24 Januari 2013

Puluhan Ribu Pelancong di Bali Melacur dengan PSK


Tanggapan Berita (25/1-2013) – Sebuah penelitian terbaru menunjukkan data sebanyak 80.000 laki-laki di Bali melacur ke ke berbagai tempat pelacuran di Bali. Dari jumlah tsb. 50 persen adalah laki-laki pelancong atau wisatawan yang berlibur ke Bali, sedangkan 50 persen lain  adalah warga yang menetap atau tinggal di Bali (Setahun, 80 Ribu Pria Mampir ke Lokalisasi di Bali, Okezone, 19/1-2013).

Angka-angka itu hanya di Pulau Bali, sedangkan praktek pelacuran atau prostitusi terjadi di semua daerah di Indonesia. Jika di setiap provinsi terjadi hal yang sama, maka dengan 33 provinsi di Indonesia setiap tahun ada 2,64 juta laki-laki yang melacur setiap tahun. Angka ini lebih rendah dari estimasi yang pernah dilansir yaitu 6-7 juta laki-laki di Indonesia menjadi pelanggan pekerja seks komersial (PSK).

Biar pun mereka melacur di P Bali, tapi laki-laki yang tertular HIV di Bali akan menjadi mata rantai penyebaran HIV di daerahnya, al. melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah dengan istri, pacar, selingkuhan atau PSK.

PSK di daerah yang tertular HIV dari laki-laki yang tertular HIV di Bali akan menularkan HIV pula kepada laki-laki yang tidak memakai kondom ketika sanggama dengan PSK.

Menurut pakar epidemologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Denpasar, Prof Dr Dewa Nyoman Wirawan, dalamp penelitian pelanggan PSK ditanya apakah mereka membeli kondom dan apakah selalu memakai kondom setiap kali melacur. Sedangkan kepada PSK ditanya apakah apakah ketika sanggama dengan tamu terakhir memakai kondom serta apakah dalam melayani tamu mereka selalu pakai kondom.

Hasilnya? Hanya 30 persen laki-laki yang memakai kondom. Yang tidak memakai kondom beralasan lupa, tidak enak saat berhubungan dsb. Menurut Prof Wirawan, angka tsb. sangat memprihatinkan sebab target kita 80 persen harus memakai kondom saat melakukan hubungan seksual dengan PSK untuk mengurangi risiko penularan HIV/AIDS.

Masalah itu adalah persoalan klasik yang memerlukan lagnkah konkret untuk melakukan intervensi agar laki-laki memakai kondom setiap kali melacur.

Pertama, adalah hal yang mustahil kalau hanya dengan anjuran laki-laki akan memakai kondom ketika melacur.

Kedua, kegiatan pelacuran di Bali dan di Indonesia tidak terjadi di tempat yang disediakan sehingga pelacuran terjadi di sembarang tempat dan sembarang waktu.

Ketiga, mitos (anggapan yang salah) yang menyebutkan kondom bisa ditembus HIV sehingga banyak yang memilih tidak memakai kondom.

Keempat, informasi yang menyesatkan yang dilansir WHO kemudian disebarluaskan secara ’telanjang’ yaitu sunat bisa mencegah penularan HIV. Padahal, sunat hanya mengurangi risiko penularan pada permukaan kepala penis, sedangkan pada batang penis yang terbuka tetap ada risiko tempat masuk HIV ketika sanggama tanpa kondom.

Kelima, informasi HIV/AIDS yang selama ini tidak akurat karena hanya mengaitkan penularan HIV dengan PSK di lokalisasi atau lokasi pelacuran yang dikenal sebagai PSK langsung, sehingga banyak laki-laki yang merasa tidak melacur karena sanggama dengan perempuan yang bukan PSK langsung.

Dengan jumlah 80.000 ’kunjungan’ ke PSK diperkirakan setiap tahun sekitar 1.000 laki-laki tertular HIV karena prevalensi HIV/AIDS pada PSK langsung di Bali disebutkan 25 persen. Artinya, dari 100 PSK ada 25 yang mengidap HIV/AIDS atau 1:4. Jjika seorang laki-laki melacur dengan empat kali ada kemungkinan dilakukan dengan PSK yang mengidap HIV/AIDS.

Sampel penelitian hanya terhadap PSK langsung beberapa lokasi pelacuran di Bali.

Sedangkan PSK tidak langsung, seperti perempuan yang melakukan transaksi seks dengan mangkal di  kafe, karaoke, tempat pijat, biliar, restoran, hotel, spa, dll. tidak terjangkau penelitian.

Maka, jumlah laki-laki yang melacur di Bali jauh lebih besar daripada 80.000 karena hitungan belum termasuk laki-laki yang melacur dengan PSK tidak langsung.

Laki-laki yang tertular HIV dari PSK langsung dan PSK tidak langsung itulah  itulah kemudian yang menjadi mata rantai penyebaran HIV di masyarakat, al. melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Tidaklah mengherankan kalau kemudian kasus HIV/AIDS terus terdeteksi pada ibu-ibu rumah tangga dan bayi yang mereka lahirkan.

Celakanya, biar pun fakta menunjukkan banyak laki-laki beristri yang melacur, tapi pemerintah sama sekali tidak mempunyai program yang konkret untuk menanggulangi penyebaran HIV/AIDS di Indonesia. Ya, tinggal menunggu waktu saja untuk ’panen AIDS’. ***[AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap]***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.