Tanggapan Berita (11/1-2013)
– “Tekan Penyebaran HIV/AIDS, Ratusan
PMKS (wanita penyandang masalah kesejahteraan-pen.) di Tangsel Jalani Tes Darah”. Ini judul berita di metrotvnews.com (11/1-2013).
Langkah Pemkot Tangerang Selatan
(Tangsel), Prov Banten, itu benar-benar ajaib karena bisa menekan penyebaran
HIV/AIDS hanya dengan tes darah terhadap PMKS. Kalau disimak dari kepanjangan
PMSK yaitu wanita penyandang masalah kesejahteraan, maka mereka bisa sebagai
gelandangan, pengemis, pemulung, dan pekerja seks.
Pertanyaan untuk Pemkot Tangsel:
Bagaimana cara menekan penyebaran HIV/AIDS dengan tes darah terhadap PMKS?
Dari pernyataan itu, maka penyebaran
HIV/AIDS di Kota Tangsel terjadi karena ada laki-laki dewasa penduduk Kota
Tangsel yang melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan PMKS.
Tapi, sebaliknya penyebaran atau
penularan HIV terhadap PMKS justru bisa
terjadi dari laki-laki dewasa penduduk Kota Tangsel yang melakukan hubungan seksual
tanpa kondom dengan PMKS.
Disebutkan tes pemeriksaan darah
(sero survey) yang dilakukan oleh Pemkot Tangsel terhadap 187 PMKS (10/1-2013)
tsb. bertujuan meminimalisir penyebaran virus HIV/AIDS di kota tersebut
mengingat keberadaan PMKS sendiri sulit diatasi.
Pertama, sero survey
adalah kegiatan survailans tes HIV yaitu untuk mencari angka prevalens yaitu
perbandingan antara PMKS yang HIV-positif dan HIV-negatif. Tapi, hasil tes ini tidak valid karena tidak
dilakukan tes konfirmasi. Selain itu contoh darah PMKS tidak boleh diberikan
tanda-tanda khusus (sesuai dengan standar prosedur operasi tes HIV yang baku) yang
bisa menunjukkan identitas pemilik darah (anonomitas).
Kedua, hasil survailans tes HIV terhadap PMKS itu hanya berlaku pada kurun waktu
tertentu ketika darah mereka diambil, yaitu tanggal 10/1-2013. Setelah
pengambilan darah tidak bisa dipastikan status HIV mereka karena bisa saja ada
di antara mereka yang tertular HIV dari laki-laki yang mengencani mereka tanpa
kondom.
Ketiga, dalam berita tidak dijelaskan langkah apa yang dilakukan Pemkot Tangsel
dari hasil survailans tes HIV terhadap PMKS. Soalnya, kalau ada PMKS yang
terdeteksi mengidap HIV/AIDS, maka: (a) ada laki-laki dewasa penduduk Kota
Tangsel yang menularkan HIV kepada PMKS, dan (b) ada pula laki-laki dewasa
penduduk Kota Tangsel yang tertular HIV dari PMKS.
Persoalan besar terkait dengan penyebaran HIV/AIDS di Kota Tangsel bukan
pada PMKS, tapi ada pada laki-laki yang pernah atau sering melakukan hubungan
seksual tanpa kondom dengan PMKS.
Apakah ada langkah konkret Pemkot Tangsel untuk mendeteksi laki-laki
pengidap HIV di masyarakat?
Tentu saja tidak ada. Bahkan Pemprov Banten pun tidak mempunyai program
yang konkret untuk menurunkan insiden infeksi HIV pada laki-laki yang melacur
(Lihat: Perda AIDS Provinsi
Banten - http://www.aidsindonesia.com/2012/10/perda-aids-provinsi-banten.html).
Menurut Kepala Seksi Pencegahan Penyakit Menular (P2M), Dinas Kesehatan
Kota Tangsel, Muhammad Rusmin, langkah itu merupakan kementerian kesehatan yaitu
setiap kabupaten dan kota di Indonesia diwajibkan mengumpulkan 200 sampel
darah.
Masih menurut Rusmin, bila memang ditemukan ada yang positif terjangkit
virus HIV/AIDS maka pemerintah daerah di setiap kabupaten dan kota wajib
mengkarantinanya.
Apakah aturan tersebut dari kementerian kesehatan? Kalau benar, maka
kementerian kesehatan sudah menyebarkan aturan yang melawan hukum dan perbuatan
yang melanggar hak asasi manusia (HAM).
Di lain pihak mengkarantina PMKS yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS adalah
langkah yang naif karena laki-laki dewasa penduduk Kota Tangsel yang menularkan
HIV kepada PMKS dan yang tertular HIV dari PMKS menjadi mata rantai penyebaran
HIV di masyarakat, al. melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di
luar nikah.
Rusmin melanjutkan keterangannya: "Tes darah ini untuk pemetaan wilayah zona merah HIV/AIDS. Bila hasilnya positif maka PMKS ini diamankan dan dilarang untuk keluar."
Lagi-lagi langkah yang merupakan perbuatan melawan hukum dan pelanggaran
berat terhadap HAM.
Celakanya, Rusmin tidak melihat laki-laki dewasa penduduk Kota Tangsel yang
menularkan HIV kepada PMKS dan yang tertular HIV dari PMKS yang akan menjadi
mata rantai penyebaran HIV di masyarakat, al. melalui hubungan seksual tanpa
kondom di dalam dan di luar nikah.
Kepala Dinas Sosial Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Kota Tangsel, Purnama Wijaya, mengungkapkan, bahwa ada dua permasalahan krusial dan mendasar yang menjadi pekerjaan rumah dalam penanganan masalah penyakit masyarakat (Pekat).
Pak Purnama balik, dong, paradigma berpikir. Ajaklah laki-laki dewasa
penduduk Kota Tangsel supaya tidak ada yang melacur. Soalnya, Anda ada di
daerah dengan slogan ’iman dan taqwa’.
Dengan langkah Pemkot Tangsel dalam menanggulangi HIV/AIDS yang hanya melakukan survailans tes HIV terhadap PMKS dan mengarantina PMKS yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS, maka penyebaran HIV/AIDS di Kota Tangsel akan terus terjadi yang kelak bermuara pada ‘ledakan AIDS’. ***[AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap]***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.