Tanggapan Berita (28/3-2013)
– “Jumlah penderita HIV/AIDS di Kabupaten Karimun, Kepulauan Riau, terus
mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Hingga 2012 lalu, tercatat ada 1.109 penderita HIV/AIDS di Karimun.” Ini lead
pada berita “Empat Bayi di Karimun
Terjangkit HIV/AIDS” di berita.plasa.msn.com
(5/3-2013).
Pernyataan pada lead berita ini menunjukkan
wartawan tidak mengetahui cara pelaporan kasus HIV/AIDS di Indonesia. Pelaporan kasus
HIV/AIDS di Indonesia dilakukan dengan cara kumulatif. Artinya, kasus lama
ditambah kasus baru. Begitu seterusnya sehingga angka laporan kasus HIV/AIDS
tidak akan pernah berkurang atau turun biar pu banyak pengidapnya meninggal.
Dilaporkan kasus kumulatif HIV/AIDS di Kab Karimun
mencapai 1.109 yang terdiri 747 HIV dan 362 AIDS. Empat di antaranya bayi.
Kalau wartawan dan pengurus KPA Kab Karimun memahami penyebaran HIV/AIDS
pada ranah realitas sosial, maka yang menjadi persoalan besar adalah empat bayi
tsb.
Pertama, kasus pada empat bayi itu menunjukan ibu dan ayah mereka mengidap
HIV/AIDS. Itu artinya sudah ada 12 yang mengidap HIV/AIDS (4 bayi + 4 ibu + 4
ayah).
Kedua, kalau ayah mereka mempunyai istri
lebih dari satu maka jumlah perempuan dan bayi yang mengidap HIV/AIDS pun
bertambah.
Ketiga, dalam berita tidak dijelaskan apakah ayah empat bayi itu sudah menjalani
tes HIV. Kalau belum maka itu artinya empat laki-laki itu menyebaran HIV di masyarakat, al. melalui hubungan
seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.
Menurut Wakil Bupati Karimun, Aunur Rafia, yang juga Ketua KPA (Komisi
Penanggulangan AIDS) Kab Karimun: "Upaya untuk mengurangi meningkatnya
jumlah penderita HIV/AIDS dari pemerintah sebagian besar melalui sosialisasi ke
masyarakat dan kegiatan kerohanian. ….”
Kalau hanya dengan sosialisasi penanggulangan HIV/AIDS tidak akan bisa
dilakukan karena sosialisasi sudah dilakukan sejak awal penyebaran HIV/AIDS di
Indonesia.
Pertanyaan untuk Aunur Rafia: Apakah di daerah Anda ada pelacuran?
Tentu saja Aunur Rafia akan menampiknya: Tidak ada!
Ya, Aunur Rafia benar. Tapi, tunggu dulu. Yang tidak ada adalah lokalisasi pelacuran yang
merupakan regulasi pemkab dengan pembinaan dari dinas sosial.
Sedangkan praktek pelacuran terjadi di sembarang tempat dan sembarang
waktu.
Pertanyaan selanjutnya untuk Aunur Rafia: Apakah Anda bisa menjamin tidak
ada laki-laki dewasa penduduk Kab Karimum yang melacur tanpa kondom di wilayah
Kab Karimun dan di luar wilayah Kab Karimun?
Kalau jawabannya bisa, maka tidak ada persoalan penyebaran HIV/AIDS melalui
hubungan seksual.
Tapi, kalau jawabannya tidak bisa, maka ada persoalan besar terkait dengan
penyebaran HIV/AIDS melalui hubungan seksual.
Maka, yang perlu dilakukan Pemkab Karimun adalah melakuan intervensi
melalui regulasi yang bisa memaksa laki-laki memakai kondom jika melakukan
hubungan seksual dengan PSK.
Pernyataan Pengurus KPA Karimun, Erwan Muharudin, ini menunjukkan bahwa ada
laki-laki dewasa penduduk Kab Karimin yang melacur tanpa kondom: "Hal ini
disebabkan belum adanya perubahan perilaku dalam berhubungan seks, khususnya
melakukan seks beresiko dan tidak aman."
Maka, selama tidak ada program yang konkret untuk menurunkan insiden
infeksi HIV baru pada laki-laki melalui pelacuran, maka selama itu pula
penyebaran HIV/AIDS akan terjadi di Kab Karimun yang kelak bermuara pada
’ledakan AIDS’. ***
- AIDS Watch
Indonesia/Syaiful W. Harahap
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.