* Patut dipertanyakan: Apakah pasangan PNS dan
polisi tsb. sudah menjalani tes HIV?
Tanggapan Berita (9/5-2013) – “ …. sebenarnya PNS, Polri, ibu
rumah tangga dan anak-anak bukan golongan rentan terhadap penyakit mematikan
tersebut.” Ini dikatakan oleh
Sekretaris KPA Batam, Pieter Pureklolong, dalam berita “Sering 'jajan',
polisi dan PNS di Batam kena HIV/AIDS” di www.merdeka.com (9/5-2013).
Disebutkan bahwa Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kota
Batam, Prov Kepulauan Riau (Kepri) mencatat 59 pegawai negeri sipil (PNS), polisi,
ibu rumah tangga dan anak-anak yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS pada tahun 2013.
Jumlah itu merupakan bagian dari 144 kasus HIV/AIDS yang terdereksi pada tahun
2013 dengan rincian 81 HIV dan 63 AIDS dengan 18 kematian.
Kasus HIV/AIDS sebanyak 144 yang terdeteksi pada rentang waktu
Januari-April 2013 diperoleh dari 2.350 yang menjalani tes HIV di beberapa
rumah sakit di Kota Batam.
Yang perlu diingat adalah kerentanan terhadap HIV/AIDS bukan karena
pekerjaan atau kalangan tertentu, tapi erat kaitannya dengan perilaku (seks)
orang per orang.
Terkait dengan penemuan kasus pada PNS dan polisi yang perlu dipertanyakan
adalah: Apakah Dinkes Kota Batam dan KPA Kota Batam sudah menjangkau pasangan
mereka?
Penjangkauan kepada pasangan PNS dan polisi yang terdeteksi mengidap
HIV/AIDS itu merupakan langkah konkret untuk memutus mata rantai penyebaran
HIV, al. dari-ibu-ke-bayi yang dikandung pasangan PNS dan polisi tsb.
Kasus HIV/AIDS pada PNS dan polisi merupakan konsekuensi logis dari kondisi
suatu daerah terkait dengan pelacuran.
Ketika di satu tempat tidak ada lokalisasi atau lokasi pelacuran, maka
tidak ada lagi tarif yang murah untuk melakukan hubungan seksual dengan pekerja
seks komersial (PSK). Di lokalisasi pelacuran ’Sarkem’ di Kota Yogyakarta,
misalnya, tarif sekali kencan Rp 75.000 sudah termasuk kamar.
Karena kencan dengan PSK di tempat yang tidak ada lokasi pelacuran hanya
bisa dilakukan di tempat-tempat tertentu, seperti panti pijat plus-plus,
losmen, penginapan dan hotel, maka yang bisa melakukannya tentulah laki-laki
yang mempunyai penghasilan yang tetap, seperti PNS, karyawan swasta, polisi,
dll. Paling sedikit dibutuhkan uang Rp 250.000 untuk sekali kencan dengan PSK.
Maka, amatlah wajar kalau kemudian kasus HIV/AIDS banyak terdeteksi pada
PNS dan polisi. Celakanya, mereka menganggap cewek-cewek yang tidak di lokasi
pelacuran itu bukan PSK sehingga mereka merasa tidak berisiko tertular
HIV/AIDS.
Memang, cewek-cewek sebagai PSK di luar lokasi pelacuran dikenal sebagai
PSK tidak langsung. Mereka ini al. cewek kafe, cewek pub, cewek diskotek, cewek
pemijat, mahasiswi, pelajar, ibu rumah tangga, dll. Tapi, PSK tidak langsung
ini tetap saja berisiko tertular dan menularkan HIV karena mereka melakukan
hubungan seksual tanpa kondom dengan laki-laki yang berganti-ganti.
Selain itu kalangan PSN dan polisi pun ada kemungkinan besar menerima cewek
dalam bentuk gratifikasi seks. Sebagian orang menganggap cewek gratifikasi
bukan PSK. Memang, benar mereka bukan PSK langsung yaitu PSK yang mangkal di
lokasi pelacuran, tapi mereka tetap berisiko tertular dan menularkan HIV/AIDS
karena mereka melakukan hubungan seksual dengan laki-laki yang berganti-ganti.
PSK langsung di beberapa lokasi pelacuran dijangkau oleh institusi untuk
memberikan penyuluhan tentang risiko tertular HIV dan cara-cara mencegahnya.
Paling tidak sebagai PSK di lokasi pelacuran sudah berani menolak laki-laki
yang tidak mau memakai kondom. Ini artinya ada upaya untuk menurunkan risiko
penyebaran HIV dari laki-laki ke PSK dan sebaliknya.
Tapi, PSK tidak langsung dan cewek gratifikasi seks tidak ada penjangkauan
sehingga risiko mereka tertular dan menularkan HIV sangat tinggi. Maka,
kalangan ke depan kasus HIV/AIDS akan banyak terdeteksi pada kalangan birokrat,
aparat, pengusaha dan karayawan swasta karena mereka mengencani PSK tidak
langsung dan cewek gratifikasi seks.
Dalam Perda AIDS Prov Kepulauan Riau pun sama sekali tidak ada langkah yang
konkret untuk menanggulangi HIV/AIDS (Lihat: Menakar Efektivitas Perda AIDS Provinsi Kepulauan Riau-http://www.aidsindonesia.com/2012/09/menakar-efektivitas-perda-aids-provinsi.html).
Selama Pemkot Batam tidak mempunyai program yang konkret untuk menurunkan
insiden infeksi HIV baru pada laki-laki yang melakukan hubungan seksual dengan
PSK, maka selama itu pula penyebaran HIV/AIDS akan terus terjadi yang kelak
bermuara pada ’ledakan AIDS’.***
- AIDS Watch
Indonesia/Syaiful W. Harahap
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.