* Pemkot Balikpapan tidak
mempunyai program yang konkret untuk menanggulangi penyebaran HIV/AIDS
Tanggapan Berita (30/1-2013)
– Kepala Dinas Kesehatan Kota Balikpapan drg Dyah Muryani mengkhawatirkan
semakin banyaknya wanita yang mengidap HIV/AIDS di "Kota Minyak" itu.
Ini lead pada berita “Dinkes Balikpapan Khawatir Makin Banyak Pengidap
HIV/AIDS” di kompas.com (23/1-2013).
Dikabarkan jumlah perempuan yang
terdeteksi mengidap HIV/AIDS mencapai sepertiga atau 200 dari 606 kasus
kumulatif HIV/AIDS di Kota Balikpapan. Kematian terkait HIV/AIDS di Kota
Balipapan dilaporkan 167 atau 27,56 persen. Angka kematian ini besar yang
memerlukan perhatian khusus agar ada upaya untuk mencegah kematian pada pengidap
HIV/AIDS karena penyakit terkait HIV/AIDS.
Disebukan oleh Dyah bahwa
penularan HIV/AIDS di Balikpapan umumnya terjadi melalui aktivitas seksual.
Lelaki atau suami yang menulari pasangannya di rumah kemungkinan besar tertular
dari aktivitas seksual dengan perempuan lain.
Salah satu aktivitas seksual yang
tidak aman, yaitu tidak memakai kondom, terjadi antara laki-laki dewasa dengan
pekerja seks komersial (PSK). Celakanya, Pemkot Balikpapan akan berdalih bahwa
di kota itu tidak ada pelacuran karena tidak ada lokalisasi pelacuran yang
dibentuk oleh dinas sosial.
Itu benar, tapi praktek pelacuran
di Kota Balikpapan terjadi di sembarang tempat dan sembarang waktu.
Maka, apa langkah Dinkes Kota
Balikpapan untuk mencegah penularan HIV dari laki-laki dewasa ke PSK dan
sebaliknya?
Yang konkret tidak ada, yang ada
hanyalah anjuran moralistis sebagai jargon politis yaitu, seperti yang
disampaikan Dyah: "Karena itu, kesetian kepada pasangan, moralitas yang
baik, dan perilaku seks yang sehat tetap cara terbaik untuk mencegah penyakit
ini."
Bagaimana Dyah bisa menjamin semua laki-laki akan setia dan tidak akan
melacur tanpa kondom?
Tentu saja tidak bisa.
Lalu, akah ada program konkret yang bisa dilakukan paling tidak menurunkan
insiden infeksi HIV baru pada laki-laki dewasa yang melacur?
Tentu saja ada. Thailand sudah membuktikan penurunan insiden infeksi HIV
pada laki-laki dewasa melalui program ’wajib kondom 100 persen’ bagi laki-laki
dewasa yang melacur dengan PSK. Program ini bisa efektif jika pelacuran di
lokalisir.
Celakanya, Pemkot Balikpapan justru membasmi tempat-tempat pelacuran
sehingga praktek pelacuran terjadi di berbagai tempat yang tidak bisa
dijangkau, seperti di rumah, kos-kosan, kontrakan, penginapan, losmen, hotel
melati sampai hotel berbintang dan apartemen.
Disebutkan bahwa kekhawatiran terbesar, ujarnya, adalah akan semakin banyak bayi yang lahir dari mereka, yang hampir pasti mengidap HIV/AIDS sebagai turunan dari ibunya.
HIV/AIDS bukan penyakit turunan atau genetika, tapi virus yang penularannya
bisa dicegah. Penyebutan ” .... hampir pasti mengidap HIV/AIDS sebagai turunan
dari ibunya” tidak akurat. Pernyataan ini mengesankan ibu yang mengidap
HIV/AIDS otomatis akan menularkan HIV kepada bayi yang dikandungnya. Ini
menyesatkan karena penularan HIV dari-ibu-ke-bayi yang dikandungnya tidak
otomatis. Risiko penularan terjadi ketika di dalam kandungan, pada persalinan
dan menyusui dengan air susu ibu (ASI).
