06 Oktober 2012

Menduga-duga Sendiri Kena HIV/AIDS



Tanya-Jawab AIDS No  008/Oktober 2012

Pengantar. Tanya-Jawab ini adalah jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan yang dikirim melalui surat, telepon, fax, SMS, dan e-mail. Jawaban disebarluaskan tanpa menyebut identitas yang bertanya dimaksudkan agar bisa berbagi informasi yang akurat tentang HIV/AIDS. Yang ingin bertanya, silakan kirim pertanyaan melalui: surat ke LSM ”InfoKespro”, PO Box 1244/JAT, Jakarta 13012, e-mail aidsindonesia@gmail.com dan SMS 08129092017. Redaksi.

*****
Tanya: Saya tidak pernah melakukan hubungan seksual, tidak pernah memakai narkoba, tapi ada benjolan seperti kutil di kelamin saya. Saya belum ke dokter karena belum siap. Saya curiga karena kutil sudah saya oleskan cuka yang saya beli di warung. Di internet, sih, kalau benar disebutkan kutil akan memutih jika dioles asam asetat 5%  dan cuka itu asam asetat. (1) Apakah benar bukan kutil? Soalnya tidak memutih. Aku anaknya parno banget. Sudah keterima tes kerja tapi aku menolak tes kesehatan karena takut terdeteksi HIV. Padahal, itu perusahaan besar. Alasan takut HIV: Setahun yang lalu saya iseng baca buku biologi adik, dibahas HIV dan cirinya: 1 Keringat malam hari (saking parnonya langsung mengira saya HIV hanya karena pernah 1 – 3 kali keringat malam). 2 Jamur kandida di mulut (aku keputihan di lidah, eh, aku periksa lidah ayah, ibu, adik dan teman semua sama, ternyata itu warna normal lidah, kandida bukan seperti itu). Saya mulai berspekulasi penyebab saya HIV adalah: (a) Dulu pernah dapat kondom di jalan pas Hari AIDS. Kondom saya pakai untuk onani karena penasaran kondom itu seperti apa. (b) Dulu pernah kecelakaan dan dirawat di puskesmas, sebelum saya dirawat, ada orang lain yang dirawat lukanya, saya takut kalau misal orang itu punya HIV, entar nular ke saya melalui alat perawatan luka (gunting, jarum, dll.). (2) Apakah saya terlalu berlebihan?

Tn ”A” (via SMS, September 2012)

Di Kota Medan, Sumut, Banyak Suami yang Menularkan HIV/AIDS kepada Istri


Tanggapan Berita (6/10-2012) – Dari 3.175 kasus kumulatif HIV/AIDS di Kota Medan, Sumut, 395 terdeteksi pada ibu rumah tangga, sedangkan pada pekerja seks komersial (PSK) terdeteksi 274 (IRT Lebih Banyak Terkena AIDS daripada PSK, www.republika.co.id, 3/10-2012).

Fenomena itu merupakan konsekuensi dari perilaku laki-laki dewasa, dalam hal ini suami.

Pertama, ada laki-laki, dalam hal ini suami, yang menularkan HIV kepada PSK. Artinya, suami-suami ini sudah mengidap HIV/AIDS sebelum menularkannya kepada PSK di Kota Medan atau di luar Kota Medan. Mereka pun menularkan HIV kepada istrinya.

Kedua, ada pula laki-laki, dalam hal ini suami, yang tertular HIV dari PSK di Kota Medan atau di luar Kota Medan. Artinya, suami-suami ini mengidap HIV/AIDS karena tertular dari PSK. Mereka pun menularkan HIV kepada istrinya.

Maka, ada dua ‘pintu’ atau ‘jalur’ penularan HIV kepada ibu rumah tangga (Lihat Gambar).

Kondisi (1) dan (2) terjadi karena tidak ada program yang konkret untuk menurunkan insiden infeksi HIV baru pada laki-laki dewasa melalui hubungan seksual dengan PSK (di lokalisasi pelacuran).


