Tanggapan Berita (26/5-2013)
– “ …. temuan itu memang tinggi, tapi
diperkirakan masih banyak yang belum ditemukan. Padahal, jika ada temuan dini,
potensi untuk pengobatan juga lebih besar. Mereka bisa terpantau, terutama oleh
petugas kesehatan.” Ini pernyataan Kepala Seksi Pemberatasan Penyakit Menular
Langsung (P2ML) Dinkes Kabupaten Kediri, Nur Munawaroh, dalam berita “Mencemaskan,
Kasus HIV-AIDS di Kediri Capai Ratusan” di republika.co.id (25/5-2013).
Disebutkanbahwa kasus kumulatif
HIV/AIDS di Kab Kediri, Jawa Timur (Jatim) sampai tahun 2013 mencapai 471
dengan 139 kematian.
Ada data yang tidak masuk akal yaitu
disebutkan bahwa 95 persen penularan terjadi melalui hubungan seksual bukan
dengan pasangan resmi. Dari jumlah tsb. Disebutkan bahwa ada 74 ibu rumah
tangga yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS. Itu artinya 15,71 persen. Maka,
sebagian besar dari ibu-ibu rumah tangga itu pun tertular dari laki-laki yang
bukan suami atau pasangan resminya. Ini fantastis.
Pernyataan “ …. jika ada temuan
dini, potensi untuk pengobatan juga lebih besar” merupakan langkah di hilir.
Artinya, Dinkes Kediri menunggu ada dulu penduduk yang tertular HIV/AIDS baru
ditangani.
Di bagian lain juga disebutkan
oleh Nur bahwa ” .... pemerintah terus intensif untuk melakukan pendampingan
dan temuan kasus. Saat ini, sudah terdapat dua tempat untuk pemeriksaan di
antaranya di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Pelem, Kecamatan Pare dan Puskesmas
Gurah.”
Langkah itu pun jelas terjadi di
hilir. Lagi-lagi Pemkab hanya menunggu penduduk Kediri tertular HIV baru
ditangani.
Padahal, yang diperlukan adalah
program di hulu yaitu menanggulangi insiden infeksi HIV baru, al. menurunkan
insiden infeksi HIV baru pada laki-laki dewasa melalui hubungan seksual dengan
pekerja seks komersial (PSK).
Disebutkan bahwa dari 471 kasus
HIV/AIDS di Kab Kediri al. terdeteksi pada 199 PSK. Itu artinya ada 199
laki-laki dewasa yang menularkan HIV kepada 199 PSK tsb. Selanjutnya 199 PSK
pengidap HIV/AIDS itu pun menularkan HIV kepada ribuan laki-laki (Gambar 1).
Celakanya, Pemkab Kediri tidak
mempunyai program yang konkret untuk menurunkan insiden infeksi HIV baru pada
laki-laki yang melacur dengan 199 PSK yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS.
Akibatnya, ribuan perempuan berisiko tertular HIV yang kelak berlanjut pada
penularan HIV kepada bayi yang dikandung istri-istri yang tertular HIV dari
suaminya.
Dalam kaitan itulah diperlukan intervensi berupa program yang konkret, al. (1)
pemakaian kondom pada laki-laki jika melakukan hubungan seksual dengan PSK, dan
(2) pencegahan penularan HIV dari-ibu-ke-bayi yang dikandungnya.
Untuk menjalankan program nomor 1
PSK harus ada di lokalisasi pelacuran agar penerapan hukum bisa dijalankan.
Sedangkan untuk program nomor 2
diperlukan program yang sistematis untuk mendeteksi HIV/AIDS pada perempuan
hamil.
Sudah bisa dipastikan program nomor 1 tidak akan bisa dijalankan karena Pemprov Jawa Timur mempunyai program untuk menutup semua lokasi pelacuran di Jatim. Maka, praktek pelacuran pun terjadi di sembarang tempat dan sembarang waktu yang kelak akan menjadi pemicu penyebaran HIV/AIDS karena tidak bisa dijangkau untuk program kondom.
Yang tidak jelas adalah: Apakah
suami 74 ibu rumah tangga yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS sudah mejalani rtes
HIV?
Kalau jawabannya tidak, maka 74
suami itu menjadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat (Gambar 2).
Itu artinya kalau 74 suami itu
menularkan HIV kepada PSK, maka ribuan laki-laki lain berisiko tertular HIV.
Untuk itulah diperlukan program
yang konkret yaitu program ‘wajib kondom’ pada laki-laki yang melacur agar
insiden infeksi HIV bisa diturunkan.
Tapi, jika Pemkab Kediri tidak
melakukan intervensi yang konkret terhadap laki-laki di pelacuran, maka insiden
infeksi HIV baru terus terjadi yang pada gilirannya akan menyebarkan HIV/AIDS
kepada istri mereka yang akan bermuara pada anak-anak.
Kalau hal itu terjadi, maka
Pemkab Kediri tinggal menunggu waktu saja untuk ‘panen AIDS’.***
- AIDS Watch
Indonesia/Syaiful W. Harahap
maaf Bapak.... ulasan ini sepertinya SEBUAH ULASAN KURANG DATA..... sbg masukan, sebaiknya untuk memulai mengulas sesuatu hal, dilakukan wawancara yang lengkap dulu...baru dilakukan ulasan.....
BalasHapus1. pengulas belum tahu tentang program penggunaan kondom di EX LOKALISASI di Kab.kediri
2. penulis belum tahu yg dilakukan dlm program PMTCT di kab.kediri
3. penulis belum tahu persis makna paparan data yg ada
so.... lengkapi dulu data, baru lakukan ulasan...insya Allah....tulisan disini akan bermanfaat
tks
@Nur Munawaroh, trims. Agar Anda pahami pada tulisan itu ada keterangan "Tanggapan Berita". Artinya, saya menanggapi berita sebagai selisik media (media watch).
HapusSilakan baca berita ini, apakah seperti yg Anda katakan berita ini sudah lengkap datanya? Justru berita yg diselisik adalah berita yg tdk lengkap: sebagai kritik thp wartawan dan narasumber. Apakah Anda kenal dng wartawan dan narasumber berita ini? Silakan dikonfirmasi. Ini beritanya:
Mencemaskan, Kasus HIV-AIDS di Kediri Capai Ratusan-http://www.republika.co.id/berita/nasional/jawa-timur/13/05/25/mnce8z-mencemaskan-kasus-hivaids-di-kediri-capai-ratusan
1. Apakah dlm berita itu ada ulsan tt kondom di eks lokalisasi? Maaf, saya paham betul tt program kondom di Indonesia yg sama sekali tdk ada pemantauan yg efektif. Sialakan, bandingkan dng program di Thailand.
2. Apa bentuk program PMTCT yg khas di Kab Kediri? Apa program konnkret dlm bentuk regulasi untuk mendeteksi HIV/AIDS pada perempuan hamil? Belum ada program yg konkret mendeteksi HIV/AIDS pada perempuan hamil di Indonesia!
3. Justru dlm paparan data berita ini tdk ada gambaran ril terkait dng penyebaran HIV/AIDS di social settings. Silakan simak matriks yang saya tampilkan. Program apa yg Anda lakukan sbg intervensi?
Apa program konkret di hulu untuk menanggulangi penyebaran HIV yg Anda lakukan di Kab Kediri?
Terimakasih.mohon penjelasan gejala awal hiv
BalasHapus