24 April 2013

Sunat Vs Kondom: Sunat Juga (Bisa) Mendorong Zina dan Pelacuran


Opini (25/4-2013) – Biar pun WHO (Badan Kesehatan Sedunia PBB) hanya menyebutkan sunat (sirkumsisi) pada laki-laki bisa menurunkan risiko penularan HIV, tapi ada berita yang justru menyebutkan bahwa sunat bisa mencegah penularan HIV melalui hubungan seksual.

Berita yang menyebutkan sunat bisa mencegah penularan HIV melalui hubungan seksual merupakan berita yang misleading (menyesatkan) karena penularan HIV pada penis tidak hanya terjadi pada kepala penis.

Sunat disebutkan WHO bisa menurunkan penularan HIV ketika terjadi hubungan seksual karena kepada penis pada penis yang disunat mengeras.

Tapi, pada batang penis pun bisa menjadi pintu masuk HIV ketika terjadi hubungan seksual tanpa kondom.

Sosialisasi kondom melalui pemasaran sosial merupakan langkah untuk memberikan pemahaman kepada orang-orang yang perilakunya berisiko tertular HIV. Dengan memakai kondom ketika melakukan hubungan seksual yang berisiko, maka penularan HIV bisa dicegah. 

Seperti diare yang bisa diatasi dengan oralit. Konsekuensinya adalah oralit harus mudah didapat, tanpa resep dokter dan harganya pun murah (Lihat Gambar 1).

Kalangan moralis menuding sosialisasi kondom akan mendorong orang berzina dan melegalkan pelacuran. Tapi, mereka lupa kalau sunat pun mendorong orang berizina dan merupakan langkah melegalkan pelacuran karena laki-laki yang selama ini tidak mau memakai kondom merasa aman karena sudah ‘memakai kondom’ yaitu sunat (Lihat Gambar 2).

Lagi pula ada fakta yang luput dari perhatian kalangan moralis yaitu laki-laki ‘hidung belang’ justru tidak mau memakai kondom ketika melakukan hubungan seksual berisiko, seperti dengan pekerja seks komersial (PSK), dengan berbagai alasan.

Biar pun kondom bisa mencegah penularan HIV ketika terjadi hubungan seksual, tapi tetap saja banyak laki-laki yang perilakunya berisiko tidak mau memakai kondom (Lihat Gambar 3).

Sebaliknya, ketika sunat digembar-gemborkan bisa mencegah penularan HIV melalu hubungan seksual, maka laki-laki yang selama ini tidak mau memakai kondom ketika berzina atau melacur merasa aman karena sudah disunat (Lihat Gambar 4).

Celakanya, sunat bukan mencegah penularan HIV melalui hubungan seksual, tapi hanya menurunkan risiko karena luas permukaan penis yang bisa menjadi pintu masuk HIV berkurang yaitu permukaan kepala penis.

Sekarang tidak ada obat yang bisa menyembuhkan HIV/AIDS dan tidak ada pula vaksin yang bisa mencegah penularan HIV, tapi tetap saja ada orang yang melakukan perilaku berisiko tertular HIV (Lihat Gambar 5). 

Obat yang ada adalah obat antiretrovital (ARV) yaitu obat yang bisa menekan perkembangbiakan HIV di dalam darah.

Jika kelak ada obat yang bisa menyembuhkan HIV/AIDS dan ada pula vaksin yang bisa mencegah penularan HIV, maka bisa terjadi banyak orang yang tidak takut lagi melakukan perilaku berisiko (Lihat Gambar 6).

Perilaku yang tidak takut lagi terhadap HIV/AIDS bisa bagaikan kelakuan binatang (Lihat: AIDS: Obat dan Vaksin Akan Membuat (Perilaku) sebagian Orang Seperti Binatang-http://edukasi.kompasiana.com/2011/11/30/aids-obat-dan-vaksin-akan-membuat-perilaku-sebagian-orang-seperti-binatang-417550.html).

Penolakan dan penentangan terhadap kondom dilakukan dengan cara ‘perang’ dengan berbagai macam ‘peluru’, salah satu di antaranya adalah dengan mengumbar mitos kondom berpori dan pori-pori kondom bisa ditembus HIV karena diameter pori-pori kondom lebih besar daripada diameter HIV. Ini adalah mitos (anggapan yang salah) karena:

Pertama, kondom yang berpori-pori adalah kondom yang terbuat dari usus domba atau kelinci (harganya mahal, di AS sekitar lima dolar setara dengan Rp 45.000)

Kedua, HIV tidak bisa melepaskan diri dari cairan vagina sehingga kalau penis tidak bersentuhan langsung dengan cairan vagina ketika hubungan seksual terjadi, maka HIV yang ada di cairan vagina tidak bisa masuk ke penis karena penis dibalut dengan kondom

Ketiga, karena HIV yang ada dalam air mani tertampung di dalam kondom ketika ejakulasi pada hubungan seksual, maka virus (HIV) yang ada di air mani tertahan di dalam kondom.

Di negara-negara dengan persentase laki-laki yang disunat medekati 100 persen tetap banyak kasus HIV/AIDS yang dilaporkan. Arab Saudi, misalnya, sudah melaporkan lebih dari 16.000 kasus AIDS. Dikabarkan bahwa "Lebih dari 600 wanita Saudi dilaporkan telah tertular AIDS dari suami mereka." (islampos.com, 11/4-2013). Tahun 2012 Arab Saudi melaporkan menemukan 1.233 kasus AIDS baru (www.voaindonesia.com, 9/4-2013).

Maka, kalau sunat terus dipromosikan bisa mencegah HIV, maka selama itu pula insiden infeksi HIV baru akan terus terjadi karena laki-laki tidak lagi memakai kondom ketika melakukan hubungan seksual yang berisiko tertular HIV.***

- AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap
                                                                                                                            

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.