11 Agustus 2012

Mewujudkan Tema “Hari AIDS Sedunia 2012” Perlu Langkah Konkret


Media Watch-HAS 2012. Hari AIDS Sedunia (HAS) yang diperingati setiap tanggal 1 Desember sudah dimulai sejak tahun 1988. HAS diperingati untuk meningkatkan kesadaran terhadap penyebaran HIV/AIDS di seluruh dunia yang digagas pada Pertemuan Menteri Kesehatan Sedunia pada pertemuan di Paris, Prancis, tentang Program-program untuk Pencegahan AIDS.

Setiap tahun ada tema HAS. Tahun ini Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN) Pusat menetapkan tema HAS 2012 “Lindungi Perempuan dan Anak dari HIV dan AIDS”.

HIV/AIDS di Kab Jayawijaya, Papua: Menanti Penanggulangan yang Konkret


Tanggapan Berita. “Ketua LSM Yokemdi Wamena, Yoram Yogobi, mengatakan bahwa beberapa lembaga swadaya masyarakat (LSM) di Wamena, Kabupaten Jayawijaya, saat ini kesulitan menangani para pengidap virus HIV/AIDS karena keterbatasan dana.” Ini lead pada berita “LSM di Wamena Kesulitan Tangani Pengidap HIV/AIDS” (www.republika.co.id, 7/8-2012).

Kondisi itu terjadi karena kian banyak penduduk yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS. Penanganan terhadap penduduk pengidap HIV/AIDS diperlukan karena banyak di antara penduduk yang mengidap HIV/AIDS terdeteksi pada masa AIDS yaitu sudah tertular antara 5 – 15 tahun sebelumnya dan sudah menunjukkan gejala terkait AIDS, yang disebut infeksi oportunisti, seperti diare dan TBC.

Itulah sebabnya diperlukan penanganan karena sebagian terdeteksi ketika sakit. Mereka berobat dengan keluhan penyakit infeksi oportunistik.

10 Agustus 2012

Informasi HIV/AIDS Kurang, Penolakan Kondom Kian Marak

Oleh Syaiful W. Harahap 

Sejak kasus AIDS ditemukan di Bali (1987), yang kemudian diakui pemerintah sebagai kasus AIDS pertama di Indonesia, sampai sekarang kasus HIV/AIDS terus terdeteksi di semua daerah. Sampai 31 Maret 2012 Kemenkes melaporkan kasus kumulatif  HIV/AIDS sebanyak 113.300 yang terdiri atas 82.870 HIV dan  30.430 AIDS dengan 5.469 kematian.

Beberapa daerah, tercatat ada 55 daerah menerbitkan perda AIDS, 1 pergub dan 1 perwalkot sebagai reaksi untuk menanggulangi penyebaran HIV/AIDS di daerahnya. Apakah perda-perda itu berhasil?

Lokalisasi Pelacuran di Tanjung
Elmo 'turki' Jayapura
Papua memegang rekor karena di sana ada delapan perda. Bahkan perda pertama ditelurkan di Papua (Kab Nabire). Di Bali ada tiga. Belasan daerah lain di seluruh nusantara sedang berlomba-lomba membuat perda. Tapi, perda-perda itu hanya ’copy paste’.

Ide membuat perda itu adalah program ’100 persen kondom’ di Thailand yang disebut-sebut berhasil menekan laju penyebaran HIV. Celakanya, program itu bisa diterapkan karena di Thailand karena ada lokalisasi pelacuran dan rumah bordir. 

Bukan Hanya Pengidap HIV/AIDS, Semua Identitas Pasien adalah Rahasia

Berita tentang pengidap atau penderita HIV/AIDS tidak boleh menyebut nama penderita secara langsung, kecuali atas kesediaan atau persetujuan yang bersangkutan. "Harus anonim jika memberitakannya. Kecuali memang yang bersangkutan mau disebutkan namanya." Ini pernyataan Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Dien Emmawati (Identitas Penderita HIV/AIDS Harus Anonim, kompas.com, 8/8-2012).

