20 Februari 2013

161 Kasus HIV/AIDS Terdeteksi di Aceh

 
Tanggapan Berita (21/2-2013 – Dikabarkan dari Banda Aceh bahwa jumlah kasus kumulatif HIV/AIDS di Prov Aceh meningkat dari 131 di tahun 2011 menjadi 161 pada Desember 2012 dengan 23 kematian. Ini disampaikan oleh Sekretaris Komisi Penanggulangan HIV/AIDS Provinsi (KPAP) Aceh, Ormaia Nya Oemar (161 Kasus HIV/AIDS Ditemukan di Aceh, republika.co.id, 18/2-2013).

Selama ini ada pemahaman yang salah terkait dengan pelaporan kasus HIV/AIDS. Angka kasus HIV/AIDS yag dilaporkan adalah kumulatif yaitu kasus lama ditambah kasus baru. Begitu seterusnya sehingga angka laporan kasus HIV/AIDS tidak akan pernah berkurang atau turun biar pun pengidap HIV/AIDS banyak yang meninggal.

Penambanan selama tahun 2012 yaitu 30 kasus adalah kasus yang terdeteksi. Artinya, penularan pada 30 kasus itu terjadi sebelum tahun 2012.

Jika ada di antara 30 kasus baru itu terdeteksi HIV pada masa AIDS itu artinya ybs. sudah tertular HIV antara tahun 1997 dan 2008 karena secara statistik masa AIDS terjadi pada rentang waktu 5-15 tahun setelah tertular HIV (Lihat gambar).

Sedangkan insiden infeksi HIV baru selama tahun 2012 tidak bisa diketahui. Jika ada penduduk Aceh yang tertular HIV, terutama laki-laki dewasa, al. melalui hubungan seksual tanpa kondom dengan pekerja seks komersial (PSK) di Aceh atau di luar Aceh, maka kemungkinan terdeteksi baru akan terjadi antara tahun 2017 dan 2027 ketika sudah masuk masa AIDS. Ini terjadi karena mereka umumnya sudah menderita penyakit yang sulit sembuh sehingga dianjurkan untuk tes HIV.

Pemprov Aceh boleh-boleh saja menepuk dada dengan mengatakan tidak ada pelacuran karena penerapan syariat Islam.

Itu benar adanya, tapi tunggu dulu. Yang tidak ada adalah lokalisasi pelacuaran secara fisik, tapi praktek pelacuran tentu saja tidak bisa dijamin tidak ada di Aceh karena praktek pelacuran terjadi di sembarang tempat dan sembarang waktu yang melibatkan PSK tidak langsung (al. ’cewek panggilan’, ’ayam kampus’, dll.).

Selain itu apakah Pemprov Aceh bisa menjamin tidak ada laki-laki dewasa penduduk Aceh yang melacur tanpa kondom di luar Aceh?

Di perbatasan Sumut dan Aceh ada tempat-tempat yang menyediakan pelacuran. Kabar lain menyebutkan bahwa penerbangan dan travel angkutan darat dari Banda Aceh selalu penuh pada hari Jumat dengan tujuan Medan. Di Kota Medan sendiri dikabarkan ada beberapa hotel yang memberikan potongan harga bagi pemegang KTP Aceh. Di antara hotel itu dikenal pula sebagai tempat yang menyediakan ’cewek’.

Angka yang kecil (161) perlu disikapi dengan kritis karena jumlah itu bukan gambaran ril kasus HIV/AIDS di masyarakat karena penyebaran HIV/AIDS erat kaitannya denga fenomena gunung es. Kasus yang terdeteksi (161) digambarkan sebagai puncak gunung es yang muncul ke atas permukaan air laut, dan kasus yang tidak terdeteksi di masyarakat digambarkan sebagai bongkahan es di bawah permukaan air laut (Lihat gambar). 

Maka, Pemprov Aceh perlu membuat program yang konkret dan sistematis untuk mendeteksi HIV/AIDS di masyarakat, misalnya melakukan skirining rutih tes HIV terhadap perempuan hamil, PNS, polisi, mahasiswa, awal angkutan umum antar provinsi, terutama lintas Sumatera-Jawa.

Tanpa program yang konkret penyebara HIV/AIDS akan terus terjadi di Aceh yang kelak bisa menjadi ’ledakan AIDS’. ***

- AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.