Disebutkan lagi oleh Dyah: ”Semakin mencemaskan lagi karena kini ada
penderita yang masih remaja, yang masih berusia 16 tahun, dan masih bersekolah."
Yang paling mencemaskan adalah Dinkes Kota Balikpapan tidak mempunyai
program yang konkret untuk menanggulangi penyebaran HIV/AIDS.
Begitu pula dengan Dinas Pendidikan Ktoa Balikpapan yang tidak memberikan
informasi yang akurat terhadap pelajar tentang cara mencegah penularan HIV, al.
melalui hubungan seksual. Selain itu tidak ada pula informasi yang diterima
pelajar tentang cara menyalurkan dorongan seksual yang tidak berisiko tertular
HIV/AIDS. Dorongan seksual tidak bisa digantikan dengan kegiatan lain.
Atau ambil jalan tengah. Pejabat di lingkungan Pemkot Balikpapan dan DPRD
Kota Balikpapan membeberkan cara yang mereka lakukan dahulu ketika remaja
sampai sekarang setelah berkeluarga tentang cara mengendalikan dorongan seks
sehingga mereka tidak pernah berzina dan melacur.
Menurut Dyah, kini ada fenomena bahwa HIV/AIDS di "Kota Minyak" itu menyebar di kalangan keluarga yang ditandai dengan kasus HIV/AIDS yang terdeteksi pada balita.
Pertanyaan untuk Dyah: Apa langkah konkret Dinkes Kota Balikpapan untuk
mendeteksi HIV/AIDS pada perempuan hamil?
Menurut Dyah, Dinas Dinkes Balikpapan juga terus mengedukasi masyarakat
melalui berbagai cara, di antaranya melalui pusat-pusat kesehatan masyarakat
dan pesan-pesan moral melalui pemuka agama dan tokoh masyarakat.
Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mengajak laki-laki tidak ada lagi
yang melacur?
Tentu tidak bisa dipastikan. Maka, yang diperlukan adalah langkah-langkah
yang konkret, al. melakukan intervensi terhadap laki-laki melalui regulasi yang
memaksa laki-laki yang melacur memakai kondom.
Masih menurut Dyah, masih kesulitan mengajak mereka yang positif mengidap HIV/AIDS untuk berobat. Meski ada jaminan identitas dirahasiakan, tetap saja tidak mudah untuk mengajak mereka.
Masih menurut Dyah, masih kesulitan mengajak mereka yang positif mengidap HIV/AIDS untuk berobat. Meski ada jaminan identitas dirahasiakan, tetap saja tidak mudah untuk mengajak mereka.
Pernyataan ini tidak akurat karena orang-orang yang sudah terdeteksi
mengidap HIV/AIDS melalui tes HIV yang baku akan terus kontak dengan tempat tes
atau institusi yang menjangkaunya karena terkait dengan kesehatan dan obat
antiretroviral (ARV).
Yang terjadi adalah banyak orang yang sudah mengidap HIV/AIDS, tapi tidak
menyadarinya karena tidak ada tanda-tanda yang khas AIDS pada fisik mereka.
Maka, yang diperlukan adalah langkah yang konkret untuk mendeteksi HIV/AIDS
di masyarakat tanpa melakukan perbuata yang melawan hukum dan tidak melanggar
hak asasi manusia (HAM).
Disebutkan oleh Dyah: "Meski begitu kami lebih fokus pada pencegahan,
upaya penyadaran yang lebih mudah dan lebih murah."
Pertanyaannya adalah: Apa program Dinkes Balikpapan yang konkret untuk
menurunkan insiden infeksi HIV baru pada laki-laki dewasa melalui hubungan
seksual dengan PSK?
Tentu saja tidak ada. Maka, tidaklah mengherankan kalau kelak penyebaran
HIV/AIDS di Kota Balikpapan akan terus terjadi, al. ditandai dengan penemuan
kasus HIV/AIDS pada ibu-ibu rumah tangga. ***[AIDS Watch Indonesia/Syaiful
W. Harahap]***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.