05 Oktober 2012

HIV/AIDS Tidak “Menyasar” Usia (Muda)



Tanggapan Berita (6/10-2012) – “Virus HIV/AIDS sampai sekarang ini belum ditemukan obatnya. Golongan usia muda ternyata termasuk paling gampang terkena virus tersebut. Walau begitu, kita sebenarnya dapat mencegah tertular virus maut tersebut.” Ini lead di berita “Usia muda paling rentang terinfeksi HIV” (www.waspada.co.id, 22/9-2012).

Ada beberapa hal yang tidak akurat dalam pernyataan di lead berita tsb.

Pertama, obat untuk HIV/AIDS sudah ada yaitu obat antiretroviral (ARV). Obat ini tidak menyembuhkan, tapi menekan laju perkembangan HIV di dalam darah sehingga yang meminum obat ARV bisa tetap hidup tanpa gangguan kesehatan yang berarti.

Kedua, HIV sebagai virus tidak mencari-cari golongan usia muda karena penularan HIV tidak ada kaitannya dengan usia. Seseorang berisiko tertular HIV tergantung pada perilaku, al. perilaku seksual yang berisiko yaitu sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah dengan pasangan yang berganti-ganti atau dengan yang sering berganti-ganti pasangan.

Ketiga, belum ada laporan kematian karena virus (HIV). Kematian pada Odha (Orang dengan HIV/AIDS) terjadi karena penyakit lain yang disebut infeksi oportunistik pada masa AIDS (setelah tertular antara 5 – 15 tahun).

Denpasar Rancang Pidanakan Penular HIV


Foto: Lokakarya HIV dan Media (KPA Prov Bali - MRO KPA Prov BaliHCPI/AusAID), Depasar 22-23 September 2012.

Natanews, Denpasar, Komisi XVII DPRD Kota Denpasar kini masih menggodok draf  Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) HIV/AIDS. Jika ranperda ini disetujui dewan, maka mereka yang terbukti sengaja menularkan virus HIV kepada orang lain di Kota Denpasar bakal dipidanakan.

Ada beberapa poin yang mengundang sorotan, yakni pada sub materi mengenai pasangan pasutri sebelum menikah yang dapat melakukan tes di VCT (klinik HIV) dan mempidanakan pelaku yang sengaja menyebarkan virus. Namun dua sub materi tersebut dinilai kurang tepat karena tidak bisa menyelesaikan persoalan, yakni kian merebaknya kasus HIV/AIDS di Denpasar.

Menurut Ketua LSM Info Kesehatan Reproduksi (Kespro) Syaiful W Harahap, anjuran tes HIV bagi calon pasangan pengantin tidak banyak berdampak jika berkaitan sebagai program penanggulangan meningkatnya kasus HIV.

"Tidak bisa menjamin, pemeriksaan sebelum atau setelah menikah salah satu pasangan atau pun keduanya tidak tertular virus HIV," katanya saat menjadi pembicara dalam Lokakarya HIV dan Media yang digelar Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi Bali di Sanur, Minggu (23/9).


HIV/AIDS: Biaya Penanganan Lebih Besar dari Devisa Wisata



Oleh: I Komang Robby Patria – 23 September 2012

DENPASAR-Estimasi biaya langsung dan tidak langsung penanganan HIV AIDS di Thailand dari kurun waktu 1990 sampai dengan tahun 2000 sebesar US$ 8,7 miliar, jumlah ini lebih besar dibandingkan devisa wisatanya pada periode yang sama mencapai US$2,2 miliar.

Syaiful W Harahap, Pemimpin Redaksi Situs Berita AIDS Watch Indonesia menuturkan besarnya biaya yang dialokasikan oleh pemerintah Thailand tersebut dinilai sebagai dampak dari pengembangan pariwisatanya. Hasilnya, kata dia dari keseriusan pemerintah Thailand menangani AIDS tersebut dapat menurunkan infeksi penularan penyakit yang disebabkan oleh virus HIV tersebut.

