16 Mei 2013

Menunggu ‘Ledakan AIDS’ di Prov Banten



Tanggapan Berita (17/5-2013) - Dengan jumlah kasus kumulatif HIV/AIDS 2.731 yang terdiri atas 1.844 HIV dan 887 AIDS yang tercatat sampai Maret 2013 sudah saat Pemprov Banten melakukan penanggulangan dengan cara-cara yang konkret dan sistematis.

Tapi, yang terjadi justru sebaliknya. Program penanggulangan HIV/AIDS di Prov Banten sama sekali tidak konkret sehingga insiden infeksi HIV baru, terutama pada laki-laki dewasa, terus terjadi. Pada gilirannya laki-laki dewasa yang tertular HIV menjadi mata rantai penyebaran HIV di masyarakat.

Salah satu cara penularan HIV pada laki-laki dewasa adalah melalui hubungan seksual tanpa kondom dengan perempuan yang sering berganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks komersial (PSK), dan waria. Seperti disebutkan dalam berita “144 Warga Banten Meninggal Akibat HIV/AIDS” (Harian “Suara Pembaruan”, 11/5-2013: Penularan penderita HIV/AIDS yang ada di Banten, umumnya karena prilaku seks yang tidak benar atau tidak dengan pasangannya. 

Pada mulanya laki-laki dewasa penduduk Banten tertular melalui hubungan seksual yang ‘tidak benar’ (baca: dilakukan dengan perempuan yang berganti-ganti atau dengan perempuan yang sering berganti-ganti pasangan tanpa kondom). Tapi, di Banten penyebaran HIV terjadi dalam ikatan pernikahan yaitu dari suami ke istri yang selanjutnya dari istri ke bayi yang dikandungnya.

Di Kab Lebak, misalnya, kasus HIV/AIDS umumnya terdeteksi pada ibu-ibu rumah tangga dan bayi. Ibu-ibu rumah tangga itu tertular HIV dari suaminya. Sebagian besar suami di Lebak bekerja di luar daerah.

Celakanya, ketika istri atau anak mereka terdeteksi mengidap HIV/AIDS pada suami itu ‘menghilang’ sehingga tidak bisa dijangkau untuk menjalani tes HIV. Suami-suami yang sudah menularkan HIV ke istrinya menjadi mata rantai penyebaran HIV di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual dalam pernikahan (Gambar 1).

Kasus HIV/AIDS pada ibu-ibu rumah tangga anak-anak terdeteksi ketika mereka berobat atau dirujuk ke rumah sakit dengan penyakit yang terkait HIV/AIDS.

Pemprov Banten sendiri tdak mempunyai program yang konkret dan sistematis untuk mendeteksi HIV/AIDS pada perempuan hamil. Akibatnya, pencegahan penularan HIV dari-ibu-ke-bayi yang dikandungnya tidak bisa dilakukan. Ibu-ibu rumah tangga dan bayi terdeteksi mengidap HIV melalui inisiatif dokter yang memeriksa mereka di rumah sakit. Dokter menyarankan tes HIV karena penyakit yang mereka derita terkait dengan HIV/AIDS.

Di Kab Tangerang ada seorang laki-laki yang mempunyai pasangan 13. Laki-laki tsb. meninggal di rumah sakit sebagai pengidap HIV/AIDS. Dari 13 pasangannya ada tujuh yang sudah menjalani tes HIV dan semuanya mengidap HIV/AIDS. Namun, enam pasangan yang lain tidak diketahui alamatnya sehingga tidak menjalani tes HIV (Lihat: Seorang Laki-laki di Kab. Tangerang, Prov. Banten, Menularkan HIV Kepada 7 Istri dari 13 Istrinya - http://regional.kompasiana.com/2011/12/20/seorang-laki-laki-di-kab-tangerang-prov-banten-menularkan-hiv-kepada-7-istri-dari-13-istrinya-423506.html). 

Maka, enam perempuan tsb. menjadi mata rantai penyebaran HIV di Kab Tangerang khususnya dan di Prov Banten umumnya jika mereka menikah (Gambar 2). 


Enam perempuan yang tidak menjalani tes HIV itu akan menyebaran HIV/AIDS paling tidak kepada enam laki-laki yang menikahi mereka. Jika enam perempuan itu hamil, maka ada pula risiko penularan kepada bayi yang mereka kandung kelak.

Selain tertular di luar Banten, di Banten pun ada beberapa lokasi pelacuran, seperti di Kosambi, Kab Tangerang, di Merak, Cilegon, dan di beberapa tempat. Selain itu ada pula praktek pelacuran yang melibatkan PSK tidak langsung, al. cewek-cewek di bar, diskotek dan karaoke yang dilakuan di berbagai tempat. Bahkan, di Sobang, Kab Pandeglang, ada kegiatan pelacuran yang melibatkan waria.

Karena kegiatan pelacuran di Prov Banten tidak dilokalisir, maka tidak bisa dilakukan intervensi untuk menerapkan program pencegahan yang efektif yaitu memaksa laki-laki memakai kondom.

Pemprov Banten sendiri sudah menerbitkan Peraturan Daerah (Perda) penanggulangan HIV/AIDS yaitu Perda No 6 Tahun 2010 tentang Penanggulangan HIV dan AIDS. Tapi, sama seperti 65 perda lain yang ada di Indonesia Perda AIDS Banten pun sama sekali tidak mempunyai program yang konkret untuk menanggulangi HIV/AIDS (Lihat: Perda AIDS Provinsi Banten - http://www.aidsindonesia.com/2012/10/perda-aids-provinsi-banten.html).  

Ada tiga pilihan yang bisa dilakukan Pemprov Banten, yaitu: (1) Mengajak semua laki-laki dewasa agar tidak ada lagi yang melacur, (2) Meminta agar laki-laki memakai kondom jika melacur, dan (3) Meminta laki-laki yang melacur tanpa kondom supaya memakai kondom jika sanggama dengan istri.

Pilihan nomor 1 dan nomor 3 adalah hal yang mustahil karena Pemprov Banten tidak bisa mengawasi semua laki-laki dewasa agar tidak melacur dan yang melacur tanpa kondom memakai kondom agar memakai kondom jika sanggama dengan istrinya.

Sedangkan pilihan nomor 2 hanya bisa dilakukan jika kegiatan pelacuran dilokalisir sehingga intervensi bisa dilakukan dengan efektif. Cara ini sudah membuahkan hasil di Thailand yaitu membuat aturan agar laki-laki selalau memakai kondom ketika melakukan hubungan seksual anegan PSK. Tentu saja diperlukan pula cara pemantauan yang konkret

Langkah konkret yang bisa dilakukan oleh Pemprov Banten untuk mencegah insiden infeksi HIV baru adalah meminta kepada semua laki-laki dewasa agar tidak ada yang melakukan hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan perempuan yang bergante-ganti atau dengan perempuan yang sering berganti-ganti pasangan, seperti PSK, dan waria.

Tapi, selama Pemprov Banten tidak bisa menjamin tidak ada laki-laki dewasa yang melacur sedangkan kegiatan pelacuran di Banten tidak dilokalisir, maka insiden infeksi HIV baru pada laki-laki dewasa akan terus terjadi karena mereka tidak memakai kondom ketika melakukan hubungan seksual dengan PSK.

Pada gilirannya laki-laki yang tertular HIV akan menjadi mata rantai penyebaran HIV di Banten. Hal ini dapat dibuktikan dari penemuan kasus HIV/AIDS pada ibu-ibu rumah tangga dan bayi. Kelak kasus HIV/AIDS di Banten akan bermuara pada ‘panen AIDS’.***

- AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap






Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.