Opini (6/2-2013) – Untuk
meningkatkan pengetahuan yang komprehensif pada usia 15-24 tahun tentang
HIV/AIDS diperlukan kesepakatan bersama yang melibatkan lima kementerian yaitu
(1) Kemeterian Kesehatan melalui surat No 432/Menkes/SK/XII/2012, (2)
Kementerian Dalam Negeri melalui surat No 44.24-875 Tahun 2012, (3) Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan melalui surat No 13/XII/KB/2012, (4) Kementerian
Agama melalui surat No 7 Tahun 2012, dan (5) Kementerian Sosial melalui surat
No 02/HUK/2012.
Kesepakatan bersama itu
ditandatangani tanggal 11 Desember 2012 yang berlaku selama dua tahun.
Disebutkan bahwa tujuan
kesepakatan lima kementerian itu untuk mencapi target 95 persen penduduk
berusia 15-24 tahun mempunyai pengetahuan yang komprehensif terhadap HIV/AIDS.
Persoalannya adalah: Apakah semua
kalangan dewasa yang sudah 100 persen mempunyai pengetahuan yang komprehensif
terhadap HIV/AIDS bisa mengendalikan diri agar tidak melakukan perilaku
berisiko tertular HIV, al. melacur tanpa kondom?
Fakta menunjukkan kian banyak ibu
rumah tangga yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS yang ditularkan oleh suami. Ini
membuktikan kalangan dewasa yang sudah memahami HIV/AIDS pun ternyata menjadi
mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat.
Lihat saja materi kesekapatan
yang sama sekali tidak memberikan langkah yang konkret bagi remaja untuk
mengatasi dorongan hasrat seksual mereka berupa cara penyaluran doronga hasrat
seksual yang tidak berisiko tertular HIV/AIDS.
Kalau kelak lima menteri itu
hanya memberikan bekal yang bersifat moralistis sebagai bahan untuk
meningkatkan pengetahuan yang komprehensif tentang HIV/AIDS, maka hasilnya pun
sudah bisa dipastikan: nol besar.
Mengapa? Soalnya, kalau materi
HIV/AIDS dibumbui dengan moral, maka yang muncul hanya mitos (anggapan yang
salah).
Salah satu meteri yang kelak akan
diberikan adalah: “Mencegah HIV/AIDS jangan melakukan hubungan seksual sebelum
menikah.”
Inilah jargon moral yang membuat
banyak orang terjerembab ke lembah yang membuatnya tertular HIV karena mereka
melacur setelah menikah.
Pada usia tersebut ada hasrat
yang kuat untuk menyalurkan dorongan seksual sebagai bagian dari pertumbunan
biologis. Dorongan hasrat seksual tidak bisa digantikan dengan kegiatan lain.
Maka, kalau saja lima menteri
yang membuat kesepakatan ini menyampaikan cara mereka mengatasi dorongan hasrat
seksual ketika remaja sampai sekarang itu akan jauh lebih arif dan bijaksana
daripada hanya mengumbar retorika.
Yang diperlukan untuk penduduk
berusia 15-25 tahun, terutama laki-laki, adalah cara yang aman dari HIV/AIDS
untuk menyalurkan dorongan hasrat seksual.
- AIDS Watch
Indonesia/Syaiful W. Harahap
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.