes Bengkalis Bagi-bagikan Kondom, katakabar.com,
5/6-2013).
Untuk meminimalisir kasus HIV/AIDS dikabarkan dilakukan sosialisasi dan pembagian kondom.
Langkah Dinkes Bengkalis ini tidak sistematis karena tidak ada mekanisme
untuk memantau pemakaian kondom pada laki-laki ketika mereka melakukan hubungan
seksual dengan pekerja seks komersial (PSK) di lokasi-lokasi pelacuran.
Berbagai studi menunjukkan laki-laki ’hidung belang’ tidak mau memakai
kondom ketika sanggama dengan PSK dengan 1001 macam alasan.
Selain itu posisi tawar PSK sangat rendah dalam hal meminta laki-laki
memakai kondom.
Maka, biar pun kondom dibagi-bagikan gratis di lokasi-lokasi pelacuran itu
tidak jaminan laki-laki ’hidung belang’ akan memakai kondom ketika melalukan
hubungan seksual dengan PSK.
Disebutkan lagi oleh Sukri: “Paling tidak dengan mengkampanyekan bahaya penyakit HIV/AIDS, tentunya secara tidak langsung sudah melakukan upaya yang lebih jitu untuk penurunan sebaran HIV/AIDS, karena HIV/AIDS ini juga merupakan gejala-gejala penyakit kelamin.”
Kampanye bahaya HIV/AIDS sudah dilakukan sejak awal epidemi HIV/AIDS di
Indonesia yaitu tahun 1987. Tapi, karena materi komunikasi, informasi dan
edukasi (KIE) HIV/AIDS dibumbui dengan moral, maka fakta medis tentang HIV/AIDS
tidak sampai ke masyarakat karena yang sampai hanya mitos (anggapan yang salah)
tentang HIV/AIDS, al. mengaitkan penularan HIV/AIDS dengan zina dan pelacuran.
Padahal, penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual terjadi karena kondisi
hubungan seksual (salah satu mengidap HIV/AIDS dan laki-laki atau suami tidak
memakai kondom setiap kali sanggama) bukan karena sifat hubungan seksual (zina,
melacur, dll.).
Jika di Kab Bengkalis ada praktek pelacuran, maka yang perlu dilakukan
Pemkab Bengkalis adalah melakukan intervensi untuk menurunkan insiden infeksi
HIV baru pada laki-laki melalui pelacuran.
Intervensi dilakukan dengan program yang konkret melalui regulasi yang
memaksa laki-laki memakai kondom setiap kali melakukan hubungan seksual dengan
PSK.
Tanpa ada program yang konkret untuk menurunkan insiden infeksi HIV baru
pada laki-laki melalui hubungan seksual dengan PSK, maka penyebaran HIV/AIDS di
Kab Bengkalis akan terus terjadi.
Penyebaran HIV/AIDS di Kab Bengkalis kelak akan bermuara pada ’ledakan
AIDS’.***
- AIDS Watch
Indonesia/Syaiful W. Harahap
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.