Tanggapan Berita (28/5-2013)
– "Jika ada lokalisasi, PSK bisa terkontrol. Siapa yang bersama mereka
bisa diketahui. Kesehatan PSK (pekerja seks komersial-pen.) juga bisa
terkontrol. Meskipun solusi itu masih sensitif, kami yakin wacana itu bisa
terealisasi." Ini pernyataan Suwata, Koordinator Penanggulangan AIDS dan Penanggulangan
Penyalahgunaan Jarum Suntik untuk Napza, Kab Subang, Jawa Barat (Jabar) dalam
berita ”Aktivis AIDS: Jika Ada Lokalisasi PSK Bisa Terkontrol” di tribunNews
(27/5-2013).
Ada beberapa hal yang perlu dikoreksi terkait dengan pernyataan Suwata di
atas, yaitu:
(1) Terkait dengan penanggulangan HIV/AIDS melalui hubungan seksual dengan
PSK yang menjadi sasaran bukan PSK, tapi laki-laki yang melakukan hubungan
seksual dengan PSK. Laki-laki diwajibkan memakai kondom ketika sanggama dengan
PSK.
(2) Jika yang menjadi sasaran adalah PSK, maka langkah itu bias gender
karena hanya menjadikan perempuan (baca: PSK) sebagai objek dan mengabaikan
laki-laki.
(3) HIV/AIDS tidak bisa diketahui melalui pengontrolan kesehatan PSK karena
seorang PSK yang mengidap HIV/AIDS tidak menunjukkan penyakit atau
gejala-gejala yang khas AIDS pada fisiknya.
(4) Mengontrol identitas laki-laki yang sanggama dengan PSK merupakan
perbuatan yang melawan hukum dan pelanggaran terhadap hak asasi manusia (HAM).
Perlu diketahui yang dilakukan di lokalisasi pelacuran yang dibentuk dengan
regulasi adalah program yang sitematis. Program tsb., dikenal sebagai ’wajib
kondom 100 persen bagi laki-laki yang melakukan hubunga seksual dengan PSK’,
sudah berhasil menurunkan insiden infeksi HIV baru pada laki-laki dewasa di
Thailand.
Program tsb. bisa jalan dengan efektif melalui cara: (a) pelacuran
dilokalisir, (b) germo atau mucikari diberikan surat izin usaha sebagai alat
untuk menjerat pelanggaran, (c) pemantauan yang konkret yaitu melakukan tes IMS
(infeksi menular seksual, seperti kencing nanah/GO, raja singa/sifilis, virus
hepatitis B, klamida, jengger ayam, dll.) kepada PSK, dan (d) jika ada PSK yang
terdeteksi mengidap IMS germo akan menerima hukuman sesuai dengan yang
disepakati dalam surat izin usaha.
Kasus kumulatif HIV/AIDS di Kab Subang sampai Maret
2013 tercatat 608 yang terdiri atas 205 HIV dan 354 AIDS. Dari jumlah tsb.
HIV/AIDS terdeteksi pada 25 balita.
Data itu menunjukkan ada 25 ibu rumah tangga yang mengidap HIV/AIDS dan ada
lagi 25 suami yang juga pengidap HIV/AIDS. Kalau 25 suami itu mempunyai istri
lebih dari satu, maka kian banyak perempuan yang berisiko tertular HIV/AIDS.
Disebutkan oleh Suwata bahwa separuh dari jumlah total penderita HIV/AIDS
di Kab Subang, berada di Subang Kota. Jumlah tersebut akan bertambah seiring
dinamika kehidupan masyarakat Subang.
Penyebaran HIV/AIDS di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa
kondom, di dalam dan di luar nikah, bukan karena dinamika masyarakat tapi karena
perilaku seks orang per orang, terutama laki-laki dewasa yang sering melacur di
Subang atau di luar Subang. Laki-laki yang tertular HIV menjadi mata rantai
penyebaran HIV di masyarakat.
Hal itu terjadi karena banyak orang yang tidak menyadari dirinya sudah
mengidap HIV/AIDS karena tidak ada keluhan kesehatan dan gejala yang khas AIDS
pada fisik mereka.
Program yang perlu dilakukan Pemkab Subang adalah merancang program yang
sistematis untuk mendeteksi HIV/AIDS di masyarakat.
Tanpa program yang konkret dan sistematis, maka penyebaran HIV/AIDS di Kab
Subang akan terus terjadi yang kelak bermuara pada ’ledakan AIDS’.***
- AIDS Watch
Indonesia/Syaiful W. Harahap
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.