Catatan medis pasien
terkait dengan sumpah jabatan
dan kode etik Dokter
Penjelasan Dien itu tidak komprehensif sehingga mengesankan penderita atau pengidap HIV/AIDS diistimewakan jika dibandingkan dengan penderita penyakit lain.

Sayangnya, wartawan yang menulis berita ini pun tidak memahami catatan medis (medical record) yang merupakan rahasia sebagai sumpah jabatan dokter. Semua keterangan, identitas pasien, jenis penyakit, hasil laboratorium, tindakan, dan lain-lain, adalah rahasia dalam catatan medis. Yang boleh membacanya hanya pasien dan dokter. Perawat pun tidak boleh membaca catatan medis pasien.

Publikasi catatan medis harus izin pasien karena merupakan fakta privat. Kecuali penyakit yang terkait dengan wabah, seperti kolera, deman berdarah dan lain-lain, boleh dipublikasikan tanpa izin yang bersangkutan.

09 Agustus 2012

17 PSK di Blora, Jateng, Terdeteksi Mengidap HIV/AIDS

ceftriqueen.blogspot.com
Tanggapan Berita. “Sebanyak 17 pekerja seks komersial (PSK) di Blora dinyatakan mengidap penyakit HIV-AIDS. Hal itu diketahui setelah Dinas Kesehatan melakukan Serro Survey beberapa pekan lalu.” Ini lead di berita “17 PSK di Blora Terinfeksi HIV-AIDS” (suaramerdeka.com,  4/8-2012).

Ada beberapa hal yang tidak akurat pada lead berita di atas. Pertama, HIV/AIDS bukan penyakit. HIV adalah virus, sedangkan AIDS adalah suatu kondisi pada seseorang yang sudah tertular HIV antara 5 -15 tahun. Kedua, yang dilakukan dinas kesehatan itu adalah survailans tes HIV untuk mendapatkan prevalensi yaitu perbandingan antara yang HIV-positif dan HIV-negatif pada kalangan tertentu dan pada kurun waktu yang tertentu pula.

Data Kasus HIV/AIDS yang Berbeda di Prov Bengkulu

Tanggapan Berita. Dikabarkan dari Bengkulu, Prov Bengkulu, Pulau Sumatera, ada perbedaan jumlah kasus kumulatif yang dipublikasikan oleh Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Prov Bengkulu dan Yayasan Kantong Informasi Pemberdayaan Adiksi (Kipas). KPA menyebut 298 sedangkan Kipas mengatakan 500 (49 ODHA Baru Ditemukan di Bengkulu, www.beritasatu.com, 5/8-2012).

sebuah  sudut kota Bengkulu
Perbedaan angka yang dilaporkan tentu saja bisa karena keduanya pada posisi yang berbeda. KPA hanya boleh menyebarkan angka kasus HIV/AIDS berdasakan data dari dinas kesehatan. Sedangkan Kipas sebagai LSM mempunya data sendiri.

Data Kipas mereka peroleh dari program penjangkauan terhadap populasi kunci yakni waria, pekerja seks komersial (PSK), pelanggan PSK, gay, lesbian dan penyalahguna narkoba (narkotik dan bahan-bahan berbahaya) dengan jarum suntik bergantian sejak Juli 2011 hingga Juli 2012.

