Tanggapan Berita (12/1-2013)
– "Yang paling penting masyarakat mau mengubah perilaku yakni tidak
melakukan aktivitas seks berisiko, penggunaan kondom dan lainnya." Ini
pernyataan Menteri Kesehatan dr Nafsiah Mboi dalam berita ”Tekan HIV/AIDS
Melalui Perubahan Perilaku” di rri.co.id
(7/1-2013) terkait dengan angka
penularan kasus HIV/AIDS di Kabupaten Mimika, Provinsi Papua, yang terus
meningkat.
Data KPA Kabupaten Mimika
menunjukka tahun 2012 terdeteksi 367 kasus baru HIV dan AIDS. Dengan tambahan
ini maka jumlah kasus kumulatif HIV/AIDS dari tahun 1996 sampai September 2012
sebanyak 3.190.
Itu memang cara yang arif, tapi
bagaimana bisa memastikan semua laki-laki di Kab Mimika khususnya dan di Papua
umumnya untuk tidak melacur tanpa kondom. Segencar apa pun penyuluhan, bahkan
melalui corong pemuka agama sekali pun, perilaku sebagian laki-laki yang gemar
melacur tidaklah berubah.
Maka, selain anjurkan untuk merubah
perilaku diperlukan program penanggulangan HIV/AIDS yang konkret yaitu
intervensi terhadap laki-laki yang gemar melacur agar memakai kondom setiap
kali melakukan hubungan seksual dengan pekerja seks komersial (PSK).
Disebutkan bahwa Nafsiah mengaku
prihatin dengan terus meningkatnya angka penularan kasus HIV/AIDS di kalangan
warga Mimika, terutama di Kota Timika dan penduduk yang bermukim di wilayah
pedalaman. Jika tidak ada perubahan
perilaku positif, maka Menkes Nafsiah Mboi meyakini angka penularan kasus
HIV/AIDS di Mimika akan terun meningkat tajam.
Persoalannya adalah ada wacana penggiringan opini publik untuk menyalahkan
PSK, terutama asal Pulau Jawa, sebagai pihak yang bersalah. Disebutkan
pelacuran di Mimika, khususnya di kota Timika, terjadi karena mobilitas PSK
yang tinggi dari luar kota.
Celakanya, Pemkab Timika dan Pemprov Papua mengabaikan kehadiran lokasi
pelacuran sehingga tidak menjadi sasaran program yang konkret. Di Perda AIDS
Prov Papua, misalnya, lokasi pelacuran disebut sebagai ’tempat berisiko terjadi
penularan HIV’. Ini merupakan kemunafikan dan pola pikir yang naik yang justru
merupakan penyangkalan sehingga menjadi sumber penyebaran HIV/AIDS (Lihat: Perda
AIDS Prov Papua: Tidak Ada Lokalisasi Pelacuran (di Papua) - http://www.aidsindonesia.com/2012/08/dalam-perda-aids-prov-papua-tidak-ada.html).
Hal yang sama juga terjadi pada Perda AIDS Kab Mimika. Sama sekali tidak
memberikan langkah-langkah yang konkret untuk menanggulangi HIV/AIDS (Lihat: Perda
AIDS Kab Mimika - http://www.aidsindonesia.com/2012/11/perda-aids-kab-mimika-papua.html).
Sedangkan di Agats, Kabupaten Asmat, dilaporkan dari 16 temuan kasus HIV
baru dalam setahun, enam di antaranya merupakan ibu hamil.
Kemungkinan besar ibu-ibu itu tertular HIV dari suaminya. Ini menunjukkan
suami mereka tertular HIV, al. melalui hubungan seksual tanpa kondom dengan
PSK.
Kurun waktu perubahan dari perilaku berisiko sampai perilaku tidak berisiko
tentulah tidak bisa dipastikan. Pada masa itu sudah terjadi perilaku berisiko.
Maka, tanpa langkah yang konkret penyebaran HIV/AIDS akan terus terjadi di Kab
Mimika khususnya dan di Prov Papua umumnya. ***[AIDS Watch Indonesia/Syaiful
W. Harahap]***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.