Tanggapan Berita (13/1-2013)
– “ …. pola penularan HIV/AIDS di Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, umumnya
akibat penggunaan jarum suntik. Akibat aktivitas seksual tercatat hanya dua orang.”
Ini disampaikan oleh Kabid Pengendalian dan Penanggulangan Penyakit (P2P) di
Dinas Kesehatan Kabupaten Tasikmalaya, Deden Hamdani (Meningkat, Kasus
HIV/AIDS di Tasikmalaya, www.tubasmedia.com,
11/1-2013).
Disebutkan bahwa kasus kumulatif
HIV/AIDS di Kab Tasikmalaya sejak tahun 2006 sebanyak 76 dengan 17 kematian.
Tentu saja mencengangkan kalau di
daerah seperti Kab Tasikmalaya ternyata penyebaran HIV/AIDS terjadi melalui
jarum suntik pada penyalahguna narkoba (narkotik dan bahan-bahan berbahaya).
Tapi, sayangnya wartawan tidak
mengembangkan pernyataan Deden, yaitu:
Pertama, bagaimana kasus
HIV/AIDS terdeteksi pada penyalahguna narkoba?
Kedua, apakah ada program
yang sistematis di Kab Tasikmalaya untuk mendeteksi HIV di masyarakat?
Ketiga, apakah ada program
yang sistematis untuk mendeteksi HIV/AIDS pada perempuan hamil?
Lagi-lagi wartawan yang menulis
berita ini tidak memahami fenomena HIV/AIDS di masyarakat. Ada kemungkinan
kasus HIV/AIDS banyak terdeteksi pada penyalahguna narkoba dengan jarum suntik
karena mereka dipaksa menjalani tes ketika hendak mengikuti program
rehabilitasi.
Sebaliknya, orang-orang yang
tertular melalui hubungan seksual tidak terdeteksi karena tidak ada sistem yang
bisa mendeteksi kasus HIV/AIDS di masyarakat.
Pada gilirannya kasus-kasus
HIV/AIDS yang tidak terdeteksi di masyarakat akan menjadi ‘bom waktu’ ledakan
AIDS karena pengidap HIV/AIDS yang tidak terdeteksi menjadi mata rantai
penyebaran HIV/AIDS di masyarakat, al. melalui hubungan seksual tanpa kondom di
dalam dan di luar nikah.
Disebutkan bahwa ada enam kasus HIV/AIDS yang terdeteksi pada balita.
Wartawan pun tidak mengembangkan data ini, yaitu: (a) apa faktor risiko
penularan HIV kepada ibu enam balita tsb.?, dan (b) apakah suami enam ibu yang
melahirkan bayi itu sudah menjalani tes HIV?
Soalnya, kalau enam itu itu tertular dari suaminya, maka jika istri
atau pasangan suami itu lebih dari satu maka kian banyak perempuan yang
berisiko tertular HIV.
Disebutkan di Kab Tasikmalaya ada
tiga klinik VCT (tempat tes HIV sukarela gratis dengan konseling dan
kerahasiaan), yaitu di puskesmas Manonjaya, Singaparna, Tenawati dan Ciawi.
Ini pernyataan Deden: “Masyarakat
dapat melakukan konsuktasi dan mengecek kesehatan secara gratis dan kerahasiaan
dijamin.”
Pernyataan Deden ini tidak akurat karena tidak semua orang harus tes HIV.
Yang harus menjalani tes HIV, al. adalah:
(1) Laki-laki dan perempuan dewasa penduduk Kab Tasikmalaya yang pernah
atau sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah
dengan pasangan yang berganti-ganti.
(2) Laki-laki dewasa penduduk Kab Tasikmalaya yang pernah atau sering
melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan perempuan yang sering
berganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks komersial (PSK).
Pertanyaan untuk Deden: Apakah di wilayah Kab Tasikmalaya ada pelacuran?
Sudah bisa kita duga karena Deden akan berkata lantang: Tidak ada!
Deden benar, tapi tunggu dulu karena yang dimaksud Deden adalah lokalisasi
pelacuran yang ditangani pemerikan kabupaten, dalam hal ini dinas sosial.
Tapi, apakah Deden bisa menjamin di wilayah Kab Tasikmalaya tidak ada
praktek pelacuran?
Kalau Deden bisa menjamin, maka tidak ada penyebaran HIV/AIDS dengan faktor
risiko hubungan seksual.
Tapi, kalau Deden tidak bisa menjamin, maka ada persoalan besar yang
dihadapi Pemkab Tasikmalaya yaitu penyebaran HIV/AIDS dengan faktor risiko
hubungan seksual.
Pemkab Tasikmalaya sudah menerbitkan Perda Penanggulangan AIDS, tapi karena
perda itu hanya berpijak pada moral sehingga tidak menyentuh akar persoalan
(Lihat: Menguji Peran Perda AIDS
Kabupaten Tasikmalaya dan Kota Tasikmalaya*-http://www.aidsindonesia.com/2012/10/menguji-peran-perda-aids-kabupaten.html).
Jika Pemkab Tasikmalaya tidak mempunyai program penanggulangan yang
konkret, maka penyebaran HIV/AIDS akan bermuara pada ’ledakan AIDS’. ***[AIDS
Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap]***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.