Tanggapan Berita (23/5-2013) – "Itu yang tercatat nama maupun alamatnya.
Sesuai aturan kami tidak boleh menyebutkan identitasnya termasuk jenis
kelaminnya laki-laki atau perempuan." Ini pernyataan Sekretaris Komisi
Penanggulangan AIDS Kota Magelang, Prov Jawa Tengah (Jateng), Drs Surasmono, MM, tentang jumlah penderita
HIV/AIDS di Kota Magelang saat ini yang mencapai 49 dalam berita ”Penderita
HIV/AIDS di Magelang Capai 49 Orang” di suaramerdeka.com (21/5-2013).
Pernyataan Surasmono ini ngawur karena jenis kelamin, umur, faktor risiko,
dan infeksi oportunistik pengidap HIV/AIDS bukan rahasia atau fakta privat
sehingga boleh dipublikasikan tanpa izin ybs. Yang tidak boleh dipublikasikan
adalah nama jelas dan alamat lengkap.
Sangat disayangkan sekretaris KPA pun tidak memahami HIV/AIDS secara benar.
Sudah bisa dipastikan program yang dijalankan KPA Kota Magelang pun hanya
sebatas jargon moral yang menjadi orasi politis.
Celakanya, wartawan yang menulis berita ini pun tidak melakukan pengamatan
di lapangan, al. (1) tingkat pelacuran, (2) tingkat pemakaian kondom, dan (3)
kasus IMS (infeksi menular seksual, seperti GO, sifilis, virus hepatitis B,
klamidia, dll.) di puskesmas dan rumah sakit.
Kalau wartawan mengamati tiga hal itu maka berita yang ditulis akan lebih
akurat karena menggambarkan fakta berupa perilaku laki-laki yang berisiko
tertular HIV.
Jumlah kasus 49 itu adalah yang terdeteksi. Di masyarakat ada kasus yang
tidak terdeteksi yang disebutkan 200. Angka ini pun sebagai estimasi yang tidak
akurat karena tidak ada jaminan bahwa tidak ada laki-laki dewasa penduduk Kota
Magelang yang melacur tanpa kondom di Kota Magelang atau di luar Kota Magelang.
Yang menjadi pertanyaan adalah: Apa program KPA Kota Magelang untuk
mendeteksi HIV/AIDS di masyarakat?
Nah, ini pun tidak ditanya wartawan sehingga tidak memberikan gambaran
tentang upaya mendeteksi kasus HIV/AIDS di masyarakat.
Ini pernyataan Surasmono: "Yang jelas penularannya disebabkan karena
hubungan seks bebas berganti-ganti pasangan, transfusi darah, jarum suntik yang
digunakan bergantian oleh pecandu narkoba dan air susu ibu."
Pernyataan tentang penularan melalui hubungan seksual yang disampaikan
Surasmono tidak akurat. Risiko tertular melalui hubungan seksual bisa terjadi
di dalam dan di luar nikah (sifat hubungan seksual) jika salah satu dari
pasangan tsb. mengidap HIV/AIDS dan laki-laki tidak memakai kondom (kondisi
hubungan seksual).
Ini juga pernyataan Surasmono: "Yang mengerikan seperti itu. Jabang
bayi yang tidak berdosa terkena HIV/AIDS karena perbuatan ayahnya. Juga ibu
terkena kemudian memberi air susu ibu maka bayinya akan tertular."
Tidak ada kaitan dosa dengan penularan HIV karena penularan HIV juga
terjadi melalui transfusi darah yang sama sekali tidak terkait dengan dosa.
Lagi pula apakah yang berdosa harus tertular HIV? Pernyataan Surasmono itu
mendorong stigma (cap buruk) dan diskriminasi (perlakuan berbeda) terhadap Odha
(Orang dengan HIV/AIDS).
"Rumah sakit di Kota Magelang belum ada pengobatan HIV/AIDS. Kami
sedang mengusulkan ke Pemprov Jateng dan pemerintah pusat supaya RSU Tidar dan
RS Tentara dr Sudjono dilengkapi fasilitas pengobatan penyakit tersebut." Lagi-lagi
ini pernyataan Surasmono yang
juga tidak akurat.
Tidak semua Odha harus menjalani pengobatan. Yang menjalani pengobatan
adalah mereka yang sudah masuk masa AIDS yaitu memerlukan obat antiretroviral
(ARV) serta Odha yang menderita penyakit lain, seperti diare dan TBC. Tapi,
tidak diperlukan fasilitas khusus karena penanganannya sama saja dengan
penyakit menular lain.
Yang diperlukan di Kota Magelang adalah Klinik VCT yaitu tempat khusus
untuk tes HIV secara sukarela yang
gratis dengan bimbingan dan kerahasiaan.***
- AIDS Watch
Indonesia/Syaiful W. Harahap
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.