08 Agustus 2012

Risiko Tertular HIV Jika Sanggama Tanpa Kondom dengan Laki-laki Beristri

 Tanya-Jawab AIDS No.  001/Agustus 2012 


Pengantar. Tanya-Jawab ini adalah jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan yang dikirim melalui surat, telepon, fax, SMS, dan e-mail. Jawaban disebarluaskan tanpa menyebut identitas yang bertanya dimaksudkan agar bisa berbagi informasi yang akurat tentang HIV/AIDS. Yang ingin bertanya, silakan kirim pertanyaan melalui: surat ke LSM ”InfoKespro”, PO Box 1244/JAT, Jakarta 13012, e-mail infokespro@yahoo.com dan SMS 08129092017. Redaksi.
*****
Tanya: Apakah berhubungan seksual (masih pertama kali) dengan lawan jenis tanpa pengaman dapat tertular HIV? Sebelum melakukan hubungan seksual saya tanya apakah dia, laki-laki beristri dengan dua anak, mengidap HIV/AIDS. Jawabannya dia mengatakan tidak mengidap HIV/AIDS. Dia, katanya lagi, dalam kondisi sehat. Dia juga mengaku pernah tes HIV, hasilnya negatif. Sejak hubungan seksual itu saya selalu memakai avail dan meminum dan Nature E. Tapi, saya juga belum yakin apakah terjangkit atau tidak. Aku benar-benar menyesal atas kejadian itu. Saya benar-benar takut.
Nn ’X’, Jakarta (via SMS, 8/8-2012)

“Pasangan” yang Check-in di Hotel di Karawang Menolak Kondom

“Pasangan” yang Check-in di Hotel di Karawang Menolak Kondom
Liputan.  Matahari mulai memancarkan sinar dari ufuk timur. Dari balik jendela kamar sebuah hotel di kota Karawang, Jawa Barat, satu dua pasangan laki-laki dan perempuan keluar dari kamar hotel. Mereka menuju front office untuk check out.

Selamat datang di Karawang
“Ya, tiap malam ada saja pasangan yang check-in,” kata karyawan hotel awal Juli 2012. Mereka memilih hotel karena lebih aman daripada di kontrakan atau di penginapan, losmen atau hotel melati yang sering menjadi sasaran razia polisi dan Satpol PP.

Seiring dengan penyebaran IMS (infeksi menular seksual yaitu penyakit-penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah, seperti sifilis, GO, hepatitis B, dll.) serta HIV/AIDS, maka Pemkab Karawang perlu melakukan intervensi yaitu menganjurkan agar laki-laki memakai kondom.

Memang, di front office hotel itu ada tumpukan dua kardus yang berisik kondom. Menurut karyawan tadi, komdom itu diberikan kepada tamu yang check-in berpasangan.

Celakanya, banyak tamu yang justru marah dan tidak mau menerima kondom yang disodorkan karyawan hotel. “Emang, gue laki apaan.” Itulah salah satu umpatan tamu hotel jika disodori kondom. Ada juga yang marah-marah dan membentak karyawan hotel.

07 Agustus 2012

Perda AIDS Lampung Kelak Hanya ‘Copy-Paste’

Oleh Syaiful W. Harahap

 “7 Raperda Inisiatif Dewan Disetujui untuk Dibahas” Ini adalah judul berita di sebuah harian yang terbit di Lampung (Mei 2012) yang menggambarkan Pemprov Lampung menyetujui  Raperda (rancangan peraturan daerah) Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS dan Infeksi Menular Seksual (IMS) untuk dibahas.

Raperda AIDS itu merupakan inisiatif legislatif (DPRD) yang diajukan tanggal 1 Mei 2012 dari 12 raperda inisiatif DPRD Lampung.

Unjuk rasa AIDS di Lampung
Satu hal yang luput dari perhatian DPRD Lampung adalah bahwa di Indonesia sudah ada 57 peraturan terkait AIDS, yaitu 55 perda (provinsi, kabupaten dan kota), 1 pergub, dan 1 peraturan walikota.

Perda, pergub, dan perwalkot itu hanya copy-paste antara satu sama lain, kecuali perda pertama (Perda AIDS Kab Nabire, Papua).

Apakah perda-perda itu bisa dijadikan pijakan dalam menanggulangi HIV/AIDS? Tidak!  Mengapa?

