Tanggapan Berita (8/5-2013) – "Terus meningkatnya jumlah bayi
dan balita yang mengidap penyakit HIV dan AIDS, ada korelasi dengan terus
meningkatnya jumlah ibu rumah tangga yang mengidap penyakit ini." Ini
pernyataan Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Provinsi Sulawesi Utara
(Sulut), Tangel-Kairupan, dalam berita “60 Balita di Sulawesi Utara Idap
HIV/AIDS” di republika.co.id (6/5-2013).
Pertanyaannya adalah: Mengapa jumlah ibu rumah tangga yang mengidap
HIV/AIDS di Sulut meningkat?
Sayang, dalam berita tidak ada penjelasan tentang penyebab jumlah ibu rumah
tangga yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS meningkat.
Berita ini menunjukkan penggelapan fakta yaitu tentang orang yang
menularkan HIV kepada ibu-ibu rumah tangga. Karena dalam berita disebut ibu
rumah tangga tentulah mereka mempunyai suami. Itu artinya mereka tertular HIV
dari suami.
Pertanyaan selanjutnya adalah: Mengapa suami mereka tertular HIV?
Dalam berita juga tidak ada penjelasan tentang penyebab suami-suami itu
tertular HIV.
Lagi-lagi berita ini mengabaikan fakta yaitu terkait dengan penyebab
suami-suami tsb. tertular HIV.
Jika dirunut ke belakang, maka faktor yang memungkinkan suami-suami itu
tertular HIV, al. adalah melalui hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di
luar nikah, dengan perempuan yang berganti-ganti atau dengan perempuan yang
sering berganti-ganti pasangan yaitu pekerja seks komersial (PSK).
Persoalannya adalah Pemprov Sulut akan menampik kalau dikatakan di daerah
itu ada pelacuran.
Pemprov Sulut benar, tapi tunggu dulu. Soalnya, yang tidak ada adalah
lokalisasi pelacuran yang ditangani oleh instansi terkait di pemerintah
provinsi, seperti dinas sosial.
Sedangkan praktek pelacuran terjadi di sembarang tempat dan sembarang
waktu.
Celakanya, laki-laki, dalam hal ini suami-suami yang menularkan HIV kepada
istrinya, yang melakukan hubungan seksual dengan PSK tidak memakai kondom
sehingga mereka berisiko tertular HIV.
Kondisinya kian runyam karena Pemprov Sulut, melalui Dinkes Sulut dan KPA
Sulut, tidak mempunyai program yang konkret untuk menurunkan insiden infeksi
HIV baru pada laki-laki melalui hubungan seksual dengan PSK.
Pertanyaannya adalah: Apakah 60 suami itu sudah dijangkau untuk menjalani
tes HIV?
Kalau jawabannya tidak dijangkau dan tidak menjalani tes HIV, maka 60 suami
itu akan menjadi mata rantai penyebaran HIV di masyarakat, al. melalui hubungan
seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.
Disebutkan bahwa KPA Sulut terus melakukan pendekatan dengan populasi kunci
agar melakukan langkah pencegahan melalui program Prevention Mother to
Child Transmission (PMTCT) atau program pencegahan penularan HIV dari-ibu-ke-bayi
yang dikandungnya.
Pertanyannya adalah: Apakah ibu-ibu rumah tangga termasuk dalam populasi
kunci?
Tentu saja tidak karena ibu-ibu rumah tangga tidak melakukan perilaku yang
berisiko tertular HIV.
Yang masuk populasi kunci adalah laki-laki, dalam hal ini suami, yang
perilakunya sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan PSK.
Persoalannya adalah tidak ada program yang konkret untuk menurunkan insiden
infeksi HIV baru pada laki-laki yang melakukan hubungan seksual dengan PSK.
Bahkan, dalam Perda AIDS Prov Sulut pun sama sekali tidak ada langkah atau
program yang konkret untuk menanggulangi penyebaran HIV dan menurunkan insiden
infeksi HIV baru melalui pelacuran (Lihat: Menguji
Peran Perda HIV/AIDS Prov Sulawesi Utara* - http://www.aidsindonesia.com/2012/10/menguji-peran-perda-hivaids-prov.html).
Tangel-Kairupan menyarankan agar "Ketika seorang ibu sudah dideteksi
tertular HIV maka dia harus mengikuti program ini. Ibu minum obat khusus agar
tidak menularkannya kepada bayi."
Persoalan yang sangat mendasar adalah: Pemprov Sulut tidak mempunyai
program yang konkret dan sistematis untuk mendeteksi HIV/AIDS pada perempuan
hamil. Akibatnya, penemuan HIV/AIDS ada perempuan hamil hanya insidentil dan
sporadis.
Untuk itulah Pemprov Sulut, dalam hal ini Dinkes Sulut dan KPA Sulut,
membuat program yang konkret dan sistematis untuk:
(1) Menurunkan insiden infeksi HIV baru pada laki-laki yang melakukan
hubungan seksual dengan PSK, dan
(2) Mendeteksi HIV/ADIS pada perempuan hamil.
Jika tidak ada program yang konkret untuk (1) dan (2), maka penyebaran
HIV/AIDS di Sulut akan terus terjadi yang kelak bermuara pada ’ledakan AIDS’.***
- AIDS Watch
Indonesia/Syaiful W. Harahap
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.