Tanggapan Berita (21/1-2013)
–Pemko Pematangsiantar, Prov Sumatera Utara (Sumut), dikabarkan sangat serius
dalam pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS. Yang ditunjukkan dengan bakal
diterbitkannya Perda menyangkut penanggulangan dan pencegahan HIV/ AIDS dan
Infeksi Penyakit Kelamin Menular. Dipastikan, Perda tersebut bakal berlaku
mulai awal 2013 ini. Ini ada dalam
berita “130 Orang Pengidap HIV di Siantar” di medan.tribunnews.com
(11/1-2013).
Kalau saja Pemko Pematangsiantar berkaca ke Kab Serdang Bedagai, Kota
Tanjungbalai dan Kota Medan tentulah tidak gegabah (lagi) menerbitkan perda
karena di satu kabupaten dan dua kota itu sudah ada perda tapi penanggulangan
HIV/AIDS tidak berjalan.
Tiga perda itu sama sekali tidak berguna karena tidak memberikan langkah
yang konkret untuk menanggulangi HIV/AIDS (Lihat: Perda AIDS Kab Serdang
Bedagai, Sumut- http://www.aidsindonesia.com/2012/09/perda-aids-kab-serdang-bedagai-sumut.html,
Perda AIDS Kota Tanjungbalai, Sumut- http://www.aidsindonesia.com/2012/10/perda-aids-kota-tanjungbalai-sumut.html,
dan Perda AIDS Kota Medan- http://www.aidsindonesia.com/2012/10/perda-aids-kota-medan.html).
Kalau perda itu kelak hanya sekelas copy-paste, maka sudah bisa
dipastikan nasibnya akan sama dengan perda-perda yang sudah ada di Sumut
khususnya dan di Indonesia umumnya. Sampai saat ini peraturan tentang HIV/AIDS
sudah ada 62 perda mulai dari provinsi, kabupaten dan kota, 4 pergub AIDS dan 3
perwali.
Semua hanya copy-paste sehingga perda-perda itu tidak berguna dalam
penanggulangan HIV/AIDS. Ini terjadi karena semua perda tidak memberikan
langkah yang konkret untuk menanggulangi HIV/AIDS. Pasal-pasal hanya berisi
narasi moral yang tidak menyentuh akar persoalan terkait dengan penanggulangan
HIV/AIDS.
Disebutkan bahwa kasus kumulatif HIV/AIDS di Kota Pematangsiantar mencapai
130. Sayang, tidak ada penjelasan tentang faktor risiko karena yang disebutkan
hanya faktor risiko jarum suntik.
Sekretaris Komisi Penanggulangan HIV/AIDS (KPAID) Pematangsiantar, Iswan
Lubis, mengatakan bahwa pengidap HIV/ AIDS saat ini diklasifikasikan dalam
kondisi epidemi terkondisi yakni yang positif terinfeksi adalah mereka yang
berada di lingkungan rawan infeksi HIV/AIDS. Begitupun, bukan tak
mungkin orang yang di luar rawan HIV/AIDS ikut terjangkit.
Istilah ‘kondisi epidemi
terkondisi’ tidak dikenal dalam penanggulangan HIV/AIDS karena risiko tertular
HIV tidak ada kaitannya dengan kalangan atau kelompok. Risiko tertular HIV
terkait dengan perilaku orang per orang, seperti melakukan hubungan seksual
tanpa kondom di dalam dan di luar nikah dengan pasangan yang berganti-ganti
atau dengan yang sering berganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks komersial
(PSK).
Disebutkan pula bahwa KPAD sendiri secara rutin mengadakan sosialisasi dan penyuluhan tentang pencegahan dan penanggulangan bahaya HIV/AIDS kepada pelajar, ibu rumah tangga dan orang beresiko terkena HIV/AIDS seperti PSK.
Biar pun ibu rumah tangga
memahami cara-cara pencegahan HIV mereka tidak mempunyai posisi tawar yang kuat
untuk memaksa suami memakai kondom jika perilaku suami berisiko. Begitu pula
dengan PSK, mereka pun tidak bisa memaksa laki-laki memakai kondom ketika
melakukan hubungan seksual.
Maka, sosialisasi KPAD
Pematangsiantar itu salah sasaran karena kuncinya ada pada laki-laki dewasa,
tapi kalangan ini justru tidak menjadi target sosialisasi.
Menurut Iswan, semua pihak harus
mengutamakan pencegahan HIV/AIDS. “Semua orang bisa terinfeksi namun bisa
dicegah.”
Pernyataan ini tidak akurat
karena tidak semua orang berperilaku yang berisiko tertular HIV. Maka, tidak
semua orang bisa tertular HIV.
Pertanyaan untuk Pemko
Pematangsiantar dan KPAD Pematangsiantar: Apakah di Kota Pematangsiantar ada
pelacuran?
Pemko Pematangsiantar dan KPAD
Pematangsiantar tentulah membusungkan dada sambil mengatakan: Tidak ada!
Itu benar, tapi tunggu dulu. Yang tidak ada adalah lokasi atau lokalisasi
pelacuran yang ditangani dinas sosial. Tapi, pratek pelacuran terjadi di
sambarang tempat dan sembarang waktu.
Kalau praktek pelacuran ada, maka yang perlu dilakukan KPAD Pematangsiantar
adalah menjalankan program konkret berupa intervensi kewajiban memakai kondom
bagi laki-laki yang melakukan hubungan seksual dengan PSK.
Tanpa program tsb., maka insiden infeksi HIV baru akan terus terjadi di
Kota Pematangsiantar yang kelak bermuara pada ’ledakan AIDS’. ***[AIDS Watch
Indonesia/Syaiful W. Harahap]***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.