Tanggapan Berita (2/1-2013)
– “Pegiat HIV/AIDS di Jawa Timur mendesak adanya perubahan atau adendum
terhadap Keputusan Gubernur Nomor 48 tahun 2004 tentang petunjuk pelaksanaan
peraturan daerah (Perda) nomor 5 tahun 2004 tentang penanggulangan HIV/AIDS.”
Ini lead pada berita “Pegiat
Desak Revisi Perda Penanggulangan HIV/AIDS” di kelanakota.suarasurabaya.net (28/12-2012).
Perda AIDS Jatim, sama seperti
perda-perda sejenis yang ada di Indonesia, sama sekali tidak memberikan langkah
atau cara yang konkret untuk menanggulangi penyebaran HIV/AIDS (Lihat: Menyibak Kiprah Perda AIDS Jatim - http://www.aidsindonesia.com/2012/09/menyibak-kiprah-perda-aids-jatim.html).
Beberapa daerah yang sudah
mempunyai perda AIDS sesumbar bahwa pelaksanaan perda akan dipertegas pada
peraturan gubernur (pergub).
Tapi, apa yang terjadi?
Pergub pun sama
saja atau seteli tiga uang dengan perda. Sama sekali tidak memberikan cara-cara
yang konkret untuk menanggulangi penyebaran HIV.
Selain Jatim
daerah yang sudah membuat pergub untuk menjabarkan perda adalah Prov Jawa
Tengah, dan DI Yogyakarta. Sedangkan Prov Jawa Barat justru terbalik karena
yang pertama dibuat adalah pergub baru kemudian dibuat perda.
Terkait dengan Rudhy Wedhasmara,
Ketua Esat Java Action (EJA), jaringan lembaga swadaya masyarakat peduli
HIV/AIDS, menilai keputusan gubernur justru mengebiri perda sehingga
pelaksanaan perda tidak bisa efektif.
Yang jelas perda-perda AIDS yang
ada di Indonesia sama sekali tidak membumi. Pasal-pasal hanya memakai ‘bahasa
dewa’ yang tidak menyentuh akar persoalan.
Disebutkan bahwa dalam keputusan gubernur dan perda tidak ada langkah untuk kemandirian dana penanggulangan.
Persoalan bukan dana, tapi program yang konkret. Biar pun ada dana yang
besar, seperti di DKI Jakarta dan Prov Papua, penanggulangan HIV/AIDS tidak
jalan karena tidak ada program yang membumi.
Disebutkan pula isu lain yang perlu diatur dalam perda adalah penutupan
lokalisasi pelacuran. Terkait dengan lokalisasi pelacuran yang diperlukan
adalah program berupa intervensi yang konkret untuk memaksa laki-laki ’hidung
belang’ agar memakai kondom setiap kali sanggama dengan pekerja seks di
lokalisasi.
Revisi seperti apa pun kalau pijakan yang dipakai bukan fakta empiris tentang penanggulangan HIV/AIDS, maka selama itu pula perda dan keputusan gubernur tidak akan berguna. Pembuatan perda baik menggantang asap. Habis arang besi binasa. ***[AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap]***
Mantab ulasannya bang, kalo ada usulan pasal maupun regulasi yang pas dan aplikatif terkait persoalan AIDS, monggo kita2 ini dibantu...
BalasHapus