Dari contoh itu, lanjutnya, pemerintah baik provinsi ataupun kabupaten kota di Bali seharusnya mampu menyediakan anggaran yang khusus untuk menangani baik biaya langsung ataupun tidak langsung terkait AIDS. Jika tidak, ia mengkhawatirkan dampaknya akan semakin banyak kasus penularan HIV AIDS karena bentuk penanganannya selain minim juga tidak efektif dalam riilnya di masyarakat.


Lokalisasi, Solusi Menekan Angka Penderita HIV Baru’



"Germo Harus Bisa Paksa Tamu Pakai Kondom"


Oleh : Nur Aini 

Denpasar  (beritadewata.com) – Ada sekitar 17 pintu, cara masuknya pintu virus HIV ke dalam tubuh. Diantaranya, hubungan seks antara laki-laki terinfeksi dengan wanita yang negatif, hubungan seks wanita positif HIV dengan laki-laki yang negatif, berganti-ganti pasangan dalam berhubungan seks,  laki-laki yang tanpa sengaja meminum air susu wanita lain, yang diduga beresiko HIV, ataupun dengan cara berganti-ganti jarum suntik, ketika menggunakan narkoba. Dan masih banyak lagi, yang cara penularan dengan empat caira, yakni air mani, cairan vagina, darah dan juga air susu ibu (ASI). 

Dengan banyaknya pintu, tempat HIV masuk, tentunya tidak mudah untuk menghilangkan ataupun memusnakan penyebaran virus tersebut. Namun paling tidak, dari pintu hubungan seksual, yang bisa digerakkan. Agar, bisa menekan angka pertumbuhan penderita baru HIV.

“Cara masuknya virus HIV, kebanyakan dari perilaku seks yang beresiko. Jadi, paling tidak, di hal yang berkaitan dengan hubungan seks tersebut, yang bisa diawasi penyebaran virus HIVnya. Salah satunya, yakni membuat lokalisasi,” ujar Syaiful W. Harahap, pemerhati dan aktivis HIV/AIDS, pada Lokakarya HIV dan Media di Hotel Sri Phala, Sanur, Denpasar, Sabtu siang (22/9).



Pers Harus Dilibatkan dalam Penganggulangan HIV/AIDS



KARAWANG, RAKA - Pemerintah Kabupaten Karawang harus menyertakan peranan pers dalam upaya penanggulangan HIV/AIDS.  Disisi lain, wartawan yang bertugas di daerah endemik HIV/AIDS juga harus memperdalam seluk beluk penyakit tersebut, sehingga dapat menghasilkan pemberitaan yang tuntas dan mencerahkan masyarakat.

Dalam diskusi yang bertajuk “Peran Komunikasi dalam Penanggulangan HIV/AIDS di Karawang” yang diselenggarakan Yayasan Pantura Plus bekerjasama dengan Komisi Penganggulangan AIDS Provinsi Jawa Barat di RM Alam Sari, Jalan Tuparev Karawang, Kamis (12/7), Syaiful W Harahap, dari LSM InfoKespro yang menjadi pembicara utama mengemukakan, peranan pers tidak bisa diremehkan dalam upaya penanggulangan HIV/AIDS. Hanya saja, pemahaman insan pers terkait dengan obyek pemberitan itu masih perlu diperdalam.

Menurut pengamatan Syaiful W Harahap yang juga mantan Wartawan Tabloid Mutiara Jakarta, HIV/AIDS, tidak banyak pers Indonesia yang  mengulas soal HIV/AIDS secara intens dalam penerbitannya. Hal ini bisa jadi karena pengetahuan wartawan terkait HIV/AIDS  masih sangat minim sehingga tidak bisa menggali lebih dalam lagi tentang penyakit yang menyerang kekebalan tubuh manusia itu. Kalaupun wartawan mau menulis tentang AIDS, bisa jadi hanya menyangkut peristiwanya saja atau straight news.

“Memang tulisan HIV/AIDS tidak bisa dijual, tapi sebagai lembaga yang memiliki tanggungjawab moral pers harus ikut berperan dalam penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia,” tandasnya.



