26 Februari 2013

Di Kota Cimahi, Jabar: Antisipasi Penyebaran HIV/AIDS di Kalangan Sopir Angkot


Tanggapan Berita (27.2-2013) – “Mengantisipasi penyebaran HIV/AIDS di kalangan sopir angkutan umum, Dinas Perhubungan bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Kota Cimahi mengadakan tes kesehatan.” Ini lead pada berita “Pemkot Cimahi Tes Sopir Angkot Antisipasi Penyebaran HIV/AIDS” di Tribunnews.com (25/2-2013).

Pernyataan pada lead berita ini dikesankan terjadi hubungan seksual, dalam hal ini homoseksual yaitu seks anal, antar sopir angkutan umum karena disebutkan “penyebaran HIV/AIDS di kalangan sopir angkutan umum”.

Tidak dijelaskan bagaimana sopir-sopir angkutan umum itu berisiko tertular HIV.

Maka, tidak pula jelas bagaimana terjadi penyebaran HIV/AIDS di kalangan sopir-sopir angkutan umum di Kota Cimahi, Jabar, itu.

Karena tidak ada keterangan atau penjelasan tentang faktor risiko (cara penularan HIV) pada sopir-sopir itu, maka pernyataan “penyebaran HIV/AIDS di kalangan sopir angkutan umum” bisa mendorong stigma (cap buruk) dan diskriminasi (perlakuan berbeda) terhadap sopir-sopir angkutan umum di Cimahi.

Disebutkan pula: “Tes kesehatan ini selain sebagai pencegahan HIV/AIDS juga untuk mengontrol kesehatan para sopir angkutan umum.”

Tes HIV bukan untuk mencegah HIV/AIDS, tapi untuk mengetahui status HIV seseorang. Hal lain yang luput dari kegiatan tes itu adalah masa jendela pada sopir-sopir itu. Bisa saja terjadi ada sopir yang ikut tes pada masa jendela yaitu tertular HIV di bawah tiga bulan sehingga hasil tes tidak akurat.

Kalau Dinkes Kota Cimahi dan KPA Kota Cimahi bersikeras melakukan tes HIV terhadap sopir angkutan umum, maka itu dalam ranah survailans tes HIV. Ini dilakukan anonim karena hanya untuk mencari angka perbandingan antara sopir yang terdeteksi HIV dan yang tidak terdeteksi HIV.

Ini diperlukan untuk melihat gambaran besaran kasus, tapi harus ada perbandingannya, misalnya, di kalangan PNS, mahasiswa, polisi, pekerja seks komersial (PSK), dll. Kalau hanya dilakukan terhadap sopir hal itu tidak memberikan gambaran yang ril tentang penyebaran HIV/AIDS di masyarakat.

Pertanyaan yang sangat mendasar adalah: Apakah di Kota Cimahi ada pelacuran?

Pemkot Cimahi tentu saja dengan membusungkan dada mengatakan: Tidak ada!

Ya, itu benar. Tapi, tunggu dulu. Yang tidak ada adalah lokalisasi pelacuran yang ditangani dinas sosial, sedangkan praktek pelacuran terjadi di sembarang tempat dan sembarang waktu.

Menurut Kepala Seksi Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit (P2P) Dinkes Kota Cimahi, Lina Kusdiawati, program ini akan dilaksanalan secara rutin.

Kalau dikaitkan dengan penanggulangan HIV/AIDS tes HIV kepada sopir angkutan umum itu tidak ada manfaatnya karena laki-laki yang perilakunya berisiko tinggi tertular HIV bukan hanya sopir angkutan umum.

Disebutkan bahwa Dinas Kesehatan Kota Cimahi kerja sama dengan Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kota Cimahi untuk memberikan pengetahuan seputar AIDS kepada para sopir.

Kalau hanya sebatas sosialisasi itu pun tidak akan ada manfaatnya karena tidak ada jaminan dengan sosialisasi itu otomatis sopir-sopir yang perilakunya berisiko tertular HIV, al. melacur tanpa kondom, akan berhenti melacur atau melacur dengan memakai kondom.

Maka, yang diperlukan adalah langkah yang konkret berupa program yang bisa mengintervensi laki-laki agar memakai kondom ketika melacur.

Tanpa program yang konkret penyebaran HIV/AIDS di Kota Cimahi akan terus terjadi. ***

- AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.