Kasus HIV/AIDS di Provinsi Papua Terus Bertambah

Tanggapan Berita. Jumlah kasus kumulatif HIV/AIDS di Provinsi Papua tercatat 12.187. Sebagian besar dari pengidap HIV/AIDS terdeteksi di masa AIDS (Pengidap HIV/AIDS di Papua Terus Meningkat, kompas.com, 6/8-2012).

Pelaporan kasus HIV/AIDS di Indonesia dilakukan dengan cara kumulatif yaitu kasus lama ditambah kasus baru. Maka, laporan kasus akan terus bertambah atau meningkat seiring dengan jumlah kasus baru yang terdeteksi. Maka, biar pun banyak penderita HIV/AIDS yang meninggal dunia laporan kasus HIV/AIDS akan terus bertambah.

Disebutkan bahwa sebagian besar pengidap HIV/AIDS di Papua terdeteksi mengidap HIV pada masa AIDS dengan berbagai macam penyakit penyerta. Pejabat Gubernur Papua Syamsul Arief Rifai, mengatakan: "Yang membuatnya prihatin, dari total angka kasus itu, sebagian besar korban telah mengidap AIDS. Artinya, sebagian besar ditemukan telah sakit berat."

Perda AIDS Kab. Nabire, Papua, Lahir Dari Reaksi Kepanikan

Oleh Syaiful W. Harahap

Pengantar Redaksi: Ketika banyak negara di berbagai belahan dunia mulai bisa mengendalikan penyebaran HIV/AIDS dengan cara-cara yang realistis melalui program yang konkret, di Indonesia justru baru pada tahap caci-maki dengan mencari-cari kambing hitam. 

Kantor DPRD Kab. Nabire
(nabire.wordpress.com)
Maka, pekerja seks komersial (PSK) pun menjadi ‘sasaran tembak’. Celakanya, yang dilakukan di Indonesia untuk menanggulangi penyebaran HIV/AIDS terkait dengan PSK bukan program yang konkret, tapi membuat peraturan daerah (perda) yang sama sekali tidak memberikan langkah yang konkret. 

Sampai Agustus 2012 sudah ada 55 perda di tingkat provinsi, kabupaten dan kota, satu peraturan gubernur, dan satu peraturan wali kota

Perda pertama tentang pencegahan penanggulangan IMS (infeksi menular seksual yaitu penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual di dalam dan di luar nikah, seperti sifilis, GO, hepatitis B, dll.) dan HIV/AIDS adalah Perda Kabupaten Nabire, Papua, No 18 Tahun 2003 tanggal 30Januari 2003.

Perda-perda itu lahir sebagai reaksi kepanikan atas penemuan kasus-demi kasus. Perda itu ’berkiblat’ ke Thailand karena di sana ada program ’wajib kondom 100 persen’ bagi laki-laki melalui hubungan seksual dengan PSK yang terbukti menurunkan insiden infeksi HIV baru di kalangan laki-laki dewasa.

Brosur HIV/AIDS: Berisi Materi yang Menyesatkan



Oleh  Syaiful W. Harahap

Informasi tentang HIV/AIDS yang akurat merupakan “vaksin” (bibit penyakit yang sudah dilemahkan yang dimasukkan ke tubuh untuk mencegah penyakit masuk) karena dengan mengetahui cara-cara penularan dan pencegahan HIV yang konkret seseorang bisa melindungi dirinya agar tidak tertular dan menularkan HIV.

Celakanya, banyak brosur (1. bahan informasi tertulis mengenai suatu masalah yang disusun secara bersistem; 2. cetakan yang hanya terdiri atas beberapa halaman dan dilipat tanpa dijilid; 3. selebaran cetakan yang berisi keterangan singkat, tetapi lengkap) yang memuat informasi HIV/AIDS yang tidak akurat.