04 Oktober 2012

Ganti-ganti Pasangan Mendorong Penyebaran HIV/AIDS di Kab Pasuruan, Jatim



Tanggapan Berita (5/10-2012) – “Dari data Dinas Kesehatan Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur, heteroseksual atau berganti-ganti pasangan, menjadi penyumbang terbanyak munculnya penyakit yang sampai sekarang belum ada obatnya itu.” Ini pernyataan di berita “Selama 6 Bulan Kasus HIV/AIDS di Kabupaten Pasuruan Mencapai 68” (www.pasuruankab.go.id, 20/9-2012).  

Ada beberapa hal yang tidak akurat dalam pernyataan di atas.

Pertama, heteroseksual adalah orientasi seks yaitu ketertarikan kepada lawan jenis: laki-laki yang tertarik kepada perempuan dan sebaliknya perempuan tertarik kepada laki-laki. Tidak ada kaitan langsung antara orientasi seks dengan penularan HIV.

Kedua, penularan HIV melalui hubungan seksual bisa terjadi di dalam dan di luar nikah jika salah satu mengidap HIV/AIDS dan laki-laki atau suami tidak memakai kondom setiap kali sanggama.

Ketiga, berganti-ganti pasangan adalah perilaku seksual seseorang. Ganti-ganti pasangan bisa dilakukan di luar nikah, seperti melacur, selingkuh, dll., serta di dalam nikah yaitu kawin-cerai. Perilaku ini berisiko tertular HIV karena ada kemungkinan salah satu dari pasangan tsb. mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko jika laki-laki tidak memakai kondom ketika sanggama.


Menguji Peran Perda AIDS Kabupaten Tasikmalaya dan Kota Tasikmalaya*



Catatan: * Naskah ini sudah dimuat di Harian ”Radar Tasikmalaya” edisi 12 Januari 2009. 

Pemkab Tasikmalaya dan Pemkot Tasikmalaya, keduanya di Prov Jawa Barat, akhirnya menjadi daerah ke-15 dan ke-23 dari 45 daerah di Nusantara yang mempunyai peraturan daerah (Perda) penanggulangan AIDS. Kota Tasikmalaya sendiri masuk dalam daftar program akselerasi penanggulangan HIV/AIDS yang dikeluarkan Depkes RI. Apakah dua perda itu berhasil menanggulangi epidemi HIV?

Ketika kasus AIDS pertama terdeteksi di Indonesia (Bali, 1987) reaksi yang muncul justru penyangkalan. Berbagai kalangan, termasuk menteri kesehatan waktu itu, HIV/AIDS tidak akan masuk ke Indonesia karena masyarakat negeri ini berbudaya, bergama dan ber-Pancasila. Penyangkalan yang sama juga terjadi di Thailand ketika kasus HIV/AIDS terdeteksi di Negeri Gajah Putih itu. Peringatan dari pakar epidemiologi tidak digubris petinggi negeri itu.

Tapi, apa yang terjadi kemudian? Sepuluh tahun setelah diingatkan kasus HIV/AIDS di Thailand mendekati angka 1.000.0000. Devisa yang diterima negeri itu dari pariwisata hanya menyumbang 2/3 terhadap biaya penanggulangan HIV/AIDS langsung dan tidak langsung. Padahal, salah satu sumber devisa negeri itu justru dari pariwisata. 


Tiga Pelajar di Manado, Sulut, Terdeteksi Mengidap HIV/AIDS



Tanggapan Berita (4/10-2012) - Tangel (maksudnya Ketua Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Sulawesi Utara, Tangel-Kairupan) menduga, terinfeksinya tiga siswa ini karena faktor risiko heteroseksual, karena faktor risiko ini menjadi tren pada tahun belakangan ini, dibanding beberapa tahun lalu yang diakibatkan penggunaan jarum suntik (Tiga Siswa di Sulawesi Utara Terinfeksi HIV/AIDS, www.mediaindonesia.com, 21/9-2012).

Pernyataan “ …. karena faktor risiko ini (maksudnya penularan HIV melalui hubungan seksual pada heteroseks) menjadi tren pada tahun belakangan ini, dibanding beberapa tahun lalu yang diakibatkan penggunaan jarum suntik.”

