Tanggapan Berita (2/2-2013)
– Dikabarkan jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS di Kota Balikpapan, Kaltim sejak
tahun 2005 sampai 2012 mencapai 606 dengan 167 kematian. Tahun 2012 terdeteksi
117 kasus HIV/AIDS baru (Penyandang HIV AIDS di Balikpapan 606 Orang, kompas.com,
21/1-2013).
Disebutkan bahwa upaya pencegahan
dan sosialisasi terus digencarkan untuk semakin menekan lonjakan jumlah orang
yang menyandang HIV/AIDS. Tapi, dalam berita tidak dijelaskan apa langkah
konkret yang dijalankan oleh Dinkes Kota Balikpapan untuk menekan lonjakan
jumlah orang yang menyandang HIV/AIDS.
Disampaikan oleh Dyah Muryani, Kepala Dinas Kesehatan Kota Balikpapan bahwa kasus HIV/AIDS di Kota Balikpapan semakin memprihatinkan karena penyandang HIV AIDS terbanyak ada di usia produktif, 25-25 tahun. Delapan di antaranya masih berusia anak-anak.
Disampaikan oleh Dyah Muryani, Kepala Dinas Kesehatan Kota Balikpapan bahwa kasus HIV/AIDS di Kota Balikpapan semakin memprihatinkan karena penyandang HIV AIDS terbanyak ada di usia produktif, 25-25 tahun. Delapan di antaranya masih berusia anak-anak.
Bertolak dari hal di atas yang
memprihatikan justru Pemkot Balikpapan, dalam hal ini Dinkes Balikpapan, tidak
mempunyai program yang konkret untuk menurunkan insiden infeksi HIV melalui
hubungan seksual dengan pekerja seks komersial (PSK) pada laki-laki dewasa dan
remaja.
Terkait dengan delapan kasus pada
usia anak-anak ini terjadi karena ibu mereka tertular HIV dari suami. Maka,
yang memprihatinkan adalah ada suami yang menularkan HIV kepada istrinya.
Suami-suami itu bisa saja tertular HIV melalui hubungan seksual tanpa kondom
dengan PSK.
Persoalannya adalah Pemkot
Balikpapan akan berteriak: Tidak ada pelacuran di Kota Balikpapan. Ya, itu
benar. Tapi, tunggu dulu. Yang tidak ada asalah lokalisasi pelacuran yang
ditangani pemkot melalui dinas sosial, sedangkan praktek pelacuran terjadi di
sembarang tempat, seperti di kos-kosan, kontrakan, penginapan, losmen, hotel
melati sampai hotel berbintang dan sembarang waktu.
Disebutkan oleh Dyah, bahwa yang terpenting dalam perang melawan HIV/AIDS adalah bagaimana pencegahan bisa efektif. Sosialisasi ke kelompok rawan terkena HIV/AIDS dan ke semua kalangan, harus digencarkan. Misalnya: "Pencegahan penularan sangat penting. Misalnya dengan penggunaan kondom."
Pertanyaan untuk Dyah: Siapa yang
harus memakai kondom dan bagaimana mekanisme pemantauannya?
Kalau yang dimaksud kelompok
rawan adalah PSK, maka mereka tidak mempunyai posisi tawar yang kuat untuk
memaksa laki-laki memakai kondom jika sanggama.
Maka, jika Pemkot Balikpapan
tidak mempunyai program yang konkret untuk menurunkan insiden infeksi HIV baru
pada laki-laki melalui hubungan seksual dengan PSK, maka penyebaran HIV/AIDS di
Kota Balikpapan akan terus terjadi yang kelak bermuara pada ‘ledakan AIDS’. ***[AIDS
Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap]***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.