Membingungkan
(trainingfreeinformation.co.cc)
Maka, tidaklah mengherankan kalau kemudian banyak orang yang “tersesat” sehingga tertular HIV karena mereka tidak mengetahui cara-cara penularan dan pencegahan HIV yang konkret.

Berikut ini beberapa brosur yang berisi materi HIV/AIDS yang menyampaikan cara-cara penularan dan pencegahan HIV yang tidak akurat sehingga bisa menyesatkan (misleading).

I. Dalam brosur AIDS yang diterbitkan oleh KPA Kota Dumai, Prov. Riau, disebutkan: Cara penularan HIV dan AIDS: Berhubungan seks berganti pasangan dengan orang yang tidak tahu status HIV/AIDSnya.

Provinsi Aceh HIV/AIDS Jadi Persoalan Serius dan Meresahkan

Tanggapan Berita

“ …. meningkatnya temuan kasus HIV/AIDS di Aceh, merupakan persoalan serius dan meresahkan.” Ini pernyataan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh, Amir Helmi, dalam berita “HIV/AIDS di Aceh kian meresahkan” (www.waspada.co.id, 26/7-2012).

Pengenalan HIV/AIDS di Kab. Bireun
(wartaaceh.com)
Dikabarkan kasus kumulatif HIV/AIDS di Aceh tercatat 112. Tentu ini hanya bagian kecil dari kasus yang ada di masyarakat karena penyebaran HIV/AIDS erat kaitannya dengan fenomena gunung es. Kasus yang terdeteksi (112) digambarkan seperti puncak gunung es yang muncul ke atas permukaan air laut, sedangkan kasus yang tidak terdeteksi di masyarakat digambarkan sebagai bongkahan gunung es yang ada di bawah permukaan air laut (Lihat gambar).

Kalau saja Pak Amir memahami (penyebaran) HIV/AIDS secara komprehensif, maka yang menjadi persoalan serius dan meresahkan adalah Pemprov Aceh tidak mempunyai program yang konkret untuk menanggulangi penyebaran HIV/AIDS di Aceh.

Pemprov Sumut Perlu Program Kongkret Tangani HIV/AIDS

Tanggapan Berita:  Provinsi Sumatera Utara Menanggulangi (Penyebaran) HIV/AIDS di Hilir

“Dinas Kesehatan Sumatera Utara memfokuskan penanganan empat hal penting yakni kemitraan dan kerja sama, program pelayanan komprehensif berkesinambungan, pengobatan sekaligus pencegahan, serta kelembagaan.” Ini adalah pernyataan di lead berita “Dinkes Sumut Fokus Tangani HIV/AIDS” (www.waspada.co.id, 1/8-2012).

Kantor Gubernur Sumut
Empat hal yang menjadi fokus Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Sumatera Utara (Sumut) dalam menanggulangi HIV/AIDS di Sumut merupakan langkah penanggulangan di hilir. Artinya, Dinkes Sumut membiarkan ada penduduk yang tertular HIV dahulu baru ditangani.

Data kumulatif HIV/AIDS di Sumut sampai Juni 2012 dilaporkan sebanyak 3.422 kasus.

Terkait dengan langkah untuk menanggulangi penyebaran HIV/AIDS di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah, adalah program yang konkret yaitu menurunkan insiden infeksi HIV baru pada laki-laki dewasa, terutama melalui hubungan seksual dengan pekerja seks komersial (PSK), terutama PSK langsung (PSK yang ada di lokasi atau lokalisasi pelacuran dan tempat-tempat hiburan, penginapan, losmen, hotel melati dan hotel hotel berbintang yang menyediakan kamar untuk transaksi seks).

Persoalan yang terjadi di Sumut adalah Pemprov Sumut tidak mengakui ada kegiatan (praktek) pelacuran di Sumut dengan alasan di Sumut tidak ada lokalisasi pelacuran yang dibina, dalam hal ini dilakukan oleh Dinas Sosial (Dinsos) setempat.