Opini (25/4-2013) – Biar pun WHO (Badan Kesehatan Sedunia PBB) hanya menyebutkan
sunat (sirkumsisi) pada laki-laki bisa menurunkan risiko penularan HIV, tapi
ada berita yang justru menyebutkan bahwa sunat bisa mencegah penularan HIV
melalui hubungan seksual.
Berita yang menyebutkan sunat bisa mencegah penularan HIV melalui hubungan
seksual merupakan berita yang misleading (menyesatkan) karena penularan HIV
pada penis tidak hanya terjadi pada kepala penis.
Sunat disebutkan WHO bisa menurunkan penularan HIV ketika terjadi hubungan
seksual karena kepada penis pada penis yang disunat mengeras.
Tapi, pada batang penis pun bisa menjadi pintu masuk HIV ketika terjadi
hubungan seksual tanpa kondom.
Sosialisasi kondom melalui pemasaran sosial merupakan langkah untuk
memberikan pemahaman kepada orang-orang yang perilakunya berisiko tertular HIV.
Dengan memakai kondom ketika
melakukan hubungan seksual yang berisiko, maka penularan HIV bisa dicegah.
Seperti diare yang bisa diatasi dengan oralit. Konsekuensinya adalah oralit
harus mudah didapat, tanpa resep dokter dan harganya pun murah (Lihat Gambar
1).
Kalangan moralis menuding sosialisasi kondom akan mendorong
orang berzina dan melegalkan pelacuran. Tapi, mereka lupa kalau sunat pun
mendorong orang berizina dan merupakan langkah melegalkan pelacuran karena
laki-laki yang selama ini tidak mau memakai kondom merasa aman karena sudah
‘memakai kondom’ yaitu sunat (Lihat Gambar 2).
Lagi pula ada fakta yang luput dari perhatian kalangan moralis yaitu
laki-laki ‘hidung belang’ justru tidak mau memakai kondom ketika melakukan
hubungan seksual berisiko, seperti dengan pekerja seks komersial (PSK), dengan
berbagai alasan.
Biar pun kondom bisa mencegah penularan HIV ketika terjadi hubungan
seksual, tapi tetap saja banyak laki-laki yang perilakunya berisiko tidak mau
memakai kondom (Lihat Gambar 3).
Sebaliknya, ketika sunat digembar-gemborkan bisa mencegah penularan HIV melalu hubungan seksual, maka laki-laki yang selama ini tidak mau memakai kondom ketika berzina atau melacur merasa aman karena sudah disunat (Lihat Gambar 4).
Sebaliknya, ketika sunat digembar-gemborkan bisa mencegah penularan HIV melalu hubungan seksual, maka laki-laki yang selama ini tidak mau memakai kondom ketika berzina atau melacur merasa aman karena sudah disunat (Lihat Gambar 4).
Celakanya, sunat bukan mencegah penularan HIV melalui hubungan seksual,
tapi hanya menurunkan risiko karena luas permukaan penis yang bisa menjadi
pintu masuk HIV berkurang yaitu permukaan kepala penis.
Sekarang tidak ada obat yang bisa menyembuhkan HIV/AIDS dan tidak ada pula
vaksin yang bisa mencegah penularan HIV, tapi tetap saja ada orang yang
melakukan perilaku berisiko tertular HIV (Lihat Gambar 5).
Obat yang ada adalah obat antiretrovital (ARV) yaitu obat yang bisa menekan
perkembangbiakan HIV di dalam darah.
Jika kelak ada obat yang bisa menyembuhkan HIV/AIDS dan ada pula vaksin
yang bisa mencegah penularan HIV, maka bisa terjadi banyak orang yang tidak
takut lagi melakukan perilaku berisiko (Lihat Gambar 6).
Perilaku yang tidak takut lagi terhadap HIV/AIDS bisa bagaikan kelakuan
binatang (Lihat: AIDS: Obat dan
Vaksin Akan Membuat (Perilaku) sebagian Orang Seperti Binatang-http://edukasi.kompasiana.com/2011/11/30/aids-obat-dan-vaksin-akan-membuat-perilaku-sebagian-orang-seperti-binatang-417550.html).
Penolakan dan penentangan terhadap kondom dilakukan dengan cara ‘perang’
dengan berbagai macam ‘peluru’, salah satu di antaranya adalah dengan mengumbar
mitos kondom berpori dan pori-pori kondom bisa ditembus HIV karena diameter
pori-pori kondom lebih besar daripada diameter HIV. Ini adalah mitos (anggapan
yang salah) karena:
Pertama, kondom yang
berpori-pori adalah kondom yang terbuat dari usus domba atau kelinci (harganya
mahal, di AS sekitar lima dolar setara dengan Rp 45.000)
Kedua, HIV tidak bisa
melepaskan diri dari cairan vagina sehingga kalau penis tidak bersentuhan
langsung dengan cairan vagina ketika hubungan seksual terjadi, maka HIV yang
ada di cairan vagina tidak bisa masuk ke penis karena penis dibalut dengan
kondom
Ketiga, karena HIV yang
ada dalam air mani tertampung di dalam kondom ketika ejakulasi pada hubungan
seksual, maka virus (HIV) yang ada di air mani tertahan di dalam kondom.
Di negara-negara dengan
persentase laki-laki yang disunat medekati 100 persen tetap banyak kasus
HIV/AIDS yang dilaporkan. Arab Saudi, misalnya, sudah melaporkan lebih dari 16.000
kasus AIDS. Dikabarkan bahwa "Lebih
dari 600 wanita Saudi dilaporkan telah tertular AIDS dari suami mereka." (islampos.com, 11/4-2013). Tahun 2012 Arab Saudi melaporkan menemukan 1.233 kasus AIDS baru (www.voaindonesia.com, 9/4-2013).
Maka, kalau sunat terus
dipromosikan bisa mencegah HIV, maka selama itu pula insiden infeksi HIV baru
akan terus terjadi karena laki-laki tidak lagi memakai kondom ketika melakukan
hubungan seksual yang berisiko tertular HIV.***
- AIDS Watch
Indonesia/Syaiful W. Harahap
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.