Tanggapan Berita (6/5-2013)
– “ …. banyak waria berkeliaran bebas. Sehingga mereka rawan terkena penyakit
HIV/AIDS.” Ini pernyataan Koordinator SSR Fatayat NU Jateng 1 meliputi Brebes,
Kota Tegal dan Pemalang, Nur Hasanah, dalam berita “Cek HIV/AIDS, puluhan
Waria di Tegal periksa darah” di sindonews.com (5/5-2013).
Pernyataan tsb. sangat tidak
manusiawi dan menggelapkan fakta terkait dengan penyebaran HIV di masyarakat.
Pertama, dalam kosa kata
bahasa Indonesia berkeliaran hanya ditujukan kepada binatang. Biar pun di mata
Nur Hasanah waria bukan bagian dari masyarakat bermoral, tapi mereka tetap
manusia.
Kedua, kalau Nur Hasanah
mengatakan waria berkeliaran, maka laki-laki heteroseks yang melakukan seks
anal dengan waria juga berkeliaran. Mereka ini bisa sebagai suami. Maka, selain
waria ada pula suami yang berkeliaran mencari waria.
Ketiga, kerawanan terkait
dengan risiko tertular HIV bukan karena kalangan atau kelompok, dalam hal ini
waria, tapi terkait erat dengan perilaku orang per orang.
Keempat, yang menularkan
HIV kepada waria al. adalah laki-laki heteroseks yang dalam kehidupan
sehari-hari bisa sebagai seorang suami.
Kelima, ketika waria
menjalani tes, maka waria yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS sudah menularkan
HIV kepada laki-laki yang melakukan seks anal tanpa kondom dengan mereka. Laki-laki
ini pun akan menularkan HIV kepada istrinya. Selanjutnya, istrinya akan
menularkan HIV kepada bayi yang dikandungnya.
Kasus
kumulatif HIV/AIDS yang dilaporkar di Kab Brebes tercatat 60 yang terdeteksi
sejak tahun 2010 sampai April 2013 (suaramerdeka.com, 29/4-2013), di
Kota Tegal dilaporkan 211 yang terdeteksi sejak 2008 sampai Oktober
2012 yang terdiri atas 117 HIV dan 94 AIDS (jpnn.com, 27/11-2012), dan di Kab Pemalang 61
HIV dan 26 AIDS dengan 19 kematian (http://www.aidsjateng.or.id, 26/11-2012).
Dalam berita disebutkan: Karena
Waria dinilai memiliki risiko besar penularan HIV/AIDS.
Lalu, bagaimana dengan laki-laki
yang menularkan HIV kepada waria?
Celakanya, program tsb. sama
sekali tidak menyasar laki-laki yang menularkan HIV kepada waria dan laki-laki
yang tertular HIV dari waria (Lihat
Gambar 1).
Disebutkan pula dalam berita: Selain
pengecekan tersebut, para waria tersebut juga diberikan penyuluhan dan
informasi mengenai kesehatan, bahaya HIV/AIDS dan penanganannya. Menurut Nur
Hasanah, hal ini ditujukan agar para waria tersebut menyadari bahaya laten dari
virus mematikan di dunia tersebut.
Yang menjadi persoalan bukan
waria, tapi laki-laki yang menularkan HIV kepada waria dan laki-laki yang
tertular HIV dari waria. Soalnya, posisi tawar waria untuk memaksa laki-laki
memakai kondom ketika seks anal sangat rendah sehingga waria tidak mempunyai
pilihan selain melayani seks anal tanpa kondom.
Langkah konkret yang perlu
dilakukan dinas-dinas kesehatan di wilayah Brebes, Kota Tegal dan Pemalang
adalah intervensi berupa program yang sistematis, yaitu (1) Laki-laki wajib
memakai kondom ketika melakukan seks anal dengan waria, (2) Laki-laki yang
pernah atau sering melakukan seks anal tanpa kondom dengan waria wajib memakai
kondom ketika sanggama dengan istrinya, dan (3) Pencegahan dari-ibu-ke-bayi
yang dikandungnya (Lihat Gambar 2).
Penyebutan ‘virus mematikan di
dunia tersebut’ tidak akurat dan ngawur karena belum ada kasus kematian pada
Odha (Orang dengan HIV/AIDS) atau
pengidap HIV/AIDS karena (virus) HIV. Kematian pada Odha terjadi karena
penyakit yang disebut infeksi oportunistik, seperti diare dan TBC, pada masa
AIDS (setelah tertular HIV antara 5-15 tahun).
Selama tidak ada program yang
konkret, maka tes HIV pada waria sama saja dengan ‘menggantang asap’ karena
laki-laki yang menularkan HIV kepada waria dan laki-laki yang tertular HIV dari
waria menjadi mata rantai penyebaran HIV di masyarakat, al. melalui hubungan
seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.
Perda AIDS Kab Batang pun sama
sekali tidak ada gunanya karena tidak ada satu pun pasal yang memberikan
langkah yang konkret untuk menanggulangi penyebaran HIV/AIDS (Lihat: Perda AIDS
Kabupaten Batang, Prov Jawa Tengah - http://www.aidsindonesia.com/2012/09/perda-aids-kabupaten-batang-prov-jawa.html).
Maka, tidaklah mengherankan kalau
kemudian kasus HIV/AIDS terus terdeteksi pada ibu-ibu rumah tangga dan bayi. Pada
gilirannya penyebaran HIV di Brebes, Kota Tegal dan Pemalang akan sampai pada
’ledakan AIDS’.***
- AIDS Watch
Indonesia/Syaiful W. Harahap
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.