* Kebanggaan Semu Menemukan Kasus HIV/AIDS yang
Banyak
Tanggapan Berita (28/1-2013) – Dikatakan, bila dilihat sejak tahun
2006, memang terjadi peningkatan kasus HIV/AIDS di Medan. Hal ini tidak
terlepas karena dinas kesehatan, KPA, LSM dan pihak lainnya telah menjalankan
program penjaringan kasus, sosialisasi kepada masyarakat. Ini pernyataan
Sekretaris Dinas Kesehatan Kota Medan, Mardohar Tambunan, dalam berita “3.410
orang penderita HIV/AIDS di Medan” di waspada.co.id (20/1-2013).
Belakangan ini ada kebanggaan semu di kalangan instansi dan institusi yang
terkait dengan HIV/AIDS bahwa penemuan kasus yang banyak merupakan
keberhasilan. Ini ibarat ’onani’ karena hanya memuaskan dan memuji diri sendiri
karena langkah itu hanya di hilir yang sama sekali tidak menyentuh
penanggulangan di hulu.
Artinya, dinas kesehatan, KPA, LSM dan pihak lain hanya menunggu ada dulu
penduduk yang tertular HIV/AIDS baru kemudian dideteksi dan dicatat sebagai
pengidap HIV/AIDS.
Disebutkan bahwa jumlah penderita HIV/AIDS di Medan semakin mengkhawatirkan yakni mencapai
3.410 orang, dan dari jumlah itu ternyata lebih didominasi kalangan pria.
Yang mengkhawatirkan adalah Pemko Medan tidak mempunyai program yang
konkret untuk menanggulangi penularan HIV pada laki-laki, al. melalui hubungan
seksual dengan pekerja seks komersial (PSK) pada kegiatan pelacuran.
Celakanya, Perda AIDS Kota Medan pun sama sekali tidak memberikan program
yang konkret untuk menanggulangi insiden infeksi HIV baru pada laki-laki dewasa
yang melacur (Lihat: Perda AIDS
Kota Medan- http://www.aidsindonesia.com/2012/10/perda-aids-kota-medan.html).
Disebutkan lagi bahwa dari 3.410 kasus HIV/AIDS di Medan kasus didominasi
pria yakni 2.573 sedangkan perempuan 837 kasus.
Kalau saja Dinkes Kota Medan dan wartawan yang menulis berita ini membawa
data itu ke ranah sosial terkait dengan penyebaran HIV, maka pembahasan adalah
mata rantai penyebaran HIV yang dilakukan oleh laki-laki.
Jika 2.573 laki-laki itu beristri, maka ada 2.573 perempuan yang berisiko
tertular HIV. Kalau ada di antara mereka
yang beristri lebih dari satu, maka kian banyak perempuan yang berisiko
tertular HIV.
Disebutkan oleh Mardohar: “Semakin dikejar kasusnya semakin tinggi, karena
itu juga kasus HIV/AIDS seperti fenomena gunung es, yang hanya nampak
dipermukaan tetapi di dalamnya masih banyak yang belum ditemukan.”

Tentu saja tidak ada!
Kalau Mardohar ditanya apakah di Kota Medan ada pelacuran, dia pun akan
membusungkan dada dan mengatakan: Di Kota Medan tidak ada pelacuran!
Mardohar benar. Tapi, tunggu dulu Pak Ketua: Yang tidak ada adalah
lokalisasi pelacuran yang ditangani oleh dinas sosial.
Sedangkan praktek pelacuran terjadi di sembarang tempat dan sembarang
waktu.
Disebutkan lagi Kota Medan sudah mempunyai peraturan Wali Kota tentang HIV/AIDS dan saat ini sedang dilakukan pembahasan membuat petunjuk teknisnya.
Perda AIDS Kota Medan saja tidak mempunyai program yang konkret untuk
menanggulangi HIV/AIDS, lalu bagaimana bisa peraturan akan menjabarkan perda
itu?
Disebutkan pula bahwa bagi yang mau menikah diharapkan untuk memeriksakan
dirinya.
Duh, tes HIV bagi yang mau menikah hanyalah pekerjaan sia-sia. Menggantang
asap.
Pertama, ada masa jendela yang memungkinkan terjadi hasil tes HIV yang negatif
palsu (HIV sudah ada di dalam darah tapi tidak terdeteksi karena belum ada
antibody HIV) atau positif palsu (HIV tidak ada di dalam darah tapi tes
reaktif).
Kedua, tes HIV bukan vaksin dan hasil negatif hanya berlaku saat darah diambil.
Bisa saja setelah tes ybs. melakukan perilaku berisiko sehingga tertular HIV.
Ketiga, surat keterangan ’bebas HIV/AIDS’ yang dipegang pasangan tsb. bisa jadi
bumerang kalau salah satu terdeteksi HIV akan ngotot bahwa dirinya ’bebas
HIV/AIDS’ berdasarkan surat yang dipegangnya.
Kasus HIV/AIDS yang terdeteksi pada 66 anak berusia di bawah 10 tahun membuktikan
ibu mereka tertular HIV dari suaminya.
Sayang, dalam berita tidak dijelaskan apakah suami ibu-ibu yang melahirkan
anak dengan HIV/AIDS itu sudah menjalani tes HIV. Kalau suami-suami itu belum
tes HIV, maka mereka akan menjadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di
masyarakat, al. melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar
nikah.
Yang diperlukan adalah langkah konkret berupa intervensi yaitu program yang
mewajibkan laki-laki ’hidung belang’ memakai kondom setiap kali melacur. Tanpa
program ini, kasus HIV/AIDS pada ibu rumah tangga akan terus terdeteksi karena
suami mereka melacur tanpa kondom di Kota Medan atau di luar Kota Medan. Pemko
Medan tinggal menunggu waktu saja untuk ’panen AIDS’. ***[AIDS Watch
Indonesia/Syaiful W. Harahap]***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.