Sejak awal epidemi salah satu cara penularan HIV adalah melalui hubungan seksual pada heteroseks.

Mengapa banyak kasus HIV/AIDS terdeteksi pada remaja?


Meningkat, Kasus HIV/AIDS di Kab Indragiri Hulu, Riau



Tanggapan Berita (4/10-2012) – “Masyrakat Inhu (Kabupaten Indragiri Hulu, Prov Riau-pen.) dihimbau meningkatkan kewaspadaan terhadap penularan virus AIDS. Mengingat, jumlah penderita di daerah tersebut terus meningkat.” Ini lead berita “Penderita HIV - AIDS Di Inhu Meningkat” di riauterkini.com (20/9-2012).

Pernyataan pada lead berita itu menunjukkan pemahaman yang tidak akurat terhadap HIV/AIDS.

Pertama, sebagai virus HIV tidak menular melalui udara, air dan pergaulan sehari-hari. Maka, biar pun di satu daerah banyak penduduk yang mengidap HIV/AIDS tidak akan terjadi penularan melalui pergaulan sehari-hari.

Kedua, biar pun di satu daerah tidak ada penduduk yang mengidap HIV/AIDS tidak menjamin semua penduduk akan terhindar dari HIV/AIDS karena bisa saja ada penduduk setempat yang tertular HIV di luar daerah.

Ketiga, pelaporan kasus HIV/AIDS di Indonesia dilakukan dengan cara kumulatif yaitu kasus lama ditambah kasus baru. Begitu seterusnya sehingga angka kasus HIV/AIDS tidak akan pernah turun.

Di lead berita saja sudah terjadi misleading yaitu informasi yang menyesatkan.


03 Oktober 2012

Perda AIDS Kota Bekasi



Media Watch (4/10-2012) – Peraturan Daerah (Perda) Kota Bekasi No 3 Tahun 2009 tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV dan AIDS di Kota Bekasi yang disahkan tanggal 3 Juli 2009 merupakan perda ke-38 dari 56 perda sejenis di Indonesia.

Karena judul perda itu adalah pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS, apakah ada pasal yang konkret dalam perda untuk melakukan pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS?

Di pasal 1 ayat 13 disebutkan: “Pencegahan adalah upaya-upaya agar seseorang tidak tertular virus HIV.”

Lalu, apa yang ditawarkan perda ini untuk mencapai pasal 1 ayat 13 tersebut.? Ternyata tidak ada!


Pengidap HIV/AIDS di Kab Nias, Sumut, Harus ‘Terbang’ ke Medan untuk tes CD4


Tanggapan Berita (4/10-2012) – Satu demi satu kasus HIV/AIDS di wilayah Prov Sumatera Utara (Sumut) mulai terdeteksi. Di Kab Nias, gugusan pulau di arah barat lepas pantai Sumut, misalnya, sudah terdeteksi belasan kasus HIV/AIDS (13 Penderita HIV/AIDS Ditemukan di Kabupaten Nias, www.nias-bangkit.com, 11/9-2012).

Sayang, dalam berita tidak ada penjelasan tentang faktor risiko (kemungkinan media penularan) sehingga tidak ada gambaran penyebaran HIV di sana.

Kasus di Nias itu merupakan bagian dari 3.684 kasus kumulatif HIV/AIDS, yang terdiri atas 1.357 HIV dan 2.327 AIDS,  yang terdeteksi di Sumut.

Kasus HIV/AIDS di Nias terdeteksi sejak tahun 2008. Kasus pun kian banyak terdeteksi seiring dengan layanan VCT (tempat tes HIV sukarela dengan konseling gratis) yang sudah tersedia di RSUD Gunugsitoli.

Lagi-lagi tidak dijelaskan apakah kasus-kasus tersebut terdeteksi pada layanan VCT atau karena dianjurkan dokter tes ketika berobat ke rumah sakit.

Tidak ada pula penjelasan tentang umur dan jenis kelamin 13 kasus HIV/AIDS tersebut.


