Tanggapan Berita (39/1-2013) – Dalam rentang waktu dari tahun 2002
hingga 2012, 1.092 warga Kota Singkawang, Kabupaten Bengkayang, dan Kabupaten
Sambas (semua di Kalimantan
Barat/Kalbar-pen.) dinyatakan positif mengidap HIV/AIDS. Berbagai upaya
dilakukan agar tercapai target tak ada penderita baru pada 2015. Ini lead
pada berita “Sebanyak 1.092 Orang Positif HIV/AIDS di Kalbar” di kompas.com
(25/1-2013).
Disebutkan “Berbagai upaya
dilakukan agar tercapai target tak ada penderita baru pada 2015”.
Pertanyaannya adalah: Apa langkah
konkret Pemkab Singkawang untuk mencegah insiden infeksi HIV baru, al. pada
laki-laki dewasa yang melacur di Singkawang atau di luar Singkawang?
Kasus-kasus penularan HIV yang
terjadi sebelum tahun 2012 akan terdeteksi setelah masa AIDS yaitu antara 5-15
tahun kemudian yaitu antara tahun 2017 sampai 2027. Ini jika tidak ada langkah
konkret yang sistematis untuk mendeteksi HIV/AIDS di masyarakat karena
orang-orang yang sudah mengidap HIV/AIDS tidak menyadari dirinya sudah tertular
HIV karena tidak ada tanda-tanda yang khas AIDS pada fisik mereka. Tapi, pada
rentang waku itu penularan sudah terjadi, al. melalui hubungan seksual tanpa
kondom di dalam dan di luar nikah.
Maka, tidaklah mungkin tidak ada infeksi HIV baru di Kalbar pada tahun
2015 karena banyak yang mengidap HIV/AIDS di masyarakat tapi tidak terdeteksi.
Mereka inilah yang menjadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS.
Selain itu, apakah Pemkab Singkawang bisa menjamin tidak ada laki-laki
dewasa penduduk Singkawang yang melacur tanpa kondom di Singkawang atau di luar
Singkawang?
Sekretaris Eksekutif Komisi
Penanggulanan AIDS Kota Singkawang, Mardiana Maya Satrini, mengatakan dalam Asian Summit di Bali beberapa
waktu lalu, Singkawang ditetapkan sebagai salah satu kota yang harus mencapai
target tanpa pengidap HIV/AIDS baru pada 2015.
Disebtukan untuk mencapai target
tidak ada kasus baru pada tahun 2015, al. dengan memperbanyak tempat
pemeriksaan infeksi kelamin. Seluruh puskesmas di Kota Singkawang berjumlah
lima unit sudah memiliki peralatan pemeriksaan tersebut.
Pemeriksaan infeksi kelamin adalah langkah di hilir. Artinya, Pemkab
Singkawang menunggu ada dulu penduduk yang tertular infeksi kelamim baru
kemudian ditangani di puskesma.
Yang diperlukan adalah langkah di hulu, al. program konkret untuk
menurunkan insiden infeksi HIV baru pada laki-laki melalui hubungan seksual
dengan pekerja seks komersial (PSK).
Persoala klasik akan muncul karena Pemkab Singkawang akan berdalih: Tidak
ada pelacuran di Singkawang.
Ya, itu benar karena memang tidak ada pelacuran yang dilokalisir dengan
regulasi. Tapi, praktek pelacuran terjadi di sembarang tempat dan sembarang
waktu.
Nah, kalau pelacuran terjadi di banyak tempat tentulah tidak bisa dijangkau
sehingga program penanggulangan, al. intervensi agar laki-laki memakai kondom,
tidak bisa dijalankan secara efektif. Ini tentu saja akan terus membuat
penderita HIV/AIDS baru karena laki-laki yang tertular HIV dari pekerja seks akan menularkan HIV
kepada istri atau pasangannya. ***[AIDS Watch Indonesia/Syaiful
W. Harahap]***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.