Tanggapan Berita (3/1-2013) – ” .... penyebaran HIV AIDS di Sulut
makin mencemaskan. Yang ironis, dari 1.116 total penderita penyakit yang belum
ditemukan obatnya tersebut, 210 di antaranya adalah Ibu Rumah Tangga (IRT).
Jumlah IRT yang terjangkit HIV-AIDS bahkan lebih besar dari perempuan wanita
pekerja seks (WPS).” Ini ada
dalam berita ”210 IRT dan 4 Pelajar Terjangkit HIV-AIDS” di www.manadopost.co.id
(30/11-2012).
Ada beberapa hal yang patut ditanggapi pada pernyataan di atas, yaitu:
Pertama, yang mencemaskan bukan penyebaran HIV/AIDS karena HIV/AIDS tidak
menyebar. Yang mencemaskan adalah perilaku, terutama sebagian laki-laki dewasa,
yang melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan perempuan yang
berganti-ganti atau dengan perempuan yang sering berganti-ganti pasangan.
Kedua, perilaku sebagian perempuan, bukan pekerja seks, yang melakukan hubungan
seksual tanpa kondom dengan laki-laki yang berganti-ganti.
Ketiga, kasus HIV/AIDS pada ibu rumah tangga tidak ironis karena yang ironis
adalah mereka tertular HIV dari suaminya.
Keempat, ada penyakit lain yang tidak ada obatnya, seperti demam berdarah. Ada
pula penyakit yang ada obatnya tapi tidak bisa disembuhkan yaitu diabetes dan
darah tinggi.
Kelima, pekerja seks tidak berdiam selamanya di satu tempat. Lagi pula tes HIV
terhadap pekerja seks tidak sistematis sehingga tidak semua pekerja seks
terjangkau tes HIV.
Keenam, tidak dijelaskan apakah suami 210 ibu
rumah tangga yang mengidap HIV/AIDS itu sudah menjalani tes HIV atau belum.
Kalau belum maka mereka akan menjadi mata rantai penyebaran HIV di masyarakat,
al. melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.
Celakanya, Perda AIDS Prov Sulawesi Utara pun sama sekali tidak memberikan
langkah yang konkret untuk menanggulangi penyebaran HIV/AIDS melalui hubungan
seksual dengan pekerja seks (Lihat: Menguji
Peran Perda HIV/AIDS Prov Sulawesi Utara* - http://www.aidsindonesia.com/2012/10/menguji-peran-perda-hivaids-prov.html).
Disebutkan: Salah satu fakta menyedihkan juga, saat ini ada empat pelajar
yang terjangkit penyakit yang menyerang kekebalan tubuh tersebut.
Hal itu tidak menyedihkan karena pelajar itu celaka karena mereka tidak
diberikan informasi yang akurat tentang cara-cara mencegah agar tidak tertular
HIV. Yang menyedihkan adalah pemerintah setempat yang tidak menyebarluaskan
inforrmasi HIV/AIDS secara akurat.
Tapi, kasus HIV/AIDS pada empat pelajar itu dikabarkan tertular dari
ibunya. Cuma, tidak dijelaskan usia pelajar tsb.
Menurut Jones Oroh, Pengelola Program KPA Provinsi Sulut, ibu rumah tangga yang
mengidap HIV/AIDS dibagi dalam dua kategori, yakni ibu rumah tangga murni (ibu
rumah tangga yang tertular HIV dari suaminya) dan ibu rumah tangga berprilaku beresiko (pekerja
seks tidak langsung, seperti yang mangkal di diskotek, pub, cafe, panggilang,
dll.). Ada pula ibu rumah tangga yang mempunyai hugel atau menjalin hubungan
dengan brondong.
Oroh mengimbau agar pasangan suami atau istri yang telah terdeteksi mengidap HIV/AIDS terbuka satu sama lain dengan melakukan komunikasi yang baik.
Kalau orang-orang yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS melakukan tes HIV
dengan standar baku, maka tidak ada persoalan karena sebelum tes mereka sudah
menerima konseling. Termasuk cara atau langkah yang akan dilakukan jika
terdeteksi HIV-positif.
Yang menjadi persoalan besar adalah banyak orang yang tidak menyadari
dirinya sudah tertular HIV karena tidak ada tanda-tanda atau gejala yang khas
AIDS pada fisik mereka.
Untuk itulah Pemprov Sulut perlu membuat program yang konkret berupa
intervensi agar laki-laki selalu memakai kondom jika melacur. Namun, hal ini
mustahil karena di Sulut tidak ada lokalisasi pelacuran.
Maka, penyebaran HIV/AIDS akan terus terjadi di Sulut yang kelak bermuara
pada ’ledakan AIDS’. ***[AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap]***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.