Perda AIDS Prov Lampung: Apakah Kelak (Hanya) Sebatas Copy-Paste?



Tanggapan Berita (3/10-2012) – Dikabarkan Pemprov Lampung merancang rancangan perda (raperda) bersama Komisi V DPRD Prov Lampung. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Lampung, Reihana, mengatakan bahwa penderita HIV/AIDS di Lampung meningkat setiap tahun (Pemprov Siapkan Perda Pencegahan HIV/AIDS, www.lampungpost.com, 13/9-2012).

Sampai sekarang sudah ada 56 daerah, mulai dari provinsi, kabupaten sampai kota yang mempunyai Perda AIDS, satu provinsi mempunyai peraturan gubernur (pergub) dan satu lagi mempunyai peraturan walikota (perwalkot).

Kalau Pemprov Lampung dan DPRD Prov Lampung menelurkan perda, maka itu artinya daerah yang ke-57 yang mempunyai perda dan daerah ke-59 yang mempunyai peraturan tentang penanggulangan AIDS.

Tapi, apakah 58 daerah yang sudah mempunyai peraturan terkait dengan penanggulangan HIV/AIDS itu bisa mengatasi penyebaran HIV/AIDS? Ternyata tidak!


02 Oktober 2012

Alokasi Dana Penanggulangan HIV/AIDS di DI Yogyakarta Berdasarkan Jumlah Kasus


Tanggapan Berita (3/10-2012) – Kasus kumulatif HIV/AIDS DI Yogyakarta dari tahun 1993 – 2012 dilaporkan 1.797 terdiri atas 1.036 HIV dan 761 AIDS. Dengan kasus seperti ini dan penanggulangan HIV/AIDS di DI Yogyakarta dikabarkan sangat minim (Anggaran penanggulangan HIV/AIDS di DIY minim, Koran Sindo, 12/9-2012).


Data KPA Prov DIY menunjukkan anggaran per tahun di Kab Gunungkidul Rp 4,5 juta, Kab Kulonprogo Rp 10 juta, Kab Bantul Rp 50 juta, Sleman Rp 80 juta, dan Kota Yogyakarta Rp 350 juta.

Mengapa ada perbedaan yang mencolok?

Menurut Ketua KPA Provinsi DIY, Riswanto, distribusi dana tersebut mempertimbangkan jumlah kasus HIV dan AIDS di kabupaten dan kota. Maka, Kota Yogyakarta mendapat dana terbanyak karena jumlah kasusnya paling banyak dibandingkan kabupaten lain.

Alokasi dana menurut jumlah kasus tentu saja tidak objektif karena bisa saja terjadi ‘ledakan’ kasus HIV/AIDS di kabupaten yang angkanya kecil karena dana penanggulangan tidak memadai untuk melancarkan program penanggulangan.



01 Oktober 2012

Perda AIDS Daerah Istimewa Yogyakarta



Daerah Istimewa (DI) Yogyakarta merupakan daerah ke-50 dari 57 daerah mulai dari tingkat provinsi, kabupaten dan kota yang menelurkan Perda AIDS. Perda Prov DI Yogyakarta No 12 Tahun 2010 tanggal 1 Desember 2010 tentang Penanggulangan Human IMMUNODEFFICIENCY Virus (HIV) dan Acquired immuno Defficiency Sindrome (AIDS).

Peraturan Daerah (Perda) AIDS pertama ‘lahir’ di Kab Merauke (2003). Tapi, karena program yang dijadikan acuan dalam perda hanya ‘dicangkok’ dan ‘diselipkan’ ke perda maka hasilnya pun nol besar.

Pada beberapa Perda AIDS ada ‘program cangkokan’ yaitu kewajiban memakai kondom pada hubungan seksual yang berisiko. Tapi, ada persoalan besar yaitu di Indonesia tidak ada germo yang memegang izin usaha pelacuran sehingga penerapan sanksi hukum tidak bisa diterapkan.

