Tanggapan Berita (8/3-2013)
– “ …. tingginya kasus AIDS TTS stadium 3 dan 4 disebabkan masyarakat belum
memahami bahaya HIV/AIDS serta upaya penanggulangannya. Selain itu masih terjadi
diskriminasi dan preseden buruk terhadap penderita sehingga terjadi
penguncilan.” Ini pernyataan Pengelola Program Komisi Penanggulangan AIDS (KPA)
Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Prov NTT, Yundri Kolimon, dalam berita “135
Kasus AIDS Merebak di TTS” (tribunnews.com, 2/3-2013).
Ada beberapa hal yang perlu dipersoalkan dalam pernyataan Kolimon tsb., al:
Pertama, tidak dijelaskan apa yang dimaksud dengan kasus AIDS stadium 3 dan 4.
Yang dikenal dalam HIV/AIDS adalah masa infeksi HIV (belum ada gejala-gejala
terkait AIDS) dan masa AIDS (secara statistik terjadi setelah tertular antara
5-15 tahun dan mulai muncul penyakit terkait dengan HIV/AIDS).
Kedua, jika yang dimaksud Kolimon stadium 3 dan4 adalah masa AIDS, maka hal itu
terjadi bukan karena masyarakat belum atau tidak memahami bahaya HIV/AIDS, tapi
mereka tidak menyadari dirinya sudah tertular HIV.
Ketiga, maka banyak kasus HIV/AIDS terdeteksi pada masa AIDS, Kolimon menyebut
stadium 3 dan 4, adalah karena orang-orang yang sudah tertular HIV tidak
mengetahui kalau dia sudah mengidap HIV/AIDS. Ini terjadi karena informasi
HIV/AIDS yang disebarluaskan oleh sebagian besar kalangan, seperti pemerintah
dan LSM, selama ini tidak akurat karena dibumbui dengan moral sehingga berisi
mitos (anggapan yang salah). Misalnya, selalu mengaitkan penularan HIV dengan
pelacuran.
Keempat, jika seseorang sudah terdeteksi HIV/AIDS melalui tes HIV sesuai dengan
standar prosedur tes yang baku, maka ybs. akan ditangani sehingga tidak mungkin
terjadi masalah, misalnya diketahui sudah mengidap penyakit terkait HIV/AIDS,
dalam istilah Kolimon adalah stadium 3 dan 4.
Kelima, tidak ada kaitan diskriminasi (perlakuan berbeda) terhadap pengidap
HIV/AIDS sehingga membuat mereka mencapai stadium 3 dan 4 karena pengidap HIV/AIDS
mendapat dampingan.
Maka, yang terjadi adalah banyak orang yang tidak menyadari dirinya sudah
tertular HIV. Karena tidak ditangani secara medis kondisi mereka pun masuk masa
AIDS dengan penyakit, disebut infeksi oportunistik, yang sangat sulit sembuh.
Berdasarkan penyakit inilah kemudian dokter menganjurkan tes HIV.
Menurut Kolimon diskriminasi membuat masyarakat malu dan takut periksa.
Pernyataan ini tidak tepat karena: (1) tidak semua orang (masyarakat) harus
menjalani tes HIV, (2) diskriminasi justru terjadi setelah tes HIV.
Dikabarkan kasus kumulatif HIV/AIDS di TTS sejak tahun 2007 sampai 2012
mencapai 135. Tentu saja angka ini tidak menggambarkan kondisi yang sebenarnya
karena ada penduduk yang sudah mengidap HIV/AIDS tapi tidak terdeteksi. Ini
terjadi karena KPA TTS tidak mempunyai program yang sistematis untuk mendeteksi
HIV/AIDS di masyarakat.
Dalam berita sama sekali tidak ada informasi terkait dengan faktor risiko
(perkiraan media penularan) kasus HIV/AIDS di TTS.
Tapi, satu hal yang perlu diperhatikan adalah: Apakah di TTS ada pelacuran?
Ya, Pemkab TTS bisa saja buang badan dan mengatakan: Tidak ada!
Memang benar, tapi tunggu dulu. Yang tidak ada di TTS adalah lokalisasi
pelacuran yang ditangani dinas sosial, tapi praktek pelacuran terjadi di
berbagai tempat, seperti hiburan malam, warung remang-remang, panti pijat
plus-plus, penginapan, losmen, hotel melati dan hotel berbintang.
Pertanyaan untuk KPA TTS: Apa program konkret yang sistematis dijalankan
untuk mencegah insiden infeksi HIV baru pada laki-laki melalui pelacuran?
Kalau jawabannya tidak ada, maka penyebaran HIV/AIDS di TTS akan terus
terjadi. Indikasinya al.
adalah kasus HIV/AIDS pada ibu rumah tangga dan bayi.
Perda AIDS Kab TTS pun sama sekali tidak memberikan langkah yang konkret
untuk menanggulangi HIV/AIDS (Lihat: Perda AIDS Kab Timor Tengah
Selatan- http://www.aidsindonesia.com/search/label/Perda%20AIDS%20Kabupaten%20Timor%20Tengah%20Selatan).
Penyebaran HIV/AIDS di TTS hanya bisa dikendalikan jira ada program yang
konkret untuk menurunkan insiden infeksi HIV baru pada laki-laki melalui
pelacuran.***
- AIDS Watch
Indonesia/Syaiful W. Harahap
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.