Tanggapan Berita (9/1-2013) – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak, Linda Sari Gumelar, mengatakan, pemerintah kembali berfokus
kepada perempuan dan anak dalam kampanye penanggulangan virus penurun kekebalan
tubuh, AIDS, pada tahun ini dengan tema "Lindungi Perempuan dan Anak
dari HIV dan AIDS". Ini lead pada berita “Diharap Melek AIDS, Pemerintah Incar Ibu-ibu” di tempo.co (11/12-2012).
Pertanyaan untuk Linda: Apa
langkah yang konkret untuk melindungi perempuand an anak agar tidak tertular
HIV?
Ternyata yang diandalkan adalah
pengetahuan perempuan dan anak terkait dengan HIV/AIDS, seperti disebutkan
Linda: "Diangkat kembali dengan pertimbangan perempuan yang tadinya baru
dilahirkan kini menjadi ibu. Pengetahuan mereka tentang HIV/AIDS belum memadai,
yang berdampak pada anak, terutama bayi dalam kandungan.”
Pertanyaan selanjutnya untuk
Linda: Bagaimana seorang perempuan, dalam hal ini istri, bisa memakai
pengetahuannya tentang HIV/AIDS untuk melindungi dirinya agar tidak tertular
HIV dari suaminya?
Tentu saja tidak ada karena
posisi perempuan, dalam hal ini istri, adalah sebagai sub-ordinat laki-laki
(baca: suami). Adalah hal yang mustahil seorang istri meminta suaminya agar memakai
kondom ketika sanggama dengan alasan agar terhindar dari HIV/AIDS.
Maka, sasarannya justru
laki-laki, dalam hal ini suami. Tapi, Linda pun rupanya memakai sudut pandang patriarkat
(sistem pengelompokan sosial yg sangat mementingkan garis turunan bapak) sehingga
membebankan kewajiban penanggulangan HIV/AIDS pada perempuan dengan mengabaikan
kewajiban laki-laki. Padahal, perempuan berhak untuk mendapatkan hubungan
seksual yang bebas dari penyakit. Kondisinya kian runyam karena pemahaman agama
yang tidak komprehensif sehingga menempatkan perempuan (istri) sebagai
sub-ordinat laki-laki.
Masih menurut Linda, perempuan secara biologis masih rentan. Padahal,
kaum perempuan memiliki kapasitas tidak terbatas untuk bisa membantu upaya
penanggulangan HIV/AIDS, baik untuk dirinya sendiri, keluarga, maupun
lingkungannya.
Lagi-lagi Linda menempatkan
perempuan sebagai pihak yang harus bertanggung jawab untuk menanggulangi
HIV/AIDS. Ini tidak adil dan menyesatkan karena yang menyebarkan HIV adalah
laki-laki.
Disebutkan bahwa lima menteri yaitu Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhammad Nuh, Menteri Sosial Salim Segaf Al-Jufri, dan Menteri Agama Suryadharma Ali sepakat meneken nota kesepahaman untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat.
Disebutkan bahwa MoU berjudul
"Peningkatan Pengetahuan Komprehensif tentang HIV-AIDS bagi penduduk
berusia 15-24 tahun" itu diharapkan mampu menekan jumlah orang dengan
HIV/AIDS (Odha).
Sayang, dalam berita tidak
dijelaskan apa langkah-langkah konkret lima
menteri itu untuk menanggulangi penyebaran HIV/AIDS.
Lagi-lagi MoU itu hanya jargon
moral sebagai konsumsi politis yang tidak membumi. MoU disimpan di lemari arsip
dan penularan HIV dari suami ke istri (akan) terus terjadi. ***[AIDS Watch
Indonesia/Syaiful W. Harahap]***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.