Di Jayapura HIV/AIDS Terdeteksi pada Pasien di Rumah Sakit


Tanggapan Berita (1/10-2012) – “ …. dari 30 orang yang ditemukan positif mengidap HIV-AIDS tersebut, dua di antaranya sudah meninggal dunia. Kedua orang tersebut meninggal dunia karena kondisinya sudah sangat parah.” Ini pernyataan dalam berita “Penderita AIDS di Papua Terus Bertambah. Hingga Agustus 2012, Sudah 103 Dipastikan Positif” di www.jpnn.com (13/9-2012).

Tidak jelas apakah pernyataan itu merupakan kutipan tidak langsung dari narasumber (Koordinator VCT RSDH Waena, Agustinus Adii, OFM) atau penafsiran wartawan yang menulis berita ini.

Kematian pada Odha (Orang dengan HIV/AIDS) bukan karena kondisi yang sudah sangat parah karena HIV/AIDS, tapi karena penyakit lain yang disebut infeksi oportunistik, seperti diare dan TBC. Sayang, dalam berita tidak dijelaskan penyakit yang menyebabkan kematian pada dua Odha tsb.

Disebutkan lagi: "Kami sudah melakukan perawatan dan memberikan obat ARV namun karena kondisinya memang sudah sangat parah, sehingga keduanya meninggal dunia."


30 September 2012

Kasus HIV/AIDS d Kota Semarang Didominasi Laki-laki Pelanggan PSK


Tanggapan Berita (1/10-2012) –  Dikabarkan dari 1.981 kasus kumulatif HIV/AIDS sejak tahun 1995 sampai Juli 2012 didominasi pelanggan pekerja seks komersial (PSK) sebanyak 43 persen, sedangkan kasus HIVAIDS pada PSK sebanyak 13 persen (Semarang Baru Temukan 1.981 Positif HIV, www.tempo.co, 28/9-2012).

Data terkait dengan 43 persen kasus HIV/AIDS yang terdeteksi pada laki-laki pelanggan PSK ternyata tidak dibawa ke realitas sosial. Data itu erat kaitannya dengan penyebaran HIV/AIDS pada ibu-ibu rumah tangga karena sebagian dari mereka mempunyai istri.

Untuk itulah diperlukan program yang konkret untuk mendeteksi HIV/AIDS pada perempuan hamil. Celakanya, Pemkot Semarang sama sekali tidak mempunyai program yang konkret untuk mendeteksi HIV/AIDS pada perempuan hamil.

Bahkan, dalam Perda AIDS Prov Jawa Tengah pun sama sekali tidak ada pasal yang konkret untuk mendeteksi HIV/AIDS pada ibu rumah tangga (Lihat: Perda AIDS Provinsi Jawa Tengah Mengabaikan (Lokalisasi) Pelacuran - http://www.aidsindonesia.com/2012/08/perda-aids-provinsi-jawa-tengah.html).



HIV/AIDS Terdeteksi pada Ibu Rumah Tangga di Kota Bitung, Sulut


Tanggapan Berita (1/10-2012) - “29 kasus ini cenderung dialami ibu rumah tangga dan profesi lainnya.” Ini pernyataan Kepala Dinas Kesehatan Kota Bitung, Prov Sulawesi Utara, Sulut, dr Vonny Dumingan (29 Penderita HIV/AIDS Ditemukan di Bitung, manadonews.com, 12/9-2012).

Pada pernyataan itu jelas disebutkan bahwa kasus baru terdeteksi pada ibu rumah tangga. Tapi, pada pernyataan berikut dalam berita itu Dumingan justru mengimbau agar hindari gonta ganti pasangan dan kepada generasi muda, hindarilah seks bebas.

Yang menularkan HIV/AIDS kepada ibu-ibu rumah tangga bukan remaja, tapi laki-laki dewasa.

Fakta tentang kasus HIV/AIDS yang terdeteksi pada ibu rumah tangga menunjukkan ada laki-laki, dalam hal ini suami, yang melacur tanpa kondom dengan pekerja seks komersial (PSK) baik di Kota Bitung dan di luar Kota Bitung.